Cukup bagus untuk di jadikan tempat nongkrong__aku menurut saja saat melihat orang itu memanggil ku. Awalnya aku tidak mengenal sosok itu, tapi melihat Lerry dan teman – teman yang lain juga berada di sampingnya, bisa kupastikan sosok itulah yang bernama Stelon T.
Dan tentu saja aku sudah bisa menebak apa yang akan di bicarakan si Stelon ini__Sang Ketua Geng dari STM kudamati.
Dia memintaku masuk kedalam salah satu ruangan__ruangan itu cukul tertutup__terlihat seperti ruangan security. Entah siapa pemilik gedung ini! Sayang sekali jika gedung seluas ini tidak diperhatikan! Lerry dan Teman – teman yang lain menunggu kami di luar__tepatnya di depan pintu__hanya aku dan Stelon yang berada di dalam ruang itu__melihat posisi ku__akhirnya aku sadar__aku sedang di kepung.
Tanpa basa basi lagi! Dia langsung masuk ke inti pembicaraan, apalagi yang harus di bicarakan jika bukan soal ponselnya Lerry yang hilang!
Dia terlihat begitu yakin menuduhku__memintaku untuk segera mengembalikannya__mencoba menekan diriku__seakan - akan dia sedang berada disana saat peristiwa itu terjadi__benar – benar orang yang aneh.
Tentu saja aku menolak tuduhannya mentah - mentah! Meskipun dengan status sebagai ketua geng, sudah pasti dia akan memojokan diriku dan jika aku masih tetap bersikeras, bukan tidak mungkin dia akan menggunakan kekerasan atau lebih parahnya lagi mereka akan mengeroyok ku.
Dan itu benar – benar terjadi. Saat aku sedang menjelaskan semuanya dengan pandangan mengarah ke tempat lain! Tanpa aku sadari, seketika dia melayangkan pukulan di pelipisku bagian kiri__pukulan yang benar - benar cepat__aku tidak sempat menghindar.
Menyadari itu__aku segera mundur beberapa langkah__segera berlari__berusaha keluar dari ruangan itu. Bukan main__Lerry dan teman – teman yang lain langsung menghadangku__mereka mengepungku.
Entah kenapa pemandangan ini membuatku menyadari sesuatu__ternyata status Stelon sebagai ketua geng membuat Lerry dan teman – temannya menjadi berani__selama aku mengenal mereka, baru kali ini mereka terlihat ingin melawanku.
Tatapan mereka penuh dengan dendam__ingin segera menghabisiku__sejujurnya, andai saja saat ini aku ditemani 2 atau 3 orang teman__dengan senang hati aku akan melayani mereka semua__fakta bahwa aku hanya sendiri__bisa di pastikan aku akan babak belur. Aku tidak akan sanggup melawan mereka sendirian__logisnya__modal nyalai saja tidak akan cukup.
Di selah - selah kecemasanku__aku sedang berpikir bagaiman caranya aku bisa kabur dari kepungan mereka__kalau pun terpaksa__aku bisa saja melawan mereka sambil berusaha meloloskan diri, tapi itu sama saja dengan bunuh diri! Belum lagi keberadaan Stelon__seakan memberi mereka dorongan__aku tidak bisa menganggap remah situasi ini.
Melihat kecepatannya__aku sadar jika rumor yang beredar tentang Stelon tidak di buat - buat. Aku pernah mendengar jika tak ada orang yang berani berduel dengannya. Kekuatan dan staminanya sangat bagus__setidaknya itulah yang pernah kudengar dari Lerry__saat hubungan pertemanan kami masih baik - baik saja.
Dan karena masalah ponsel itu, aku harus berurusan dengannya__'Sial! Kenapa aku harus mengalami kejadian seperti ini?' Aku membatin dalam hati.__Lerry benar - benar sudah keterlaluan! Entah apa yang merasuki otaknya sampai harus berbuat sejauh ini.
Stelon segera menyusul__sempurna sudah posisiku__aku terkepung! Aku membalikan tubuh ku__Stelon mengangkat kaki kanannya lurus ke atas__melihat posisi kuda - kudanya yang sempurna__aku merasa tidak akan sanggup menahan tendangan itu. Satu - satunya cara adalah menghindar. Sebelum serangannya benar - benar mengarah padaku__tiba - tiba terdengar suara asing dari jauh__
“Hey! Apa yang kalian lakukan disini? Kenapa kalian belum pulang?” Orang itu segera datang mendekati kami__suaranya membuat Lerry dan teman - temannya terkejut, hanya Stelon yang terlihat santai.
“Mereka semua ingin menghajarku Om” aku langsung molantarkan kalimatku__terlihat seperti penakut untuk alasan tertentu tidaklah masalah bagiku. Di lain waktu aku akan membalas mereka! Aku tidak pernah terima jika ada yang memukulku, siapapun dia pasti akan aku balas.
“Tidak Om, kami hanya ingin membuat dia mengaku!” Lerry langsung mengelak.
“Mengaku apa?” Om itu menyelidik.
“Mengaku jika dialah yang telah mencuri ponselku” jawab Lerry.
“Harus berapa kali aku katakan, Lerry! Aku tidak mencuri ponselmu. Jika aku benar - benar mencurinya! Kenapa aku masih berada disekolah yang sama denganmu? Kenapa aku tidak pindah?”
Stelon yang tidak senang mendengar ucapanku langsung mendeket, dia terlihat ingin melayangkan pukulannya tanpa memperdulikan situasi! Tapi kali ini dia langsung di hadang oleh Om, yang menurutku bagaikan pahlawan di siang bolong.
“Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi diantara kalian! Tapi cara kalian yang ingin membuatnya mengaku sudah keterlaluan. Sekalipun tuduhan kalian itu benar, tapi tindakan kalian tidak bisa di benarkan. Tidak seharusnya kalian berbuat sampai sejauh ini. Apa kalian tidak takut jika dia melaporkan kalian ke Polisi! Ini tidak ada bedahnya dengan melakukan tindak kejahatan, hukumannya cukup berat. Apa kalian ingin menghabiskan masa mudah kalian di penjara? Bangunan tua ini berhadapan langsung dengan pangkalan ojek kami. Jelas aku melihat kalian saat memasuki gedung ini. Tadinya aku pikir kalian akan berkumpul untuk merokok seperti kebanyakan anak – anak nakal lainnya! Karena penasaran, aku memutuskan untuk datang melihat kalian dan ternyata aku salah. Oh, iya, jangan panggil aku Om! panggil saja Abang, bisa juga Bang Ojek!” Si Abang Ojek mencoba tersenyum ramah. Entah apa yang ada dipikiran Lerry saat ini, aku tidak tahu! Yang jelas, Stelon terlihat tidak senang dengan kali
Mereka cukup terkejut__bagaimana mungkin itu disebut solusi! Mereka terlihat tidak setuju, aku sendiri juga tidak setuju. Aku meralat pujianku untuknya. Tapi jika di pikir baik - baik, sepertinya tidak ada cara lain__mau tidak mau, solusi konyol itu harus diterima. Hanya itu jalan keluar satu – satunya. Dan karena ide si Abang Ojek itulah aku terpaksa pindah, entah aku harus berterima kasih padanya atau tidak. Ternyata diam – diam mereka bersekongkol__aku tidak sempat menyadarinya__tanpa sepengetahuanku__solusi itu di bebankan padaku. Hanya aku yang memberinya uang setiap hari. Dan Itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku gusar! Aku tidak tahan lagi melihat sikap Lerry dan teman - temannya. 2 minggu setelah peristiwa gedung tua, aku tidak masuk sekolah__aku ingin pindah__aku benar – benar tidak tahan lagi. Aku meminta Ibuku untuk mengurus kepindahanku. Perasaanku bercampur aduk, ingin sekali rasanya menghajar Lerry. Selama 2 minggu terakhir itu, aku
Ternyata yang menjadi masalah utama adalah bukan kepindahanku! tapi uang. Bagaimanpun kondisi itu hampir saja membuatku putus sekolah. Di tambah lagi, aku punya masalah dengan diriku__aku punya ego yang terlalu tinggi. Dengan sedikit keterpaksaan! Ibuku segera mengurus kepindahan ku ke SMA Negeri 11 Ambon. Demi mengurus semua itu, beliau sampai harus menjual emas pemberian dari kakak ku. Bagi orang kaya__1 atau 2 juta adalah sesuatu yang mudah di dapatkan. Tapi bagi keluarga miskin__itu sangat sulit! Keluargaku benar – benar miskin__coba bayangkan! Hanya untuk mengrus kepindahan ku__itu membutuhkan biaya hampir 2 juta, dan Beliau tidak punyak uang sebanyak itu. Penghasilannya setiap hari hanya cukup untuk makan__tak ada simpanan__tak ada rencana ini dan itu__yang ada hanyalah terus mencoba bertahan hidup. Terpaksa beliau harus menjual emas. Aku merasa sedikit bersalah, tapi aku tidak punya pilihan__aku harus pindah. Seiring berjalannya waktu, semuanya
2. Maafkan Aku Qilla “Apa Kau sudah yakin akan pergi kesana?” tanya Ahmad. “Entahlah, aku belum pastikan apa aku akan pergi atau tidak! Tapi melihat kondisiku yang sekarang, aku tidak bisa terus - terusan berdiam diri di kota ini. Kau sendiri tahukan! Sebulan terakhir ini kerjaanku hanya makan dan tidur. Aku merasa tidak enak denganmu, terutama Ayah dan Ibumu. Keluarga kalian sudah terlalu baik padaku. Aku harap suatu hari nanti aku bisa membalas kebaikan kalian.” Sejak aku memutuskan berhenti kuliah, aku pindah ke rumahnya Ahmad. Tempat yang sangat nyaman untuk menenangkan diri. Letaknya di kebun cengkeh, Jl. Perempatan Batu Merah. Keluarga Ahmad sangat baik padaku. Ahmad adalah salah satu teman yang sudah cukup lama ku kenal. Awal mula perkenalan kami terasa sedikit kaku. Saat itu aku sedang asyik latihan basket bersama teman - temanku. Kebetulan salah satu temanku datang bersama Ahmad__dengan alasan Ahmad ingin ikut latihan bersama kami jika di izinkan. Kami pun setuju, di saat
Beberapah hari kemudian tepatnya di malam hari, aku memutuskan menghubungi Kakak ku. “Hallo!" Sudah lama aku tidak mendengar suara itu, suara yang entah kenapa membuatku merasa bangga menjadi adik kandungnya. Kisah perjalanan hidup yang membuatku kagum sekaligus merasa prihatin padanya, bukan karena aku kasihan, hanya saja semua terlalu rumit bagiku untuk memahami semua yang terjadi, terlalu menyedihkan. Aku masih terlalu mudah untuk memahami pikiran orang dewasa. "Halo Kak, apa kabar?” Andai bisa jujur, setiap berbicara dengannya aku merasa seperti orang yang tidak tahu apa – apa di muka bumi ini, dia selalu unggul dalam segala hal, serba tahu, dan mmmm entahlah. Kadang dia seperti cerminan dari Ayahku. “Baik, kau sendiri gimana? Apa kau baik – baik saja disitu setelah meninggalkan kuliahmu, kalau boleh jujur aku sangat kece__”dia menarik napas dalam - dalam, aku diam saja, aku tahu dia akan mengatakan itu. Aku sudah mendengar semuanya
“Aku ingin datang kesitu.” “H-ha, apa? Apa aku tidak salah dengar? Kau ingin datang kesini? Yang benar saja Ciang! Bagaimana mungkin seorang Ciang yang sangat mencintai kota kelahirannya ingin datang kesini!” Dia terkejut, lebih tepatnya merasa heran atau mmm entahlah. “Aku serius Kak, aku ingin kesitu, aku ingin mencari pekerjaan. Dan lagian aku rasa tidak ada yang bisa kulakukan di kota ini.” Aku mencoba meyakinkannya. Setidaknya__untuk sementara__ “Kau yakin? Aku khawatir kau tidak akan merasa nyaman disini!" “Aku sudah yakin dan aku akan berusaha bertahan selama yang aku bisa” Aku menjawab tanpa keraguan__ sejujurnya dari di lubuk hati, aku tidak siap, tapi aku merasa tidak punya pilihan, aku harus berangkat. “Mmmmmm baiklah kalau begitu, kapan kau kesini?” “Secepatnya Kak” Aku segera mematikan telfon setelah semua obrolanku dengan Kakak ku selesai. Obrolan kami di malam itu berjalan dengan baik. Dia setuju, dia mem
“Hallo,,!!” Suaranya terdengar berat, mungkin karena masih setengah sadar. “Apa aku mengganggu tidurmu?” jelas aku mengganggu tidurnya, ini sudah larut, tapi untuk sebuah hubungan asmara, terlebih jalinan hubungan yang sudah berjalan dua tahun lebih, itu bisa ada sedikit pengecualian. “Tidak kok, tumben telfon jam segini, ada apa yank?” Suaranya masih terdengar berat di telingaku. Apa kalian bisa bayangkan sebesar apakah rasa cintanya padaku? Dalam keadaan setengah sadar, dia masih memanggilku dengan panggilan sayangnya. Aku benar – benar beruntung, lebih dari itu dia juga cantik. “Ada yang ingin ku sampaikan padamu, besok jam 8 malam kita bertemu di tempat biasa.” “Ia, yank” “Baiklah, mat bobo, love you!” "Love you to!" "Tut tut tut.." Tadinya aku ingin mengatakannya secara langsung via telfon, tapi urung, lebih baik jika langsung bertemu, aku rasa itu juga jauh le
“Oh iya, aku lupa!” Dia membuka tas, mengambil sesuatu. Itu adalah toples, ukurun mini. Tas yang dia pakai adalah tas yang biasa di gunakan cewe - cewe pada umumnya. “Ini, ada oleh – oleh dari Kakak ku, dia baru tiba dari belanda siang ini.” Aku membukanya, isinya adalah cokelat. Dia tahu aku sangat menyukai cokelat. Sudah umum bagi dua insan untuk lebih peka, apalagi untuk soal apa saja yang di suka dan yang tidak di sukai. “Makasih ya, salam untuk Kakak mu! Aku juga punya sesuatu untukmu, sekarang tutup matamu”dia menurut, aku segera berdiri dari tempat kami duduk, berlari - lari kecil menuju tempat parkiran, membuka jok motor dan mengambil hadiah yang akan kuberikan padanya. “Sekarang buka matamu” SURPRISE!!! Raut wajahnya terlihat senang saat tahu hadiah yang kuberikan adalah buku yang selama ini dia tunggu. Matanya sampai bekaca – kaca karena bahagia. Sebelum bertemu, aku menyempatkan diri untuk membelikan buku, sebagai hadiah sebelum aku berangkat. Gara – gara buku itu, mala