Pelupuk mata Arletta bergerak-gerak. Perlahan mata Arletta mulai terbuka—wanita itu meringis perih kala merasakan inti tubuh bagian bawahnya begitu nyeri. Tubuh Arletta terasa begitu remuk. Bahkan rasanya Arletta kesulitan untuk bergeser meski hanya sedikit saja.Saat mata Arletta telah terbuka, dia memijat tengkuk lehernya seraya mengedarkan pandangan ke sekitar. Lalu seketika tubuh Arletta menegang melihat dirinya berada di kamar milik Keevan. Aroma parfume maskulin Keevan pun telah menyeruak ke indra penciuman Arletta. Dada Arletta bergemuruh. Raut wajahnya memucat.Detik itu juga ingatan Arletta tergali akan kejadian kemarin. Buru-buru Arletta melihat ke tubuhnya sendiri—mata Arletta langsung memanas melihat tubuhnya polos tanpa sehelai benang pun. Hanya selimut tebal yang menutup tubuhnya.Napas Arletta tercekat. Tenggorokan wanita itu seperti ada yang menghalangi kuat. Dengan memberanikan diri, Arletta menoleh ke samping melihat ke ranjang—yang dia yakini Keevan masih ada di sam
Mata Arletta bergerak-gerak, menandakan mata wanita itu sebentar lagi akan terbuka. Perlahan-lahan di kala mata Arletta mulai terbuka—tatapan Arletta menangkap sosok pria yang tertidur pulas seraya memeluknya erat.Seketika raut wajah Arletta langsung berubah. Wanita itu memejamkan mata sebentar, malu akan apa yang dilihatnya itu. Arletta ingin melepaskan pelukan tangan kokoh yang sejak tadi begitu erat memeluknya, namun alih-alih bisa terlepas malah pelukan itu semakin erat.Ya, di samping Arletta adalah Keevan yang memeluknya begitu erat. Itu yang membuat raut wajah Arletta berubah. Ingatan Arletta pun langsung mengingat kejadian tiga jam lalu—di mana dirinya kembali mengulangi pergulatan panas dengan Keevan seperti tadi malam.Sungguh, jika mengingat itu tak pernah Arletta sangka kalau ini akan terjadi bahkan sampai berkali-kali. Arletta yakin dirinya sudah tak lagi waras. Kenapa dia mau disentuh oleh pria yang menorehkan luka padanya? Bodoh! Betapa bodoh dirinya sampai mau disentu
Keevan mondar-mandir tidak jelas di depan ruang gawat darurat. Pria itu langsung membawa Arletta ke rumah sakit. Otaknya saat ini tak mampu berpikir jernih. Rasa takut dalam dirinya menelusup ke dalam dirinya.Debaran jantung Keevan berpacu dengan kencang di kala rasa takut terus menyergap dirinya. Otak pria itu terus mengingat darah yang keluar di pergelangan tangan Arletta.“Berengsek!” Keevan meninju dinding, di kala kemarahan dalam dirinya menyulut tak lagi bisa terkendali.Keevan mengumpati kebodohannya yang tak menyadari kalau Arletta sudah bangun. Dia membenci otak Arletta yang berpikir ingin mengakhiri hidup. Padahal Keanu masih sangat membutuhkannya.Keevan mengusap wajahnya kasar. Untung Keanu tidak melihat Arletta pingsan dalam kondisi bersimbah darah. Jika saja tadi bocah laki-laki itu melihat Arletta, sudah pasti akan meninggalkan rasa takut pada putranya.Keevan mengatur napasnya, berusaha untuk bersikap tenang. Lalu, tiba-tiba terdengar suara pintu dari ruang pemeriksaa
Arletta diam seribu bahasa mendengar ucapan Keevan. Sepasang iris matanya menyimpan kerapuhan dan perasaan yang tak menentu. Hatinya merasakan sebuah rasa campur aduk. Arletta lelah dengan semua ini …“Kenapa, Keevan? Kenapa baru sekarang?” tanya Arletta lirih.“Aku memang bodoh, Letta. Kalau aja waktu bisa diputar, pasti aku memilih untuk nggak berangkat ke New York.” Keevan semakin mendekat, menatap Arletta penuh rasa bersalah. “Kalau kamu pikir, kamu bunuh diri bisa nyelesain masalah kita, kamu salah besar, Letta. Apa kamu nggak mikirin Keanu? Putra kita itu masih membutuhkan ibunya. Dia masih terlalu kecil untuk ditinggal ibunya, Letta.”Raut wajah Arletta berubah di kala Keevan menyebut nama ‘Keanu’. Hatinya langsung menjadi lemah. Tindakannya memang nekat tanpa sama sekali pikir panjang akan resiko yang ada di depan mata.Mata Arletta berkaca-kaca. “Aku ingin ketemu Keanu,”Keevan duduk di tepi ranjang seraya menyeka air mata Arletta yang sudah menetes jatuh membasahi pipi wani
Dokter telah mengizinkan Arletta untuk kembali pulang ke rumah. Luka yang diderita wanita itu tidaklah parah. Hal tersebut yang membuat dokter memberikan izin untuk Arletta pulang.Jujur, memang Arletta sudah tidak betah jika berlama-lama di rumah sakit. Wanita itu ingin segera kembali ke rumah, karena sangat merindukan putra kesayangannya. Selama di rumah sakit, Arletta cenderung pendiam. Dia tidak banyak bicara, karena dia sudah merasa lelah dengan segalanya.Arletta tidak mau banyak berpikir apa pun. Yang dia pikirkan sekarang adalah segera bertemu dengan putranya. Dia sangat merindukan putranya. Masalah akan selalu ada, dan dia memutuskan menyingkirkan masalah itu demi putra kesayangannya.“Letta, kamu udah siap?” Keevan mendekat ke arah Arletta yang kini duduk di kursi roda—bersiap untuk segera pulang.Arletta mengangguk. “Udah, aku udah siap.”Tanpa banyak bertanya, Keevan mendorong kursi roda Arletta—membawa wanita itu keluar dari ruang rawatnya. Barang-barang Arletta tadi suda
Arletta tak menyangka akan mandi bersama dengan Keevan. Memang mereka tak melakukan apa pun. Hanya saja Arletta tidak mengira kalau dirinya mau mandi bersama dengan Keevan. Bahkan Arletta sangat patuh kala Keevan mengajaknya berendam bersama.Selama berendam, tidak terlalu banyak obrolan yang mereka lakukan. Baik Arletta dan Keevan cenderung hanya diam dan menikmati air hangat yang menyentuh kulit mereka.Keevan memang telah meminta kesempatan kedua pada Arletta, namun sampai detik ini Arletta meminta Keevan untuk menunggu. Pasalnya, memang hati Arletta belum siap untuk memberikan jawaban.Arletta masih bimbang dengan keputusannya. Semua perasaan yang dia rasakan saat ini benar-benar tidaklah menentu. Arletta belum bisa mengambil keputusan apa pun. Sekalipun Keevan adalah ayah biologis Keanu, tetap saja Arletta tak bisa mengambil keputusan. Arletta tidak ingin menjadikan Keanu sebagai alasan dia menerima Keevan kembali.Waktu menunjukan pukul satu siang. Arletta sudah mengganti pakaia
Tubuh Nadira nyaris tumbang mendengar apa yang dikatakan oleh Keevan. Jika saja, Bagas tak menangkap tubuh Nadira, sudah pasti Nadira tersungkur jatuh di lantai bahkan pingsan akibat mendengar ucapan Keevan. Tampak Nadira dan Bagas sama-sama menunjukan raut wajah yang begitu pucat.Nadira melebarkan mata dan bibirnya tak menyangka akan apa yang dia dengar ini. Lidahnya seakan kelu. Tidak sanggup mengeluarkan kata-kata. Pun Bagas sama sekali tidak menyangka akan apa yang dia dengar ini.Bukan hanya Nadira dan Bagas yang terkejut, tapi juga Arletta. Ya, Arletta terkejut mendengar ucapan Keevan yang mengatakan bahwa mereka akan menikah. Padahal Arletta sama sekali tak bilang apa pun pada Keevan. Ucapan Keevan itu bisa menjadi boomerang. Sungguh, sekarang Arletta tidak bisa membayangkan jika sampai orang tua Keevan memercayai ucapan gila Keevan. Ini benar-benar di luar akal sehatnya.Bagas merengkuh bahu istrinya. Napas pria paruh baya itu sedikit sesak akibat begitu terkejut. “Apa maksu
Aroma pengharum ruangan lavender menyeruak ke indra penciuman Arletta memasuki ruangan di mana dirinya dan Nadira berada. Arletta mengendarkan pandangannya ke sekitar—nuansa navy begitu kental di kamar itu.“Ini kamar masa kecil Keevan. Aku nggak merombak apa pun kamar masa kecil Keevan, karena aku tahu pasti aku akan merindukan moment Keevan waktu kecil,” ujar Nadira menceritakan bahwa kamar yang dia datangi bersama dengan Arletta adalah kamar masa kecil Keevan.“Kamar yang indah,” puji Arletta lembut dengan tatapan hangat menatap kamar masa kecil Keevan. Meski sudah lama, tapi nuansa kamar tetap rapi dan sangat indah. Itu menandakan kamar masa kecil Keevan ini begitu dirawat.Nadira mengambil bingkai foto Keevan yang seusia Keanu. “Lihatlah foto ini. Mirip sekali dengan Keanu, kan?” ujarnya seraya memberikan bingkai foto di tangannya pada Arletta.Arletta mengambil bingkai foto itu, memperhatikan dengan seksama wajah yang ada di bingkai foto itu. Lalu, senyuman di wajah Arletta pun