Aku pulang kerumah, kedua anakku sudah berada di gazebo belakang sedang bermain ditaman kecil belakang rumah. Aku beringsut kekamar, membersihkn diri dan turun menemui mereka yang lagi asyik bermain."Mama sudah pulang? Ma tadi kata Ibu guru ada tugas harus menyelesaikan beberapa halaman." Dimas terlihat mendengus kesal."Dimas kan pinter, kalau ga bisa kan bisa minta tolong diajarin sama Mbak Jingga sayang," jawabku sambil duduk disamping Dimas."Kasian, Ma, Mbak Jingga juga banyak tugasnya.""Adek ga boleh gitu kalau Mbak bisa pasti ya Mbak bantu.""Iya---iya, Mbak Jingga."Nah harus begitu, rukun harus saling menjaga satu sama lain sayang.""Iya, Ma," jawab Dimas padaku.Aku memandangi toto berukuran besar kami bertiga. Wajah cantik Jingga dan anakku Dimas yang mirip seperti Papanya Mas Emiel, dan aku. Kami tersenyum menatap kamera, inilah keluargaku, kebahagiaan yang tak bisa tergantikan dengan apapun.Aku menatap lekat foto itu andai saja, Mas Emiel ada ditengah-tengah foto itu
Aku memasuki butik ada beberapa barang yang sudah menunggu, aku yang dibantu oleh Elsa sahabatku juga ada beberapa rekan kerja. Semua bekerja dengan sangat baik. Alhamdulillah pengecekan sudah selesai tinggal merapikan itupun tugas rekan kerjaku yang lain.Tok ... tok. "Masuk.""Mbak, ada E-mail masuk menawarkan model hijab terbaru, Mbak Lintang. Gimana diambil tidak, Mbak?" tanya Elsa padaku."Kirim file nya nantin biar aku cek dulu Elsa, aku masih ada janji melihat baju bruklat tapi yang syar'i. Mungkin, Mbak akan langsung pulang. Tolong kamu urus semuanya ya," jelasku pada Elsa karena aku harus pergi dari sini."Baik, Mbak. biar aku yang urus.""Oh ya Elsa, bagaimana kondisi putramu Arya, sudah sembuh?" tanyaku"Alhamdulillah Mbak, terima kasih buat bingkisannya Arya suka mbak, dan aku juga banyak hutang budi sama Mbak Lintang yang selalu membantuku. Terima kasih banyak, Mbak Lintang," Elsa seraya meneteskan bulir bening dari sudut matanya."Iya sama-sama Elsa, sudahlah lupa sama
Kami makan bersama hingga makanan kami habis, Nisa menatapku tanpa berkedip, aku merasakan ia rindu sosok Ibunya."Tante, maaf ya. Nisa ada janji sama teman Jingga. Mau bikin tugas sekolah." Nisa pamitan denganku juga Ayahnya. "Lo, ko buru-buru. Habisin dulu makannya.""Iya, Tante."Nisa menghabiskan makanannya, selang beberapa menit ia pergi. Biarlah kasihan sekali gadis ini, ia izin pergi karena dijemput temannya, disini hanya ada aku dan Mas Haris, ia terus menatapku membuat aku jadi salah tingkah dibuatnya."Mas, seingatku dulu, Mas tidak punya saudara deh, Mas anak tunggalkan? Terus siapa Sekar yang menghancurkan pernikahanku dengan Mas Fajar dia bilang bahwa ia balas dendam karena, Mas Haris depresi dan frustasi saat aku tinggal menikah?" Terlihat Mas Haris menatik napas. "Iya Mas anak tunggal, Sekar ... mungkinkah Sekar itu Sekar Riana dewi yang sering membully mu dulu," jawabnya padaku.Astaga kenapa aku tak ingat sama sekali? "Astaqfirullah, jadi Sekar itu Riana, Ya Alla
Kami masuk ke dalam dan duduk di kursi sofa dekat televisi, wajah kedua anak-anakku tersenyum terus dari tadi ada apa sebenarnya? Pasti banyak pertanyaan yang mereka ingin tanyakan padaku aku pura-pura sibuk dengan ponselku.Aku merasakan orang yang selama ini melindungiku kembali lagi, ya aku merasakan rasa nyaman itu kembali lagi, hadirnya sahabat lamaku membuat aku tidak takut menghadapai apapun. Ya begitulah dari dulu ia selalu menjagaku, jadi Sekar itu bukanlah adiknya, wanita itu dari dulu selalu menyakitiku.Namun karena Sekar juga, hidupku bisa lepas dari Mas Fajar juga kakak iparku, aku sudah pindah keluar kota dan aku tak pernah lagi bertemu dengan mereka. Lepas dari keluarga mereka, aku sudah bahagia, setelah kepergian suamikupun aku masih sangat bahagia bersama anak-anakku."Mama, ko bisa sih kenal sama, Pak ustad?" tanya Dimas padaku penasaran.Sudah aku duga mereka pasti ingin tahu lebib jauh soal hubunganku dengan Mas Haris. "Iya, jadi dulu, Pak Ustad sahabat, Mama say
Pov HarisSenja mulai menguning dari peradapannya akulah Hari anak semata wayang dari keluargaku. Aku seorang Ayah dari seorang gadis manja yang bernama Khoerun nisa, nama yang sama persis dengan sahabatku yang hingga saat ini namanya masih terukir rapi di dalam sanubarriku. Juga menempati posisi tertinggo dlaam hatikuMembayangkannya saja aku sudah tak mampu lagi karena bertahun-tahun kami tak bertemu namun masih ada rasa itu untuknya. Entah ia sudah menikah lagi atau belum? Aku mendengar jika ia sudah menjadi janda. Aku pun hadir melihat dia saat pemakaman Bapaknya dikebumikan, saat itu aku menjauh darinya karena aku sudah menikah.Aku tahu batasannya, meskipun aku menyukainya namun ada istriku saat itu sudah mengandung anakku. Karena perjodohan orang tuaku memilih sama seperti Lintang untuk patuh sama orang tua. Meskipun aku tak pernah menyukainya tapi aku menghormatinya dan tidak akan pernah mengecewakan hati seorang wanita.Aku yang saat ini pindah rumah dan bersama putri dan ib
Lintang Khoirun Nisa gadis lugu sahabatku yang manis sekarang berubah menjadi wanita dewasa yang begitu anggun dan sangat cantik sekali. Ya Allah terima kasih setidaknya aku bisa melihat wajahnya walaupun hanya sebentar saja, wajah itu wajah yang selama ini sangat aku rindukan."Mas Haris?" tanyanya terkejut melihatku sama seperti diriku tentunya.Seperti lahan yang kekeringan disiram air hujan itulah ungkapan hatiku saat ini, begitu bahagia melihatnya kembali meskipun ia adalah Ibu dari Jingga muridku. Aku meninggalkannya sambil meminta nomor ponselnya."Jingga bisa bicara sebentar, ada yang mau Bapak tanyakan?" tanyaku pada Jingga sambil menyuruhnya duduk di depan kelas."Boleh pak, silahkan mau tanya apa," jawabnya padaku gugup."Lintang itu Mamamu Jingga?""Iya Pak, beliau Mama Jingga," jawabnya sedih."Kenapa sedih begitu.""Emm, sebenarnya Papa Jingga sudah lama meninggal, Pak. Beliau kecelakaan saat itu Mama sedang mengandung adik saya, dan sejak saat itu yang mencari nafkah M
Aku mencoba untuk tidak nervous, sedari dulu selalu begini saat aku janjian dengan Mas Haris, perasaan entah namun aku merasakannya begitu bahagia. Kupandangi cermin, wajahku yang kian menua masih pantaskan punya perasaan yang tidak dapat aku kendalikankendalikan? Entahlah.... Rasaku ini kenapa begitu hangat, aku begitu nyaman berada di dekatnya, tak bisa aku pungkiri jika dulu hari-hariku dengannya begitu menyenangkan. Apa lagi saat kami kejar-kejaran menarik layang-layang, dan kami selalu berantem dengan teman yang lain. Bayangkan saja aku selalu berani sama laki-laki yang menggodaku, al hasil mereka marah, namun aku tak pernah takut karena Mas Haris selalu ada di depanku.Mas Haris selalu marah jika ada lelaki yang menggangguku, kenangan itu begitu indah aku baru menyadarinya bahwa Mas Haris begitu berarti dalam hidupku. Kemana saja aku saat Bapak menjodohkanku saat itu juga hidupku serasa hancur berkeping-keping, inikah rencanamu Yaa Robb, Engkau mempertemukan aku dengannya dius
Entahlah, Aku nyaman dan sangat sangat bahagia saat bersamannya, lelaki yang disampingku ini adalah lelaki yang dirindukan oleh semua kaum hawa sepertiku, bagaimana tidak akupun dari dulu terpesona kepadanya.Sejenak aku menarik napas, menyesuaikan dengan udara di sekeliling. Sampai terasa sebuah jaket dipakaikan ke tubuh ini, menghalau dingin, juga menguarkan aroma wangi yang membawa damai dalam satu waktu."Dingin?" Mas Haris mencondongkan wajah, membuat kami begitu dekat.Apa yang dilakukannya ini lagi-lagi melemparku ke masa lalu. Saat itu, aku mengenakan jaketnya sepanjang malam. Tak hanya itu, Mas Haris juga memelukku sepanjang acara berlangsung. Ya ... kami memang semesra itu, dulu. Tak jarang, kemesraan itu kami tampakkan tanpa canggung. Yang aku tahu ya dulu kami hanya seorang sahabat. "Ini nggak terlalu tebal. Tapi lumayan buat melindungi badan kamu dari udara yang dingin." Kalimat Mas Haris menyentakku dari lamunan. Entah berapa kali kenangan itu melintasi pikiranku sehar