1.Terputusnya Jembatan Impian
Pukul 11 siang, aku harus bersiap-siap ke kampus, ini adalah hari pertama bertatap muka langsung dengan Dosen. Aku adalah mahasiswa baru di salah satu kampus swasta. Setelah melewati serangkain tes tertulis disusul menyelesaikan administrasi__bagi yang lulus tes tertulis__dan dilanjutkan dengan tahap terkahir yaitu masa orientasi ( OSPEK ). Tahun ajaran baru dimulai, resmi sudah aku menjadi mahasiswa. Sayangnya aku tidak mampu bertahan.
Menjadi mahasiswa sudah pasti membuat siapa saja semakin dekat dengan impiannya, itulah kalimat yang pernah kudengar dari seseorang yang tentunya ungkapan itu bertolak belakang dengan mereka yang tidak pernah mengenyam pendidikan karena realita yang ada justru berkata lain, dan faktanya mereka yang tidak pernah mencicipi bangku pendidikan mampu meraih impian tanpa harus berdasi.
Jika hanya diuraikan dalam rangkain kata mungkin terlihat mudah, tapi percayalah tidak sesederhana itu. Coba saja bertanya kepada tetangga kalian, bukankah setiap orang punya cara pandang yang berbeda dalam melihat kehidupan? Tapi terlepas dari itu semua, Tuhanlah yang menentukan setiap garis tangan makhluk-Nya.
Saat seseorang berusaha untuk keluar dari keterpurukan dan mencoba berusaha memperbaiki segalanya maka sudah pasti Tuhan akan membantunya dan itu banr-benar terbukti. Bagaiman denganku? Entahlah__
Pukul 7 Malam, aku meminta bantuan Kakak Rustam__menemaniku untuk pergi mendaftar sebagai mahasiswa baru di Universitas Darussalam, salah satu kampus swasta yang cukup diperhitungkan! Benar dan tidaknya aku tidak tahu, dan sejujurnya aku tidak begitu peduli.
Pendaftaran dibuka sampai jam 9 malam, masih tersisa 2 jam sebelum pendaftaran ditutup. Aku segera menuju rumah Kakak Rustam, kebetulan dia mahasiswa Darussalam.
Jarak antara rumah kami kurang lebih 100 Meter. Aku sengaja memintanya untuk mengantarku, aku tidak punya kendaraan, tempat pendaftaran cukup jauh! Aku bisa saja naik angkutan umum tapi tidak ada kendraan yang melintas disana. Jaraknya cukup jauh dari tempat pemberhentian. Aku harus berjalan kaki dan itu cukup melelahkan, di tambah lagi tak ada lampu penerang sepanjang jalan menuju tempat itu.
Bangunannya bertempat di Wara. Salah satu cabang Universitas Darussalam, lebih tepatnya hanya di pakai untuk sementara waktu sampai menunggu renovasi pembangunan di pusat selesai yaitu di Tulehu. Jarak tempunya lebih jauh, untuk tiba disana, di butuhkan waktu kurang lebih 30 menit dengan kecepatan normal, entah menggunakan motor ataupun mobil.
Dikarenakan kapasitas mahasiswa yang begitu banyak, pihak kampus mengambil kebijakan dengan memberlakukan jam kuliah malam. Mereka mengontrak beberapa bangunan. Salah satunya adalah SMA Negeri Al-Fatah Ambon, yang berada di pusat kota, bersampingan dengan Masjid Al-Fatah, Masjid yang mewakili identitas warga muslim di kota Ambon.
Sedangkan bangunan yang lain berada di Kebun Cengkeh dan Wara. lokasinya cukup jauh dari kota, kurang lebih 15 menit perjalanan untuk tiba disana. Dua bangunan terakhir yang kusebutkan telah menjadi milik pihak Darussalam.
Kakak Rustam sedang memanaskan mesin motornya. Terlihat sudah siap untuk mengantarku. Tadi sebelum kesini aku sudah menghubunginya. Dia sangat baik, aku sudah menganggapnya seperti kakak ku sendiri meski tidak pernah memanggilnya dengan sebutan ‘Kakak’__begitu juga dengan orang tuanya yang sudah ku anggap seperti orang tuaku sendiri.
Bisa di bilang aku mendaftar di Universitas Darussalam juga karena dirinya, dia masih aktif menjadi mahasiswa UNIDAR ( Universitas Darussalam ). Jika semua urusannya lancar, tahun depan dia sudah bisa meraih gelar D3 untuk fakultas akuntansi.
“Tam! sudah siap?”
“Ia, aku sudah menunggumu, kita harus bergegas Ciang, malam ini tidak ada bintang yang terlihat. Cepat atau lambat sepertinya hujan akan segera turun!”
Aku mendongak keatas__tidak perlu berpikir dua kali__kami langsung menuju ke tempat pendaftaran dengan perjalanan kurang lebih 15 menit. Beruntung! Di wara tidak hujan, hanya gerimis, sepertinya hujan telah mengguyur kota Ambon.
Kami memasuki halaman utama kampus. Ruang pendaftaran cukup dekat dari halaman depan. Cukup berjalan lurus dan belok kanan, hanya itu satu satunya ruangan yang berada dipojok. Sosok Bapak – Bapak membuatku sedikit gugup saat kakak Rustam membuka pintu, tubuhnya gempal, berkulit hitam, ditambah dengan kumisnya yang tebal__kedua sisinya melengkung ke atas__ membuat siapa saja yang melihatnya akan sedikit tertekan.
“Assalamualaikum” Kak Rustam memberi salam.“Waalaikumsalam!" Sambil mengangkat kepalanya, Bapak itu mejawab. Dia terlihat sedang merapikan kertas - kertas yang berserahkan diatas meja.
“Oh! Terrnyata kau Rustam, ada apa? Tumben datang kesini! Tidak mungkinkan kau mau mendaftar ulang sebagai mahasiswa baru?”Bapak berkumis tebal itu menyeringai. Masih asyik dengan kesibukannya. Aku sedikit gugup melihatnya.“Aku datang mengantar adik ku yang ingin mendaftar sebagai mahasiswa baru tahun ini. Dia anak yang cukup pemalu, jadi aku berinisiatif untuk mengantarnya kesini”Tak perlu menunggu perintah, aku segera mengeluarkan semua berkas persyaratan__ kemudian memberikannya kepada Bapak berkumis tebal itu.
“Mmm! Abdul Azis! Nama yang bagus, aku harap nama itu sinkron dengan raut wajahmu yang kusam itu!” Bapak itu tersenyum lebar, seketika kumisnya mekar. Sumpah,, terlepas dari perawakannya yang menakutkan__melihatnya bisa bercanda__ aku ingin tertawa saat melihat ekspresinnya.
Aku segera mengisi beberapa lembar kertas yang di sodorkan Bapak itu, ya formulir pendaftaran.
"Nilaimu terlalu bagus untuk masuk Unidar. Apa kau tidak berminat untuk mendaftar di Unpatti? Atau di salah satu kampus yang bisa menunjang prestasimu! Sayang sekali jika nilai sebagus ini hanya menghabiskan waktu di kampus swasta! Tapi diluar dari itu, saya pribadi dengan senang hati akan menerimamu tanpa harus mengikuti tes, jarang sekali kami mendapat calon mahasiswa dengan nilai sebagus ini.” Rupanya Bapak itu sedang mengamati nilai ujianku. Apa dia sedang memujiku? Sejujurnya aku tidak terkejut ataupun harus terbuai dengan pujiannya, aku sibuk mengisi formulir. Ini bukan kali pertama aku mendengar kalimat yang sama. Para Guru dan teman – temanku juga pernah menyarankan agar aku kuliah di luar kota atau setidaknya mengambil behasiswa yang sudah di sediakan dari beberapa Yayasan atau Universitas ternama. Setelah aku dinyatakan lulus SMA. Ada beberapa kerabat yang menawariku untuk melanjutkan pendidikan di Universitas yang mereka inginkan, dan salah satu dari kerabat itu adalah Pa
Berbeda dengan peserta lainnya, yang punya segala apapun yang mereka inginkan. Dan itu bisa terlihat dari raut wajah mereka yang masih semangat untuk kembali mengikuti kelas Bimbel__tak ada tampang susah disana. Mereka tidak akan merasa kelelahan__ada kendaraan pribadi yang selalu siap memanjakan mereka! Mereka juga tidak akan pernah perduli dengan apa yang di pikirkan oleh orang – orang susah__secara garis besar. Sudah jelas bahwa didikan keluarga orang kaya sangat berbeda jauh dengan keluarga orang miskin, pola hidup mereka sudah diatur sedemikian rupa, semua fasilitas tersedia. Sedangkan orang miskin tidak sedemikian, jangankan mengatur pola hidup, untuk bertahan hidup saja rasanya sudah sangat sulit. Hal itulah yang kadang membuatku merasa tidak pantas berada di sekolah ini! Entah hanya sugesti atau karena status sosial. Awalnya aku tidak begitu mengerti, kenapa pemikiran konyol itu bisa muncul di kepala ku. Tapi setelah setahun, lebih tepatnya sa
"Kenapa ponselku tidak ada Ciang?” Lerry memutus lamunanku__mentapku tajam__teman – teman yang lain juga menatapku dengan tatapan yang sama. Tatapan mereka bisa di tebak dengan jelas, mereka semua sudah terlihat curiga padaku. Dalam hati mereka mungkin sedang bergumam 'Kau yang mencurinya kan?' Ya, wajar saja jika mereka berpikir seperti itu, karena biar bagaimanapun aku adalah orang terkahir yang memegang tasnya Lerry. Tapi apa harus secepat itu mereka mencurigaiku? Eentahalah. Aku sendiri juga pusing memikirkannya. “Kau adalah orang pertama yang membuka ini kan? Bagaimana mungkin ponsel ku bisa hilang?” Dia masih menatapku, raut wajahnya yang sedari tadi terlihat panik kini sudah terlihat menyelidik. “Apa kau sedang menuduku?” Aku mengerutkan kening sambil tersenyum masam. Rasanya terlalu aneh melihat salah satu teman dekatku mencurigaiku seperti ini. “Aku tidak menuduhmu! Tapi hanya kau orang pertama yang membuka ini kan? Dan juga,
Salah satu tempat istrahat favoritku adalah Mushollah, bahkan sejak kejadian itu! Aku sering bolos kelas dan hanya menghabiskan waktu untuk tidur. Meskipun sering di tegur oleh para Guru dan mengancam akan memberikan surat panggilan lagi kepada orang Tuaku__aku tidak perduli sama sekali, aku sudah kebal. “Ciang! Lerry, memanggilmu!" Merasa terganggu dengan suara yg khas itu__aku segera bangkit! Ternyata De’Fretes__jujur saja__aku ingin sekali menampar De'fretes. Setiap kali melihatnya__tanganku sangat gatal__jika saja aku belum terlanjur mengenalnya__pasti sudah ku lakukan__aku masih menghargai mereka karena bagaimanapun mereka adalah teman - temanku__terlepas dari situasi yang saat ini aku alami__mereka semua adalah temanku. Tanpa berbasa basi lagi, aku segera mengikutinya__aku tau kenapa Lerry memanggilku. Bahkan kali ini dia ingin agar aku mengaku dan segera mengganti ponselnya. Hubungan yang tadinya baik – baik saja kini berubah menjadi permusuhan.
Cukup bagus untuk di jadikan tempat nongkrong__aku menurut saja saat melihat orang itu memanggil ku. Awalnya aku tidak mengenal sosok itu, tapi melihat Lerry dan teman – teman yang lain juga berada di sampingnya, bisa kupastikan sosok itulah yang bernama Stelon T. Dan tentu saja aku sudah bisa menebak apa yang akan di bicarakan si Stelon ini__Sang Ketua Geng dari STM kudamati. Dia memintaku masuk kedalam salah satu ruangan__ruangan itu cukul tertutup__terlihat seperti ruangan security. Entah siapa pemilik gedung ini! Sayang sekali jika gedung seluas ini tidak diperhatikan! Lerry dan Teman – teman yang lain menunggu kami di luar__tepatnya di depan pintu__hanya aku dan Stelon yang berada di dalam ruang itu__melihat posisi ku__akhirnya aku sadar__aku sedang di kepung. Tanpa basa basi lagi! Dia langsung masuk ke inti pembicaraan, apalagi yang harus di bicarakan jika bukan soal ponselnya Lerry yang hilang! Dia terlihat begitu yakin menuduhku__memintaku unt
“Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi diantara kalian! Tapi cara kalian yang ingin membuatnya mengaku sudah keterlaluan. Sekalipun tuduhan kalian itu benar, tapi tindakan kalian tidak bisa di benarkan. Tidak seharusnya kalian berbuat sampai sejauh ini. Apa kalian tidak takut jika dia melaporkan kalian ke Polisi! Ini tidak ada bedahnya dengan melakukan tindak kejahatan, hukumannya cukup berat. Apa kalian ingin menghabiskan masa mudah kalian di penjara? Bangunan tua ini berhadapan langsung dengan pangkalan ojek kami. Jelas aku melihat kalian saat memasuki gedung ini. Tadinya aku pikir kalian akan berkumpul untuk merokok seperti kebanyakan anak – anak nakal lainnya! Karena penasaran, aku memutuskan untuk datang melihat kalian dan ternyata aku salah. Oh, iya, jangan panggil aku Om! panggil saja Abang, bisa juga Bang Ojek!” Si Abang Ojek mencoba tersenyum ramah. Entah apa yang ada dipikiran Lerry saat ini, aku tidak tahu! Yang jelas, Stelon terlihat tidak senang dengan kali
Mereka cukup terkejut__bagaimana mungkin itu disebut solusi! Mereka terlihat tidak setuju, aku sendiri juga tidak setuju. Aku meralat pujianku untuknya. Tapi jika di pikir baik - baik, sepertinya tidak ada cara lain__mau tidak mau, solusi konyol itu harus diterima. Hanya itu jalan keluar satu – satunya. Dan karena ide si Abang Ojek itulah aku terpaksa pindah, entah aku harus berterima kasih padanya atau tidak. Ternyata diam – diam mereka bersekongkol__aku tidak sempat menyadarinya__tanpa sepengetahuanku__solusi itu di bebankan padaku. Hanya aku yang memberinya uang setiap hari. Dan Itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku gusar! Aku tidak tahan lagi melihat sikap Lerry dan teman - temannya. 2 minggu setelah peristiwa gedung tua, aku tidak masuk sekolah__aku ingin pindah__aku benar – benar tidak tahan lagi. Aku meminta Ibuku untuk mengurus kepindahanku. Perasaanku bercampur aduk, ingin sekali rasanya menghajar Lerry. Selama 2 minggu terakhir itu, aku
Ternyata yang menjadi masalah utama adalah bukan kepindahanku! tapi uang. Bagaimanpun kondisi itu hampir saja membuatku putus sekolah. Di tambah lagi, aku punya masalah dengan diriku__aku punya ego yang terlalu tinggi. Dengan sedikit keterpaksaan! Ibuku segera mengurus kepindahan ku ke SMA Negeri 11 Ambon. Demi mengurus semua itu, beliau sampai harus menjual emas pemberian dari kakak ku. Bagi orang kaya__1 atau 2 juta adalah sesuatu yang mudah di dapatkan. Tapi bagi keluarga miskin__itu sangat sulit! Keluargaku benar – benar miskin__coba bayangkan! Hanya untuk mengrus kepindahan ku__itu membutuhkan biaya hampir 2 juta, dan Beliau tidak punyak uang sebanyak itu. Penghasilannya setiap hari hanya cukup untuk makan__tak ada simpanan__tak ada rencana ini dan itu__yang ada hanyalah terus mencoba bertahan hidup. Terpaksa beliau harus menjual emas. Aku merasa sedikit bersalah, tapi aku tidak punya pilihan__aku harus pindah. Seiring berjalannya waktu, semuanya