"Kenapa ponselku tidak ada Ciang?” Lerry memutus lamunanku__mentapku tajam__teman – teman yang lain juga menatapku dengan tatapan yang sama.
Tatapan mereka bisa di tebak dengan jelas, mereka semua sudah terlihat curiga padaku.
Dalam hati mereka mungkin sedang bergumam 'Kau yang mencurinya kan?'
Ya, wajar saja jika mereka berpikir seperti itu, karena biar bagaimanapun aku adalah orang terkahir yang memegang tasnya Lerry. Tapi apa harus secepat itu mereka mencurigaiku? Eentahalah. Aku sendiri juga pusing memikirkannya.
“Kau adalah orang pertama yang membuka ini kan? Bagaimana mungkin ponsel ku bisa hilang?” Dia masih menatapku, raut wajahnya yang sedari tadi terlihat panik kini sudah terlihat menyelidik.
“Apa kau sedang menuduku?” Aku mengerutkan kening sambil tersenyum masam. Rasanya terlalu aneh melihat salah satu teman dekatku mencurigaiku seperti ini.
“Aku tidak menuduhmu! Tapi hanya kau orang pertama yang membuka ini kan? Dan juga, tanpa alasan yang jelas, kenapa tiba - tiba kau ingin meminjam ponselku? Apa itu hanya kebetulan? Atau?”
“Hentikan omong kosongmu, Lerry! Kalian juga, berhentilah menatapku seperti itu” Aku memotong kalimatnya. Merosa akan terpojok__aku tidak bisa hanya berdiam diri.
Mendengar ucapanku, teman – teman yang lain segera mengalihkan pandangan mereka, saling berbisik__Entah apa yang sedang di bicarakan. Tapi aku rasa__aku tidak perlu menebaknya__sudah jelas meraka pasti sedang membicarakan diriku.
“Kau bisa saja mencurigaikua! Itu sah – sah saja. Tapi, apa kau tidak mengenalku? Setahun terakhir ini kita selalu bersama – sama, semua orang yang berada disekolah ini juga tau bahwa aku, kau, Waldy, Dedi, Julio, Teo, De'fretes dan teman-teman yang berada di kelas lain dengan kita juga adalah teman dekat. Kita sudah dekat sejak masih berada di kelas 10, dan kita semua berada di kelas yang sama saat berada di kelas 11.”
Suasana menjadi lengang__menyadarih itu__teman – teman yang lain segera membubarkan diri, menuju kelas, mereka sadar mereka tidak ingin terlalu ikut campur dalam masalah ini. Mereka tahu seperti apa dan bagaimana sikapku di saat menghadapi suasana serius seperti ini__kini hanya menyisahkan aku, Lerry, De’fretes dan Waldy.
Lerry bisa saja menuduhku meskipun aku tidak mencuri ponselnya! Alasannya cukup sederhana. Dari semua murid yang ada di SMA Negeri 1 Ambon. Hanya aku satu – satunya yang berasal dari keluarga miskin, paling miskin.
Ayahku tidak punya pekerjaan tetap, hanya sibuk saat pemilu tapi hasilnya tidak pernah terlihat, sedangkan Ibuku hanya pedagang asongan dengan etalase yang ukuran panjangnya tidak lebih dari 30 Cm.
Meraka hanya mampu menyekolahkan diriku sampai ketingkat SD, selebihnya Kakakulah yang membantu membiayai sekolah ku. Aku juga mendapat beasiswa, ada 2 beasiswa yang aku terima.
Yang pertama adalah beasiswa untuk keluarga yang kurang mampu, dan yang satunya lagi karena aku termasuk murid yang pintar__itulah anggapan mereka__padahal aku merasa tidak. Dan yang membuatku hampir tidak percaya adalah Lerry benar – benar menyindir keluargaku yang miskin atas tuduhannya padaku.
“Aku punya usul Lerry! Bagaimana kalau kita pergi ke orang pintar? Biar kita bisa tahu siapa sebenarnya yang mengambil ponselmu?” Diselah - selah ketegangan kami! De’fretes memberikan usul.
“Dimana?" Tanya Lerry yang cukup terkejut mendengar usul dari De'fretes
“Nanti juga kau akan tahu. Gimana! Apa kau setuju dangan usulku?" Jawab De'fertes sambil mengedipkan mata kepada Lerry. Jelas itu adalah isyarat darinya agar aku tidak menguping pembicaraan mereka.
Lerry yang merasa paham akan maksud De'fretes__segera berbalik__mereka berjalan meninggalkan ku sendirian! Dari yang aku lihat, sepertinya Lerry menerima usul De’fretes.
Aku tahu dia akan melakukannya. Yang membuatku tidak mengerti dan merasa bingung adalah kenapa mereka harus kesana? kenapa harus pergi ke orang pintar 'dukun' yang diusulkan De’fretes? Maksudku, kenapa sebagian orang masih percaya dengan hal – hal seperti itu? dimana logika?
***
Hari – hari berikut__terasa sangat berat ku jalani. Kabar hilangnya ponsel Lerry menyebar begitu cepat layaknya kobaran api yang melahap apapun yang menghalanginya. Setelah kabar itu menyebar__teman – teman ku mulai menjauh. Aku sudah bisa menebak siapa yang menyebarkan omong kosong itu! Ya, siapa lagi kalau bukan Lerry.
Dia memang curiga padaku, lebih dari itu dia telah menuduhku, kabar itu membuat ku merasa seperti satu – satunya manusia yang menetap di bumi__tak ada lagi sapa’an, cerita, dan hal – hal yang biasa dilakukan anak SMA pada umumnya.
Aku sendirian__benar – benar tidak menyenangkan. Bel berbunyi__tanda istrahat. Dan seperti biasa__setelah di jauhi oleh teman - temanku__aku selalu menghabiskan waktu untuk tidur. Meskipun waktu istrahat yang berikan hanya 15 menit. Tapi itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku merasa sedikit tenang.
Salah satu tempat istrahat favoritku adalah Mushollah, bahkan sejak kejadian itu! Aku sering bolos kelas dan hanya menghabiskan waktu untuk tidur. Meskipun sering di tegur oleh para Guru dan mengancam akan memberikan surat panggilan lagi kepada orang Tuaku__aku tidak perduli sama sekali, aku sudah kebal. “Ciang! Lerry, memanggilmu!" Merasa terganggu dengan suara yg khas itu__aku segera bangkit! Ternyata De’Fretes__jujur saja__aku ingin sekali menampar De'fretes. Setiap kali melihatnya__tanganku sangat gatal__jika saja aku belum terlanjur mengenalnya__pasti sudah ku lakukan__aku masih menghargai mereka karena bagaimanapun mereka adalah teman - temanku__terlepas dari situasi yang saat ini aku alami__mereka semua adalah temanku. Tanpa berbasa basi lagi, aku segera mengikutinya__aku tau kenapa Lerry memanggilku. Bahkan kali ini dia ingin agar aku mengaku dan segera mengganti ponselnya. Hubungan yang tadinya baik – baik saja kini berubah menjadi permusuhan.
Cukup bagus untuk di jadikan tempat nongkrong__aku menurut saja saat melihat orang itu memanggil ku. Awalnya aku tidak mengenal sosok itu, tapi melihat Lerry dan teman – teman yang lain juga berada di sampingnya, bisa kupastikan sosok itulah yang bernama Stelon T. Dan tentu saja aku sudah bisa menebak apa yang akan di bicarakan si Stelon ini__Sang Ketua Geng dari STM kudamati. Dia memintaku masuk kedalam salah satu ruangan__ruangan itu cukul tertutup__terlihat seperti ruangan security. Entah siapa pemilik gedung ini! Sayang sekali jika gedung seluas ini tidak diperhatikan! Lerry dan Teman – teman yang lain menunggu kami di luar__tepatnya di depan pintu__hanya aku dan Stelon yang berada di dalam ruang itu__melihat posisi ku__akhirnya aku sadar__aku sedang di kepung. Tanpa basa basi lagi! Dia langsung masuk ke inti pembicaraan, apalagi yang harus di bicarakan jika bukan soal ponselnya Lerry yang hilang! Dia terlihat begitu yakin menuduhku__memintaku unt
“Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi diantara kalian! Tapi cara kalian yang ingin membuatnya mengaku sudah keterlaluan. Sekalipun tuduhan kalian itu benar, tapi tindakan kalian tidak bisa di benarkan. Tidak seharusnya kalian berbuat sampai sejauh ini. Apa kalian tidak takut jika dia melaporkan kalian ke Polisi! Ini tidak ada bedahnya dengan melakukan tindak kejahatan, hukumannya cukup berat. Apa kalian ingin menghabiskan masa mudah kalian di penjara? Bangunan tua ini berhadapan langsung dengan pangkalan ojek kami. Jelas aku melihat kalian saat memasuki gedung ini. Tadinya aku pikir kalian akan berkumpul untuk merokok seperti kebanyakan anak – anak nakal lainnya! Karena penasaran, aku memutuskan untuk datang melihat kalian dan ternyata aku salah. Oh, iya, jangan panggil aku Om! panggil saja Abang, bisa juga Bang Ojek!” Si Abang Ojek mencoba tersenyum ramah. Entah apa yang ada dipikiran Lerry saat ini, aku tidak tahu! Yang jelas, Stelon terlihat tidak senang dengan kali
Mereka cukup terkejut__bagaimana mungkin itu disebut solusi! Mereka terlihat tidak setuju, aku sendiri juga tidak setuju. Aku meralat pujianku untuknya. Tapi jika di pikir baik - baik, sepertinya tidak ada cara lain__mau tidak mau, solusi konyol itu harus diterima. Hanya itu jalan keluar satu – satunya. Dan karena ide si Abang Ojek itulah aku terpaksa pindah, entah aku harus berterima kasih padanya atau tidak. Ternyata diam – diam mereka bersekongkol__aku tidak sempat menyadarinya__tanpa sepengetahuanku__solusi itu di bebankan padaku. Hanya aku yang memberinya uang setiap hari. Dan Itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku gusar! Aku tidak tahan lagi melihat sikap Lerry dan teman - temannya. 2 minggu setelah peristiwa gedung tua, aku tidak masuk sekolah__aku ingin pindah__aku benar – benar tidak tahan lagi. Aku meminta Ibuku untuk mengurus kepindahanku. Perasaanku bercampur aduk, ingin sekali rasanya menghajar Lerry. Selama 2 minggu terakhir itu, aku
Ternyata yang menjadi masalah utama adalah bukan kepindahanku! tapi uang. Bagaimanpun kondisi itu hampir saja membuatku putus sekolah. Di tambah lagi, aku punya masalah dengan diriku__aku punya ego yang terlalu tinggi. Dengan sedikit keterpaksaan! Ibuku segera mengurus kepindahan ku ke SMA Negeri 11 Ambon. Demi mengurus semua itu, beliau sampai harus menjual emas pemberian dari kakak ku. Bagi orang kaya__1 atau 2 juta adalah sesuatu yang mudah di dapatkan. Tapi bagi keluarga miskin__itu sangat sulit! Keluargaku benar – benar miskin__coba bayangkan! Hanya untuk mengrus kepindahan ku__itu membutuhkan biaya hampir 2 juta, dan Beliau tidak punyak uang sebanyak itu. Penghasilannya setiap hari hanya cukup untuk makan__tak ada simpanan__tak ada rencana ini dan itu__yang ada hanyalah terus mencoba bertahan hidup. Terpaksa beliau harus menjual emas. Aku merasa sedikit bersalah, tapi aku tidak punya pilihan__aku harus pindah. Seiring berjalannya waktu, semuanya
2. Maafkan Aku Qilla “Apa Kau sudah yakin akan pergi kesana?” tanya Ahmad. “Entahlah, aku belum pastikan apa aku akan pergi atau tidak! Tapi melihat kondisiku yang sekarang, aku tidak bisa terus - terusan berdiam diri di kota ini. Kau sendiri tahukan! Sebulan terakhir ini kerjaanku hanya makan dan tidur. Aku merasa tidak enak denganmu, terutama Ayah dan Ibumu. Keluarga kalian sudah terlalu baik padaku. Aku harap suatu hari nanti aku bisa membalas kebaikan kalian.” Sejak aku memutuskan berhenti kuliah, aku pindah ke rumahnya Ahmad. Tempat yang sangat nyaman untuk menenangkan diri. Letaknya di kebun cengkeh, Jl. Perempatan Batu Merah. Keluarga Ahmad sangat baik padaku. Ahmad adalah salah satu teman yang sudah cukup lama ku kenal. Awal mula perkenalan kami terasa sedikit kaku. Saat itu aku sedang asyik latihan basket bersama teman - temanku. Kebetulan salah satu temanku datang bersama Ahmad__dengan alasan Ahmad ingin ikut latihan bersama kami jika di izinkan. Kami pun setuju, di saat
Beberapah hari kemudian tepatnya di malam hari, aku memutuskan menghubungi Kakak ku. “Hallo!" Sudah lama aku tidak mendengar suara itu, suara yang entah kenapa membuatku merasa bangga menjadi adik kandungnya. Kisah perjalanan hidup yang membuatku kagum sekaligus merasa prihatin padanya, bukan karena aku kasihan, hanya saja semua terlalu rumit bagiku untuk memahami semua yang terjadi, terlalu menyedihkan. Aku masih terlalu mudah untuk memahami pikiran orang dewasa. "Halo Kak, apa kabar?” Andai bisa jujur, setiap berbicara dengannya aku merasa seperti orang yang tidak tahu apa – apa di muka bumi ini, dia selalu unggul dalam segala hal, serba tahu, dan mmmm entahlah. Kadang dia seperti cerminan dari Ayahku. “Baik, kau sendiri gimana? Apa kau baik – baik saja disitu setelah meninggalkan kuliahmu, kalau boleh jujur aku sangat kece__”dia menarik napas dalam - dalam, aku diam saja, aku tahu dia akan mengatakan itu. Aku sudah mendengar semuanya
“Aku ingin datang kesitu.” “H-ha, apa? Apa aku tidak salah dengar? Kau ingin datang kesini? Yang benar saja Ciang! Bagaimana mungkin seorang Ciang yang sangat mencintai kota kelahirannya ingin datang kesini!” Dia terkejut, lebih tepatnya merasa heran atau mmm entahlah. “Aku serius Kak, aku ingin kesitu, aku ingin mencari pekerjaan. Dan lagian aku rasa tidak ada yang bisa kulakukan di kota ini.” Aku mencoba meyakinkannya. Setidaknya__untuk sementara__ “Kau yakin? Aku khawatir kau tidak akan merasa nyaman disini!" “Aku sudah yakin dan aku akan berusaha bertahan selama yang aku bisa” Aku menjawab tanpa keraguan__ sejujurnya dari di lubuk hati, aku tidak siap, tapi aku merasa tidak punya pilihan, aku harus berangkat. “Mmmmmm baiklah kalau begitu, kapan kau kesini?” “Secepatnya Kak” Aku segera mematikan telfon setelah semua obrolanku dengan Kakak ku selesai. Obrolan kami di malam itu berjalan dengan baik. Dia setuju, dia mem