Hati Karina tidak tergerak oleh alasan ini. Dia menatap Rafael dengan curiga, "Hanya karena alasan ini?""Apakah alasan ini nggak cukup? Aku marah kamu bersama dengan Neo karena kamu dulu pernah menyukainya, sedangkan Zayn, perilakumu terhadapnya sangat buruk." Setelah mengatakan ini, Rafael terdiam sejenak, lalu menyeringai dan lanjut berkata, "Apa kamu nggak merasa akan lebih menyakitkan bagi pria seperti Zayn nggak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya?""...."'Orang ini sungguh jahat ....'Sekali lagi, Karina menyadari bahwa dirinya akan mati mengenaskan jika menyinggung Rafael.Karina tertawa datar dan berkata, "Aku nggak menyangka kamu begitu jahat hingga akan menyiksa temanmu sendiri."Mendengar ini, Rafael mencubit pipi Karina dengan kesal dan menggerutu, "Kenapa kamu mengatai suamimu ini sejahat itu? Itu bukan jahat, tapi hanya peringatan kecil agar dia mundur.""Hehe, trik kecil, benar, hanya trik kecil," ujar Karina tersenyum sambil melepaskan pipinya dari cengkeraman Raf
Karina seketika kehilangan kata-kata saat mendengar ucapan Rafael itu.'Kenapa mulai menyerangku lagi?'Karina terlihat tidak puas dan berkata, "Aku sangat serius di kelas. Meskipun nggak mungkin nggak pernah melamun sama sekali, nggak ada yang bisa mengalahkan daya konsentrasiku."Mendengar itu malah membuat Rafael makin kesal. Rafael mencubit hidung Karina sebagai pembalasannya dan bertanya dengan kesal, "Jadi maksudmu, kamu sering melamun saat bersamaku? Karina, kamu ini!"Karina merasa dirinya sudah salah bicara.Karina tersenyum canggung dan berkata, "Bukan begitu! Aku hanya sesekali ... melamun, kamu jangan berpikir terlalu jauh ....""Hmph."Ekspresi Rafael masih sangat masam. Melihat ini, Karina pun bersikap manja dan menyanjung, "Aku janji, sebisa mungkin ke depannya nggak akan sering melamun lagi, oke?""Masih ada ke depannya?" Rafael memelototi Karina dengan marah."Nggak, nggak, ... aku nggak akan melamun lagi di depanmu. Aku janji!" Karina dengan cepat mengubah kata-katany
Pada akhirnya, Karina setengah dipaksa oleh Rafael dan masuk ke kamar mandi. Baginya, ini mandi paling memalukan sejak dia lahir.Karina yakin orang yang mendapat ide melakukan hubungan intim saat mandi pasti orang yang sangat tidak senonoh!Setelah mandi, Karina merasa sekujur tubuhnya tidak nyaman.Karena detak jantungnya berdebar kencang sepanjang waktu dan dia seperti dikukus oleh uap panas, seluruh tubuhnya semerah udang yang telah matang. Wajahnya sangat merah bagaikan tomat dan dia tidak berani menatap wajah Rafael.Karina duduk di tepi ranjang, menunjukkan ekspresi menyedihkan.Sementara Rafael membantu menyeka rambut Karina dengan hati-hati. Ketika sudah cukup kering, dia melemparkan handuk itu ke nakas, lalu duduk di sebelah Karina dan memeluk seluruh tubuhnya. Aroma sabun di tubuh dua orang itu sama. Suasana terasa sangat ambigu."Bukan pertama kali aku melihatmu, apa kamu perlu merasa malu seperti ini?" Rafael mencium daun telinga Karina yang lembut dan terus bergerak ke ba
Karina masih merasa kesal karena tidak bisa menghadiri pertemuan penelitian ilmiah itu dan Nella sekarang mengungkit-ungkitnya. Dia memiliki temperamen yang buruk dan sudah tidak bisa menahan diri lagi. "Nella, apa pamer seperti ini menarik bagimu?" tanya dengan marah."Heh, kamu akhirnya menunjukkan sifat aslimu ya?" cibir Nella. Dengan dagu terangkat, Nella menatap dengan sinis dan berkata, "Karina, semua orang selalu menuruti kemauanku, hanya kamu yang berani menyinggungku. Kuberi tahu saja, orang yang berani melawanku pasti akan berakhir sengsara!"Darah di sekujur tubuh Karina seakan-akan mendidih. Gelombang amarah menumpuk di dadanya.Sorot matanya sedingin dan setajam tombak es. Ekspresi yang mengintimidasi itu membuat Nella kaget dan refleks mundur selangkah.Namun, Nella merasa bahwa dirinya tidak perlu takut pada Karina sama sekali. Dia kembali maju selangkah dan berkata dengan kesal, "Karina, beraninya kamu menatapku seperti itu! Jangan coba-coba membuatku marah, atau aku ak
Nella menatap ponselnya dengan sangat marah, lalu melemparkan setumpuk dokumen di tangannya ke tanah dan menginjaknya berkali-kali. Dia menatap ke arah tempat Karina pergi, menggertakkan giginya dan menggeram, "Karina!"Karina mengetahui bahwa dirinya masuk kembali ke daftar peserta itu setelah mendapat kabar tentang Grup Stalin telah menyumbangkan dua gedung laboratorium kepada Universitas Standela.Di ruang laboratorium."Astaga, Grup Stalin benar-benar kaya. Berapa biaya yang diperlukan untuk membangun dua gedung laboratorium? Ditambah dengan peralatan dan lainnya, 20 miliar? 40 miliar?" komentar Safira yang terkagum-kagum."Oh, aku nggak tahu ..." ujar Karina secara refleks.Safira sebenarnya juga tidak mengharapkan jawaban karena dia hanya bergumam pada diri sendiri. "Kudengar, CEO Grup Stalin, Rafael Stalin, masih sangat muda. Ckckck, alangkah baiknya aku bisa bertemu dengannya," lanjut Safira."Oh, ya ...."Karina terus melamun setelah mengetahui dua berita itu. Dia tidak memper
Karina tahu bahwa Rafael melakukan semua ini demi kebaikannya. Rafael mungkin mendengar apa yang terjadi pada dirinya entah dari mana, lalu menghabiskan banyak uang untuk "membeli" kesempatan menghadiri pertemuan itu.Akan tetapi, apa gunanya menghadiri pertemuan penelitian ilmiah tersebut dengan cara seperti ini?Hanya karena Nella memperoleh kesempatan dengan cara tidak adil, dia pun menirunya. Ini bukan yang diinginkan Karina. Yang salah tetaplah salah. Tidak seharusnya melakukan kesalahan yang sama hanya karena orang lain sudah melakukannya terlebih dahulu.Namun, tidak mudah untuk meyakinkan Rafael. Dia tadi terlihat jelas sedang marah.'Kenapa situasi menjadi seperti ini?'Karina mengusap pelipisnya dengan kesal.Karina hendak pergi ke perusahaan Rafael, tetapi dia mendapati ada pesan dari Safira masuk. Isinya adalah memintanya untuk datang ke gerbang belakang kampus karena ada urusan mendesak."Safira ini, apa yang kamu lakukan di gerbang belakang kampus?"Karina merasa heran un
"Dia masih di dalam?" Nella bertanya pada orang yang menjaga di luar gudang.Raut wajah Nella terlihat sangat masam. Dia awalnya ingin ayahnya turun tangan, meminta para pemimpin kampus memasukkannya kembali ke daftar peserta, tetapi dia malah dimarahi oleh ayahnya. Nella pun merasa kesal dan keduanya bertengkar hebat.Nella yang selalu dimanja bagaimana mungkin bisa menerima dirinya dimarahi. Dia langsung pergi dari rumah untuk mencari "pelaku" dan melampiaskan amarahnya."Kak Nella, dia masih di dalam," ujar Pemuda dengan rambut yang diwarnai kuning kepada Nella sambil tersenyum.Nella mengiakan dengan ekspresi muram, lalu membuka pintu gudang dan berjalan masuk.Karina menundukkan kepalanya dan menutup matanya untuk mengistirahatkan diri. Ketika mendengar pintu terbuka, dia perlahan membuka matanya dan melihat Nella berjalan ke arahnya dengan ekspresi masam.Nella dengan kasar melepas selotip yang menutupi mulut Karina.Karina mengerutkan kening, tetapi masih menahan rasa sakit itu
Setelah mengatakan itu, dia berteriak ke arah pintu, "Wisnu, cepat masuk!"Sebelum suaranya sepenuhnya menghilang, pemuda berambut kuning yang menjaga pintu gudang sudah berlari masuk. Dia terkejut melihat wajah Nella yang sangat masam dan bertanya, "Kak Nella, kamu mencariku untuk apa?"Kekejaman muncul di wajah Nella. Dia menatap Karina dengan tajam dan berkata kepada si rambut kuning itu, "Wisnu, menurutmu, bagaimana wajah wanita ini?""Ah?"Pemuda bernama Wisnu refleks melirik ke wajah Karina. Meskipun salah satu pipinya merah dan sedikit bengkak, itu tidak menghalangi kecantikan wajahnya yang sempurna.Wisnu juga pernah melihat wanita cantik, tetapi ini pertama kalinya dia melihat wanita yang memiliki kecantikan sempurna seperti Karina ini.Dia tanpa sadar menelan ludahnya, lalu menatap Nella sambil menjawab dengan tergagap, "Can ... cantik."Mendengar pengikutnya memuji kecantikan wanita lain di hadapannya, ekspresi Nella makin masam. Dia menatap Wisnu dengan kesal, lalu menunjuk
"Kalian!" teriak Karina.Karina merasa kesal. Dia memandang para wartawan dengan marah, lalu hendak membungkuk untuk mengambil dokumen-dokumen yang berserakan di tanah. Akan tetapi, bagaimana mungkin orang-orang ini peduli? Demi mendapatkan berita utama, mereka semua tidak segan-segan menggunakan cara apa pun.Dokumen yang tercecer di tanah itu sudah diinjak-injak oleh mereka sebelum sempat diambil Karina. "Cukup! Hubunganku dengan Pak Rafael memangnya ada hubungan dengan kalian?" teriak Karina dengan kesal sambil kembali berdiri tegak.Orang-orang itu sudah menghabiskan kesabaran Karina."Nona Karina, apakah Nona marah karena pernyataan kami benar? Apakah Nona benar-benar merayu CEO Grup Stalin demi bisa menjadi bagian dari keluarga kaya raya?""Nggak!" balas Karina dengan cepat."Jika tidak, bisakah Nona mengungkapkan bagaimana Nona dan Pak Rafael bertemu? Apakah Nona merasa bisa menjadi seperti Cinderella?""Benar, Nona Karina, Keluarga Stalin adalah keluarga terkenal. Apakah Nona y
Pada akhirnya yang mendapatkan keuntungan dari keseluruhan kejadian ini adalah Amy.Di dalam mobil.Karina berdebar-debar dan bergumam, "Hubungan kita telah diketahui publik, aku nggak tahu bagaimana reaksi dari pihak kampus ...."Memiliki hubungan dengan Rafael pasti akan menimbulkan sensasi. Karina tahu itu dan dia hanya berharap reaksi orang-orang tidak terlalu berlebihan.Namun, pasti akan menarik banyak perhatian orang terhadapnya.Karina menghela napas, dia merasa tidak ingin pergi ke kampus untuk sementara waktu.Begitu Karina selesai berbicara, Rafael sudah memegang tangannya. Sentuhan hangat itu membuat Karina terkejut. Karina menoleh, menatap Rafael dengan bingung. Terlihat Rafael sedang memandang keluar jendela mobil sambil menopang dagunya, seperti sedang menikmati pemandangan, dan berkata dengan datar, "Apa pun yang terjadi, aku akan selalu berada di sisimu."Wanita mana pun pasti akan tersentuh hatinya mendengar perkataan itu.Sudut mata Karina melengkung. Dia menggeser p
Karina menggeleng, raut wajahnya tampak bimbang. "Nggak, hanya saja ini terlalu mendadak, aku merasa belum siap.""Apa yang perlu kamu takutkan? Bukankah aku ada di depanmu untuk melindungimu? Kamu hanya perlu bersembunyi di belakangku dengan tenang," jawab Rafael dengan sangat santai dan lancar seakan-akan dia telah berlatih berkali-kali.Hati Karina menjadi hangat. Awalnya dia merasa sedikit bimbang, tetapi sekarang semuanya seketika menjadi jelas. Apa pun yang terjadi, bukankah Rafael selalu ada untuknya?Mengapa dirinya harus khawatir berlebihan?Karina pun mengangguk dengan bersemangat, tersenyum manis dan berkata dengan gaya menggemaskan, "Mulai sekarang, aku akan mengandalkanmu."Rafael mengangkat alisnya ketika dia melihat ekspresi antusias Karina dan berkata, "Kalau aku nggak melindungimu, aku harus melindungi siapa?"Mendengar itu, Karina tertawa lebih bahagia.....Setelah itu, atas permintaan keras Rafael, Karina baru bisa keluar dari ruang perawatan khusus di rumah sakit s
"Eh?" Karina mengusap hidungnya, lalu menatap Rafael."Kamu sudah tahu aku sebaik ini, jadi kamu menikah denganku atau nggak?" tanya Rafael sambil memegang dagu Karina, tersenyum lebar.Karina mengangguk mantap dan berkata, "Asalkan kamu mau menikahiku, aku akan menikah denganmu."Rafael benar, jika kamu ingin memakai mahkota, harus siap menanggung bebannya. Rafael telah melakukan begitu banyak hal untuknya, lalu mengapa dirinya tidak menghadapi orang-orang yang datang untuk memprovokasinya demi Rafael?Jika sudah mencintai, mengapa dirinya tidak sanggup menghadapi sedikit kesulitan demi Rafael?Mendengar jawaban yang pasti, Rafael tersenyum lebar, matanya yang hitam penuh arti. "Kamu yakin?"Karina mengangguk tegas. "Aku yakin."Tiba-tiba, Rafael menekan bahu Karina, menghela napas panjang dan berkata, "Sekarang aku merasa lega.""Eh?"Karina tertegun, matanya berkedip-kedip. 'Apa maksudnya?'Ekspresi Rafael tiba-tiba tampak serius, menatap ke arah Karina dan berkata dengan sungguh-su
Dia bilang ingin berjalan bersama dengan Rafael, tetapi tidak dapat melakukan banyak hal untuk Rafael dan ini membuatnya merasa sangat tidak berdaya.Karina menghela napas, sorot matanya berkilap dan dia bertanya dengan tidak percaya diri, "Rafael, kenapa kamu begitu baik padaku? Kupikir aku sudah cukup baik, tapi setelah bersamamu, aku baru menyadari kalau aku masih jauh dari cukup baik. Apa aku benar-benar bisa menjadi wanita yang berdiri di sisimu?""Bisa atau nggak kamu menjadi wanita yang berada di sisiku, itu terserah padaku. Aku bilang kamu bisa, maka kamu bisa.""Tapi aku masih belum cukup baik," ujar Karina sambil menggigit bibirnya, kembali merasa ragu."Oh?""Aku punya temperamen yang buruk."Rafael mengangguk, mengakuinya, "Memang, temperamenmu ini sulit ditoleransi oleh kebanyakan orang. Selain itu, kamu suka mempermasalahkan hal-hal kecil, seperti landak yang bisa menyakiti orang jika ia terdesak."Mendengar komentar itu, Karina makin merasa tertekan, "Dan aku juga nggak
"Bukan begitu!" Karina tiba-tiba menjadi emosional, lalu berkata dengan tergesa-gesa, "Aku sungguh menyukaimu!""Tapi kamu bahkan nggak memiliki keberanian untuk menghadapi masa depan bersamaku. Kalau kamu ingin memakai mahkota, berarti harus siap menanggung bebannya. Apa kamu bahkan nggak mengerti prinsip ini?""Aku mengerti semua itu!""Kamu benar-benar mengerti?" Rafael mengangkat alisnya.Karina mengangguk dengan tegas, dia menggigit bibirnya dan wajahnya terlihat sedikit bingung."Aku sudah memikirkan semua ini sejak lama, tapi ... aku kurang percaya diri," ujar Karina.Karina menundukkan kepala, suaranya melemah, "Dibandingkan berurusan dengan keluargamu dan teman-temanmu, aku lebih suka berada di laboratorium dengan peralatan dingin. Aku punya temperamen yang buruk, kalau ada orang yang membuatku kesal, aku akan membalasnya. Nggak masalah kalau hanya dengan orang luar, tapi kalau itu terjadi pada orang-orang terdekatmu, aku khawatir akan membuat mereka marah. Aku nggak ingin mem
Karina tercekat.Melihat ekspresi konyol Karina, Rafael tersenyum dan mencubit wajah kecilnya. "Kenapa? Kamu sangat bahagia sampai nggak bisa berkata-kata?" tanya Rafael.Karina mengatupkan bibirnya dan menghindari tangan Rafael. Dia menyipitkan matanya dan berkata dengan muram, "Bukankah aku sudah memberitahumu untuk nggak bercanda? Hal ini nggak mungkin terjadi.""Kenapa?" tanya Rafael, yang senyumannya sedikit memudar, sambil menatap Karina.'Kenapa?'Karina juga menanyakan hal sama pada dirinya sendiri di dalam hatinya.Karena kesenjangan status di antara mereka terlalu besar. Meskipun sekarang mereka bersama, tidak ada jaminan mereka tetap dekat seperti ini di masa depan.Dua orang dengan nilai dan pandangan hidup yang berbeda, Karina tidak berpikir mereka bisa melangkah jauh bersama.Secara rasional, dia dan Rafael tidak akan pernah bisa mencapai akhir, jadi sebaiknya mereka menghentikan hubungan ini. Akan tetapi, secara emosional, putus setelah jatuh cinta lebih sulit dari per
'Kenapa reaksi Rafael malah aneh?'Tepat ketika pikiran Karina melayang ke mana-mana, Rafael tiba-tiba tersenyum. Senyuman yang menghiasi wajah tampannya itu sungguh membuat orang terpesona."Karina, jujur saja, cara kamu mengungkapkan perasaanmu berstandar rendah, nggak ada tekniknya sama sekali. Di antara wanita yang pernah menyatakan perasaannya padaku, kamu mungkin yang terburuk.""...."Senyuman Karina memudar.Namun, Rafael melanjutkan tanpa menyadari perubahan ekspresi itu, "Aku sarankan kamu untuk belajar bagaimana menyatakan cinta. Apa yang kamu katakan terlalu lugas dan nggak romantis sama sekali."Kali ini, senyuman di wajah Karina sepenuhnya hilang, lalu terdengar suara gertakan gigi.'Siapa pun tolong seret bajingan bermulut tajam ini keluar dari sini!''Di tengah suasana yang begitu indah, bisa-bisanya dia mengungkit wanita lain! Nggak hanya itu, dia bahkan mengatakan cara aku menyatakan perasaanku adalah terburuk!''Romantis! Romantis!''Kalau kamu begitu ingin romantis,
Karina bingung, dia menempelkan pipinya ke dada Rafael, mendengarkan detak jantungnya yang kuat dan merasakan detak jantungnya sendiri ikut sinkron.Karena begitu dekat, dia sepertinya dapat merasakan Rafael sedikit gemetar, gemetar yang disebabkan oleh rasa takut.'Dia sebenarnya sangat takut, bukan?'Karina berpikir, meskipun dirinya tidak bodoh, sebodoh apa pun dirinya pada saat ini, dia tetap tahu bahwa Rafael gemetar karena dirinya. Dirinya yang tiba-tiba menghilang pasti membuat Rafael sangat panik.Dia ingin memeluknya kembali Rafael dan memberitahunya bahwa dia ada di sini sekarang, bahwa dia tidak menghilang dan tidak akan menghilang.Begitu dia bergerak, Rafael menghentikannya dengan suara rendah."Jangan bergerak."Gerakan Karina tiba-tiba berhenti. Karina berbisik di pelukannya, "Rafael, apa kamu takut?"Berdasarkan sikap biasanya, Rafael pasti akan menyangkalnya. Bagaimana mungkin dia yang begitu arogan membiarkan dirinya merasakan ketakutan?Tepat ketika Karina mengira Ra