London, UK. Satu persatu salju turun cukup lebat di kota London. Beberapa jalanan penuh dengan balok es yang tertutup. Bahkan mobil-mobil yang kebetulan terparkir di pinggir jalan sudah tertutup oleh balok es. Salju turun masih bisa ditoleransi. Karena jika badai salju yang turun, maka pasti jalanan akan sepi. Tidak ada siapa pun di sana.“Papa … Mama … Keanu suka bermain salju,” pekik Keanu riang sambil melempar-lempar salju.“Keanu, pelan-pelan, Nak,” jawab Arletta dengan senyuman di wajahnya.Keanu tersenyum manis. “Mama tenang aja. Keanu anak pintar.”Arletta kembali tersenyum melihat Keanu yang ditemani Mirna bermain salju. Bocah laki-laki itu tengah membentu boneka salju. Untungnya, Keanu adalah anak cerdas. Cukup melihat satu kali contoh boneka salju, dia sudah mampu membuat boneka salju itu.Ya, London adalah kota di mana Keevan mengajak istri dan kedua anaknya berjalan-jalan. Musim salju adalah musim yang dipilih Keevan. Pria itu tahu pasti kedua anaknya akan senang jika dib
Suara dentuman musik memekak telinga. Seorang gadis cantik melangkah memasuki klub malam itu. Tampak beberapa kali pria berusaha menggoda gadis itu. Akan tetapi sang gadis cantik itu mengabaikan dan menghindar dari pria-pria yang berusaha menggodanya.Aroma alkohol bercampur dengan rokok begitu menyeruak ke indra penciuman gadis itu. Para pelayan berpakaian seksi mondar-mandir mengantarkan pesanan. Sesaat gadis itu melihat banyak sekali pasangan yang saling bercumbu mesra. Pipi gadis itu merona merah kala melihat pemandangan di mana banyak pasangan saling bercumbuArletta Pradipta untuk pertama kalinya mendatangi klub malam hanya demi menghadiri pesta kelulusan Keevan Danuarga—senior kampusnya yang merupakan cinta pertamanya. Malam ini Arletta berpenampilan cantik demi Keevan. Jika biasanya Arletta berpenampilan tertutup kali ini dia berpenampilan sedikit terbuka.“Keevan?” Arletta tersenyum kala menemukan keberadan Keevan. Gadis itu segera melangkah mendekat ke arah Keevan yang ten
“Astaga, apa yang telah aku lakukan? Aku benar-benar sudah gila. Kenapa aku bisa sampai melakukannya? Bagaimana ini?”Arletta menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Ingatannya kembali berputar tentang kejadian tadi malam. Sentuhan Keevan, dan tatapan Keevan yang memuja setiap inci tubuhnya selalu muncul dalam benak Arletta.Kejadian malam itu tidak akan mungkin terlupakan. Bahkan kini Arletta bisa melihat dengan jelas dari pantulan cermin banyaknya bercak kemerahan di dadanya. Sebuah tanda yang telah dibuat oleh Keevan, mengisyaratkan dia telah menjadi milik pria itu. Jika membayangkannnya, sungguh perasaan Arletta sulit digambarkan. Bahagia, sedih, dan takut melebur menjadi satu.Arletta bahagia karena akhirnya bisa menjadi milik Keevan seutuhnya. Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri ada perasaan sedih dan takut. Banyak hal yang muncul di benaknya setelah menyerahkan dirinya pada Keevan.“Arletta, setelah ini Keevan pasti akan mencintaimu. Dia pasti akan mencintaimu.” Arletta beruc
Satu bulan kemudian… Arletta menatap nanar benda pipih yang ada di tangannya. Sebuah testpack dengan hasil dua garis membuat tubuh Arletta membatu. Dia menggelengkan kepalanya meyakinkan apa yang dia lihat ini salah. Tapi tidak, apa yang dia lihat ini tidaklah salah. Hasil yang tertera di hadapannya sangatlah nyata.“Tidak, ini tidak mungkin.” Arletta menjatuhkan tubuhnya, bersimpuh di lantai. Bulir air matanya mulai berlinang membasahi pipinya. Dia tampak begitu ketakutan. Dia bahkan tidak tahu harus bagaimana. Saat ini dia mengandung anak Keevan—pria yang jelas-jelas telah membuangnnya layaknya sampah.Sejak di mana Keevan memintanya untuk tidak lagi mengganggu, Arletta sudah menjauh dari hidup Keevan. Tapi sekarang? Dia harus di hadapakan dengan kenyataan mengandung anak dari pria yang telah membuangnya. Arletta tidak tahu harus bagaimana sekarang, dia tidak mungkin menggugurkan bayi yang ada di kandungannya.Membunuh bayi yang ada di kandungannya adalah sebuah dosa besar yang tid
Lima tahun berlalu… Seorang pria berperawakan tampan, dengan tubuh tinggi tegap melangkahkan kakinya keluar dari lobby bandara. Pria itu memiliki struktur wajah yang sempurna. Hidung mancung menjulang melebihi bibir tipis merah muda. Rahang tegas dan ditumbuhi bulu-bulu membuat pria itu benar-benar terlihat jantan dan matang.Keevan Danuarga—seorang arsitek muda baru saja kembali dari New York. Setelah lima tahun meninggalkan Jakarta, membuat Keevan sedikit merindukan kota kelahirannya. Dan tahun ini, Kaivan kembali ke Jakarta karena harus memimpin perusahaan keluarganya. Jakarta adalah kota kelahiran dan kota di mana dirinya dibesarkan.“Selamat pagi, Pak Keevan,” sapa Angga—asisten pribadi Keevan. Pria dengan berpakaian formal kantor itu menyambut Keevan dengan penuh sopan.“Apa jadwalku hari ini, Angga?” tanya Keevan dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Hari ini kita memiliki meeting dengan para arsitek, Pak. Perusahaan pribadi milik Anda beberapa tahun ini berkembang sangat
“Keevan.”Arletta bergumam lirih memanggil nama yang sudah lama tak pernah keluar dari mulutnya. Dia kembali dipertemukan dengan sosok pria yang telah berhasil menorehkan luka begitu dalam padanya.Jantung Arletta berdetak semakin kencang tak karuan mendengar nama yang sudah lama tak dia sebut. Debaran jantungnya tetap sama. Dia tetap berdebar melihat keberadaan sosok pria yang sudah lama tak dia jumpai.Mata Arletta berembun bahkan nyaris mengeluarkan air mata. Akan tetapi, dia tak akan membiarkan air matanya terjatuh membasahi pipinya. Di hadapan semua orang, dia tidak akan menjadi sosok yang lemah. Arletta menggelengkan kepalanya tegas, berusaha meneguhkan hatinya bahwa dirinya kuat dan mampu melewati semua ini.Arletta sama sekali tidak menyangka CEO dari perusahaan barunya bekerja adalah pria yang telah menghancurkan hidupnya. Pria yang bahkan tak ingin lagi dia lihat. Tapi sepertinya takdir sedang mengajak dirinya bercanda.Sungguh, andai saja Arletta tahu Mahardika Company adal
Arletta sedikit mengangkat dagunya dan melanjutkan, “Kita harus memerhatikan besarnya gedung milik client tersebut serta kita harus menentukan budaya mana yang kental dengan Indonesia. Jika kita hanya menyebut nuansa Indonesia maka artinya luas. Indonesia kaya akan budaya. Setiap kota dari Indonesia memiliki budaya-budaya yang luar biasa indah. Di sini apa client tersebut menginginkan nuansa jawa atau menyerahkan sepenuhnya pada arsitek?”Perkataan yang terlontar dari Arletta itu sukses membuat semua orang melihatnya. Sebuah pertanyaan yang menunjukan bahwa cara pandang Arletta sangatlah cerdas. Termasuk Keevan yang sempat terdiam kala mendengar ucapan Arletta.Hening. Ruang meeting tersebut menjadi hening, tidak sama sekali ada yang bersuara. Sebagai karyawan baru, Arletta mampu membungkam karyawan lama. Cara sudut pandang Arletta menunjukkan bahwa cara berpikirnya cerdas dan teliti.Keevan belum mengatakan apa pun. Pria itu menatap dalam pancaran mata tegas Arletta. Jika dulu dia me
“Arletta? Kenapa kamu di dalam lama sekali? Apa Pak Keevan membicarakan sesuatu padamu?” Rima—rekan kerja Arletta—bertanya pada Arletta yang baru saja keluar dari ruang meeting. Padahal meeting sudah sejak tadi selesai, tetapi Arletta masih juga berada di ruang meeting itu.Arletta buru-buru menyeka air matanya kala melihat Rima menghampirnya. Dia tak ingin sampai Rima melihat dirinya menangis. Arletta memasang topeng pura-pura. Dia tidak mau sampai ada yang melihat kerapuhannya.“Ah … iya. Aku kan karyawan baru jadi Pak Keevan menanyakan sesuatu padaku,” dusta Arletta dengan senyuman yang sengaja dia buat-buat. Arletta tidak mungkin membiarkan orang lain tahu tentangnya.Kening Rima mengerut. Sorot mata wanita itu menatap mata Arletta yang merah seperti habis menangis. “Arletta, matamu kenapa? Apa kamu habis menangis?” tanyanya penasaran bercampur kebingungan melihat mata Arletta memerah.Arletta kembali menyeka matanya. “Tadi aku kelilipan. Di dalam banyak debu. Aku alergi debu, Rim