“Hallo,,!!” Suaranya terdengar berat, mungkin karena masih setengah sadar.
“Apa aku mengganggu tidurmu?” jelas aku mengganggu tidurnya, ini sudah larut, tapi untuk sebuah hubungan asmara, terlebih jalinan hubungan yang sudah berjalan dua tahun lebih, itu bisa ada sedikit pengecualian.
“Tidak kok, tumben telfon jam segini, ada apa yank?” Suaranya masih terdengar berat di telingaku. Apa kalian bisa bayangkan sebesar apakah rasa cintanya padaku? Dalam keadaan setengah sadar, dia masih memanggilku dengan panggilan sayangnya. Aku benar – benar beruntung, lebih dari itu dia juga cantik.
“Ada yang ingin ku sampaikan padamu, besok jam 8 malam kita bertemu di tempat biasa.”
“Ia, yank”
“Baiklah, mat bobo, love you!”
"Love you to!"
"Tut tut tut.."
Tadinya aku ingin mengatakannya secara langsung via telfon, tapi urung, lebih baik jika langsung bertemu, aku rasa itu juga jauh lebih baik.
Namanya Qilla, Ambon tulen. Aku mengenalnya melalui salah satu platform sosial media. Awalnya aku hanya iseng ingin mengenal dan barang kali saja kalau beruntung kami bisa menjalin hubungan, tapi seiring berjalannya waktu, kami benar - benar memutuskan untuk menjalin hubungan dengan serius, semaunya terjadi begitu saja dengan cepat.3 bulan lagi hubungan kami memasuki tahun ketiga. Kedua Orang Tua kami juga sudah mengetahui hubungan ini, aku sering berkunjung kerumahnya, begitu juga dengan dia. Pernah suatu hari dia melakukan hal yang tidak pernah terbayangkan olehku.
Dengan penuh percaya diri, dia memberanikan diri untuk menemani Ibuku berjualan di trotowar, tepatnya Jl A. Y. Patty. Salah satu tempat yang cukup ramai. Dia tidak merasa malu sedikitpun, tidak ada rasa gengsi, minder atau apalah sebutannya.
Aku tidak tahu makhluk apa yang merasuki dirinya sampai berani melakukan hal yang justru akan membuat dirinya terlihat rendah di mata orang - orang yang melihat. Apa dia lupa jika Kehidupan di kota ini serba gengsi, tapi yang aku lihat, itu tidak membuatnya terganggu, sangat jauh berbeda dengan mantan – mantanku sebelumnya, yang hanya ingin pacaran untuk bersenang – senang.
Dia tidak seperti itu, bahkan dia pernah bilang siap hidup susah andai nanti suatu hari nasib buruk menimpahku. Aku tidak tahu apa kalimat itu didasari dengan logika atau hanya karena rasa cintanya yang terlalu besar.
Aku tidak ragu dengan cintanya, tapi melihat umurnya yang masih terlalu mudah untuk membicarakan masalah kehidupan dimasa yang akan datang, aku rasa itu terlalu buru – buru. Aku rasa kehidupan tidak sesederhana kata - kata yang hanya terucap di mulut.
Apa saja bisa terjadi. Tidak ada yang tahu. Statusnya juga masih anak sekolahan ( SMA ). Tahun ini adalah tahun terakhir baginya mengenakan seragam abu – abu.
Keesokan harinya, tepatnya jam 8 malam kami bertemu. Tempat kami bertemu malam ini adalah tempat dimana pertama kali kami bertemu yaitu Lapangan Merdeka. Jika ada hal penting yang ingin dibicarakan, maka Lapangan Merdeka adalah tempatnya. Meskipun disebut Lapangan Merdeka, aku lebih suka menyebutnya Taman.
Pukul 8 malam aku menuju taman, dia sudah berada disana saat aku tiba. Dia tersenyum melihatku. Aku segera menghampirinya.“Maaf, aku terlambat”
“Tidak apa – apa yank, aku juga baru tiba kok” dia tersenyum padaku.
Ya Tuhan, aku akan merindukan senyum manis ini.“Kita duduk disitu saja ya” telunjuknya mengarah ke salah satu bangku yang berhadapan langsung dengan air pancuran. Aku tersenyum, tidak keberatan.
Mohon dukungannya😊🙏
“Oh iya, aku lupa!” Dia membuka tas, mengambil sesuatu. Itu adalah toples, ukurun mini. Tas yang dia pakai adalah tas yang biasa di gunakan cewe - cewe pada umumnya. “Ini, ada oleh – oleh dari Kakak ku, dia baru tiba dari belanda siang ini.” Aku membukanya, isinya adalah cokelat. Dia tahu aku sangat menyukai cokelat. Sudah umum bagi dua insan untuk lebih peka, apalagi untuk soal apa saja yang di suka dan yang tidak di sukai. “Makasih ya, salam untuk Kakak mu! Aku juga punya sesuatu untukmu, sekarang tutup matamu”dia menurut, aku segera berdiri dari tempat kami duduk, berlari - lari kecil menuju tempat parkiran, membuka jok motor dan mengambil hadiah yang akan kuberikan padanya. “Sekarang buka matamu” SURPRISE!!! Raut wajahnya terlihat senang saat tahu hadiah yang kuberikan adalah buku yang selama ini dia tunggu. Matanya sampai bekaca – kaca karena bahagia. Sebelum bertemu, aku menyempatkan diri untuk membelikan buku, sebagai hadiah sebelum aku berangkat. Gara – gara buku itu, mala
3. Sentani, Jayapura “...Bangun! Ciang, hari ini aku harus menang. Aku tidak akan membiarkan si Umar brengsek itu mendahului kita lagi kali ini.”Fahri berusaha membangunkanku dari tidur. “Ayo Ciang, bangun!” dia menarik selimut, menggoyang – goyang tubuhku, dengan rasa ngantuk yang masih berat, aku mengucak mataku, segera melirik jam. “Damn it,,! Kau sudah gila Fahri, ini jam berapa?” mataku terbelalak melihat jarum jam, bagaimana mungkin kami ke pasar jam segini. Jam 5 pagi, ini gila. Pembeli mana yang mau belanja. Aku ingin melanjutkan tidurku. “Kau harus menemaniku Ciang, ayolah!” dia berusaha kembali membangunkanku. Memaksa menopangku untuk berdiri. Ini gila. Aku ber_huft. Ini tidak masuk akal. Sebenarnya aku bisa melanjutkan tidurku, tapi urung. Fahri adalah teman terbaik sejak
Hari ini Umar kalah dalam pertarungan adu cepat buka kios dengan Fahri, otomatis dia harus membayar makanan kami berdua, sebenarnya aku dan Juli tidak ada kaitannya dengan rivalitas mereka. Tapi semenjak kedatanganku, Fahri memilihku sebagai partnernya dan Umar memilih Juli. “Assalamualaikum Seli,,! Baru pulang dari kampus ya?” wajah Umar memerah__ entah kenapa, mendengar Umar menyapa seseorang di kios sebelah, tiba–tiba saja Juli dan Fahri bersikap cool__naluri kelaki-lakian mereka ingin terlihat keren. Selama sebulan terakhir baru kali ini aku melihat perubahan itu, aku tidak sempat memikirkannya, aku asyik menyantap makan siangku. Lagi pula bukan urusanku untuk memikirkan itu. Aku segera menghabiskan jatah makananku, meninggalkan mereka, aku harus cepat–cepat, hari ini aku belum dapat pembeli, hanya satu dua orang calon pembeli yang mampir, sekedar bertanya, jualanku belum ada yang laku. “Eh, aku duluan ya!” aku segera berjalan meninggalkan kios makanan, sepertinya mereka bertig
Sudah sebulan aku berada disini, tepatnya di kabupaten Sentani, kota Jayapura. Bertemu orang – orang baru, teman baru__terasa seperti dunia baru bagiku. Aku harus beradaptasi dengan lingkungan disini__apapun keadaannya. Sejujurnya aku belum terlalu nyaman dengan tempat ini. Aku juga belum tau apa yang menjadi penyebabnya__bisa juga mungkin karena sebelumnya aku tidak pernah keluar kota. Kalaupun pernah, tidak lebih dari sekedar liburan. Sambil memikirkan itu aku belum terlalu yakin apa aku bisa bertahan__ Sebelum aku berangkat, Kakak ku sudah berjanji akan membantuku agar bisa bekerja di Bandara, dan itu cukup membuatku senang__entalah. Sudah sebulan berlalu sejak aku tiba disini, belum ada kejelasan yang pasti. Terakhir, satu minggu yang lalu aku sempat bertanya soal bantuan yang dia tawarkan, dan dia hanya menjawab dengan basa basi seakan itu tidak terlalu penting__hanya soal waktu aku akan segera menyadari semua gambaran di lingkungan ini. *** Tiga hari setelah aku tiba di kota
"Iya, Kak! Aku rasa tidak ada kecocokan lagi di antara kami! Jadi sebaiknya kami akhiri saja sebelum hubungan ini terlalu jauh." Jawab Elsa. Sebenarnya, andai saja aku tidak meningat bahwa dia pernah menolongku__dalam artian bukan secara pribadi__ aku ingin sekali bertanya dengan nada acuh tak acuh 'LAH! TERUS, URUSANNYA SAMA AKU ITU APA?' Aku merasa ini hanya buang - buang waktu. "Oh, gitu...! Ya, terserah kalian berdua saja! Selama tidak saling menyinggung, aku rasa kedepannya pasti baik - baik saja. Lagi pula kau masih mudah, sebaiknya kau fokus belajar, hanya tersisa beberapa bulan lagi kalian akan ujian Nasional kan! Persiapkan saja dirimu supaya bisa lanjut ke perguruan tinggi!" Sial! Kenapa aku jadi menasehatinya?! Aku segera mengumpat diriku. Jika aku tidak salah menebaknya, saat ini Elsa dan Qilla berada di tahun ketiga__bangku SMA. Tapi, aku bisa melihat ada perbedaan yang cukup mencolok di antara mereka berdua. Cara berpikir Qilla agak lebih matang dari Elsa. Aku bisa me
Setelah selesai memesan beberapa menu, kami berempat segera duduk. Sambil menunggu Bapak Aco menyiapkan hidangan, aku segera mengambil ponsel dari saku celanaku__menghidupkannya kembali__Aku ingin memgirim beberapa lagu Kpop untuk si Juli. Ting,,, ting,,, ting,,,ting,,,ting,,,!! Belum semenit ponselku menyalah__aku di serbu dengan beberapa notifikasi pesan singkat. Aku segera membuka aplikasi SMS. 'Nomor ini!!' Aku bergumam dalam hati. Aku beralih mengecek panggilan masuk__benar! Nomornya terlihat sama dengan yang menelfonku beberapa jam yang lalu__ ya, Elsa. Aku beralih lagi__segera membaca beberapa pesan singkat yang dia kirim padaku. "Kak, Ciang! Kok di matiin?" "Kak, Ciang? Balas donk Kak!" "Kak, Ciang! Kakak marah ya sama aku? Aku minta maaf, Kak kalau ada kata - kataku yang menyinggung, Kakak!" 'Omong kosong apa lagi yang Elsa katakan! Tidak ada kata - katanya yang membuatku merasa tersinggung! Itu hanya percakapan singkat__bahkan bisa di bilang, harusnya aku yang meminta
Aku tidak habis pikir bagaimana mungkin dia begitu berani mengatakan itu__bagaimana jika Qilla tau soal ini? Lagi pula, seharusnya dia sadar bahwa aku sudah cukup lama menjalin hubungan bersama Qilla__meskipun aku tidak pernah cerita soal itu__terlalu naif rasanya jika Elsa tidak mengetahui hubunganku dengan Qilla! Elsa terlalu nekat! Aku tidak mengerti mengapa dia begitu berani! Mungkin sebagian besar para cowo di luar sana akan merasa bangga jika ada gadis yang berani menyampaikan isi hatinya! Namun, bagiku itu tidak senyaman yang di bayangkan__lagi pula sudah ada Qilla di hatiku. Pikiranku tidak bisa mencernah pengakuan Elsa! Bagaimana... Bagaimana mungkin? Ya, aku tau! Revolusi Emansipasi wanita memang sedang menjadi topik hangat di beberapa stasiun TV! Budaya baru yang sedang gencar - gencarnya itu tak henti - hentinya untuk terus mensosialisasikan gagasan mereka ke berbagai negara__mereka sedang berupaya untuk adanya kesetaraan sosial antara wanita dan pria__ya
Malam terkahir kami bertemu, semuanya terlihat baik - baik saja. Meskipun di malam itu dia terlihat sangat sedih! Aku rasa bukan itu masalahnya! Aku tidak merasakan ataupun melihat ada yang ganjal. Segalanya terlihat normal. Aku sempat berpikir untuk menghubungi Ibunya, Tapi urung! Setelah memikirkannya kembali, aku rasa itu tidak perlu. Menyadari aku sedang berada dimana!! Aku segera beranjak dari kasur__segera mandi. Andai saja aku punya teman yang bisa di ajak ngobrol dengan nyaman! Ingin sekali rasanya meluapkan isi hatiku__bercerita soal hubunganku dengan Qilla__bagaimanpun aku juga punya hati Fahri? Umar? Atau bahkan Juli? Aku rasa itu tidak perlu! Bukan karena aku tidak mempercayai mereka apalagi harus merasa tidak nyaman. Mereka adalah teman - teman ku disini__selain karena itu juga, melihat mereka yang terlalu asyik dengan dunianya masing - masing! Aku memang tidak berniat untuk melakukannya.