Note : Tanpa bermaksud menyinggung siapapun. Isi dari konfersi pers murni karangan dari Author 🙏 Mohon dukung dan ikuti terus kisah ini sampai Tamat ya Teman - Teman. Terima kasih.
Alhamdulillah setibanya di Ambon, beliau langsung di bantu oleh Ayahnya Ahmad. Rumah pengungsi yang di janjikan pemerintah benar – benar dibangun, dengan ukuran 2×3m per unit. Sebagian orang mungkin akan bertanya – tanya mengapa rumah pengungsi yang dibangun terlalu kecil! Apa jadinya bila satu kepala keluarga berjumlah 4 atau 5 orang atau bahkan lebih. Karena ukurannya yang terbilang kecil, ada sebagian warga yang memilih untuk mencari tempat tinggal di tempat lain. Entah itu dengan mengontrak rumah atau hanya sekedar mencari kerabat dekat. Meskipun terbilang kecil setidaknya ada hunian, bukan! Kebetulan saat itu Ayahnya Ahmad adalah kepala RT di komplek pengungsian. Ibuku diberikan satu unit. Biar bagaimanapun, Ibuku adalah korban dari kerusuhan kota Ambon dan sudah seharusnya beliau mendapatkan bagiannya. *** Setelah Ibu menjelaskan keadaan kami. Alahamdulillah pamanku tidak keberatan, toh juga si Adit hanya mampir. Beliau meminta agar Ibuku tidak perlu repot – repot mengurus si
1.Terputusnya Jembatan Impian Pukul 11 siang, aku harus bersiap-siap ke kampus, ini adalah hari pertama bertatap muka langsung dengan Dosen. Aku adalah mahasiswa baru di salah satu kampus swasta. Setelah melewati serangkain tes tertulis disusul menyelesaikan administrasi__bagi yang lulus tes tertulis__dan dilanjutkan dengan tahap terkahir yaitu masa orientasi ( OSPEK ). Tahun ajaran baru dimulai, resmi sudah aku menjadi mahasiswa. Sayangnya aku tidak mampu bertahan. Menjadi mahasiswa sudah pasti membuat siapa saja semakin dekat dengan impiannya, itulah kalimat yang pernah kudengar dari seseorang yang tentunya ungkapan itu bertolak belakang dengan mereka yang tidak pernah mengenyam pendidikan karena realita yang ada justru berkata lain, dan faktanya mereka yang tidak pernah mencicipi bangku pendidikan mampu meraih impian tanpa harus berdasi. Jika hanya diuraikan dalam rangkain kata mungkin terlihat mudah, tapi percayalah tidak sesederhana itu. Coba saja bertanya kepada tetangga kalia
"Nilaimu terlalu bagus untuk masuk Unidar. Apa kau tidak berminat untuk mendaftar di Unpatti? Atau di salah satu kampus yang bisa menunjang prestasimu! Sayang sekali jika nilai sebagus ini hanya menghabiskan waktu di kampus swasta! Tapi diluar dari itu, saya pribadi dengan senang hati akan menerimamu tanpa harus mengikuti tes, jarang sekali kami mendapat calon mahasiswa dengan nilai sebagus ini.” Rupanya Bapak itu sedang mengamati nilai ujianku. Apa dia sedang memujiku? Sejujurnya aku tidak terkejut ataupun harus terbuai dengan pujiannya, aku sibuk mengisi formulir. Ini bukan kali pertama aku mendengar kalimat yang sama. Para Guru dan teman – temanku juga pernah menyarankan agar aku kuliah di luar kota atau setidaknya mengambil behasiswa yang sudah di sediakan dari beberapa Yayasan atau Universitas ternama. Setelah aku dinyatakan lulus SMA. Ada beberapa kerabat yang menawariku untuk melanjutkan pendidikan di Universitas yang mereka inginkan, dan salah satu dari kerabat itu adalah Pa
Berbeda dengan peserta lainnya, yang punya segala apapun yang mereka inginkan. Dan itu bisa terlihat dari raut wajah mereka yang masih semangat untuk kembali mengikuti kelas Bimbel__tak ada tampang susah disana. Mereka tidak akan merasa kelelahan__ada kendaraan pribadi yang selalu siap memanjakan mereka! Mereka juga tidak akan pernah perduli dengan apa yang di pikirkan oleh orang – orang susah__secara garis besar. Sudah jelas bahwa didikan keluarga orang kaya sangat berbeda jauh dengan keluarga orang miskin, pola hidup mereka sudah diatur sedemikian rupa, semua fasilitas tersedia. Sedangkan orang miskin tidak sedemikian, jangankan mengatur pola hidup, untuk bertahan hidup saja rasanya sudah sangat sulit. Hal itulah yang kadang membuatku merasa tidak pantas berada di sekolah ini! Entah hanya sugesti atau karena status sosial. Awalnya aku tidak begitu mengerti, kenapa pemikiran konyol itu bisa muncul di kepala ku. Tapi setelah setahun, lebih tepatnya sa
"Kenapa ponselku tidak ada Ciang?” Lerry memutus lamunanku__mentapku tajam__teman – teman yang lain juga menatapku dengan tatapan yang sama. Tatapan mereka bisa di tebak dengan jelas, mereka semua sudah terlihat curiga padaku. Dalam hati mereka mungkin sedang bergumam 'Kau yang mencurinya kan?' Ya, wajar saja jika mereka berpikir seperti itu, karena biar bagaimanapun aku adalah orang terkahir yang memegang tasnya Lerry. Tapi apa harus secepat itu mereka mencurigaiku? Eentahalah. Aku sendiri juga pusing memikirkannya. “Kau adalah orang pertama yang membuka ini kan? Bagaimana mungkin ponsel ku bisa hilang?” Dia masih menatapku, raut wajahnya yang sedari tadi terlihat panik kini sudah terlihat menyelidik. “Apa kau sedang menuduku?” Aku mengerutkan kening sambil tersenyum masam. Rasanya terlalu aneh melihat salah satu teman dekatku mencurigaiku seperti ini. “Aku tidak menuduhmu! Tapi hanya kau orang pertama yang membuka ini kan? Dan juga,
Salah satu tempat istrahat favoritku adalah Mushollah, bahkan sejak kejadian itu! Aku sering bolos kelas dan hanya menghabiskan waktu untuk tidur. Meskipun sering di tegur oleh para Guru dan mengancam akan memberikan surat panggilan lagi kepada orang Tuaku__aku tidak perduli sama sekali, aku sudah kebal. “Ciang! Lerry, memanggilmu!" Merasa terganggu dengan suara yg khas itu__aku segera bangkit! Ternyata De’Fretes__jujur saja__aku ingin sekali menampar De'fretes. Setiap kali melihatnya__tanganku sangat gatal__jika saja aku belum terlanjur mengenalnya__pasti sudah ku lakukan__aku masih menghargai mereka karena bagaimanapun mereka adalah teman - temanku__terlepas dari situasi yang saat ini aku alami__mereka semua adalah temanku. Tanpa berbasa basi lagi, aku segera mengikutinya__aku tau kenapa Lerry memanggilku. Bahkan kali ini dia ingin agar aku mengaku dan segera mengganti ponselnya. Hubungan yang tadinya baik – baik saja kini berubah menjadi permusuhan.
Cukup bagus untuk di jadikan tempat nongkrong__aku menurut saja saat melihat orang itu memanggil ku. Awalnya aku tidak mengenal sosok itu, tapi melihat Lerry dan teman – teman yang lain juga berada di sampingnya, bisa kupastikan sosok itulah yang bernama Stelon T. Dan tentu saja aku sudah bisa menebak apa yang akan di bicarakan si Stelon ini__Sang Ketua Geng dari STM kudamati. Dia memintaku masuk kedalam salah satu ruangan__ruangan itu cukul tertutup__terlihat seperti ruangan security. Entah siapa pemilik gedung ini! Sayang sekali jika gedung seluas ini tidak diperhatikan! Lerry dan Teman – teman yang lain menunggu kami di luar__tepatnya di depan pintu__hanya aku dan Stelon yang berada di dalam ruang itu__melihat posisi ku__akhirnya aku sadar__aku sedang di kepung. Tanpa basa basi lagi! Dia langsung masuk ke inti pembicaraan, apalagi yang harus di bicarakan jika bukan soal ponselnya Lerry yang hilang! Dia terlihat begitu yakin menuduhku__memintaku unt
“Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi diantara kalian! Tapi cara kalian yang ingin membuatnya mengaku sudah keterlaluan. Sekalipun tuduhan kalian itu benar, tapi tindakan kalian tidak bisa di benarkan. Tidak seharusnya kalian berbuat sampai sejauh ini. Apa kalian tidak takut jika dia melaporkan kalian ke Polisi! Ini tidak ada bedahnya dengan melakukan tindak kejahatan, hukumannya cukup berat. Apa kalian ingin menghabiskan masa mudah kalian di penjara? Bangunan tua ini berhadapan langsung dengan pangkalan ojek kami. Jelas aku melihat kalian saat memasuki gedung ini. Tadinya aku pikir kalian akan berkumpul untuk merokok seperti kebanyakan anak – anak nakal lainnya! Karena penasaran, aku memutuskan untuk datang melihat kalian dan ternyata aku salah. Oh, iya, jangan panggil aku Om! panggil saja Abang, bisa juga Bang Ojek!” Si Abang Ojek mencoba tersenyum ramah. Entah apa yang ada dipikiran Lerry saat ini, aku tidak tahu! Yang jelas, Stelon terlihat tidak senang dengan kali