Lima tahun berlalu…
Seorang pria berperawakan tampan, dengan tubuh tinggi tegap melangkahkan kakinya keluar dari lobby bandara. Pria itu memiliki struktur wajah yang sempurna. Hidung mancung menjulang melebihi bibir tipis merah muda. Rahang tegas dan ditumbuhi bulu-bulu membuat pria itu benar-benar terlihat jantan dan matang.
Keevan Danuarga—seorang arsitek muda baru saja kembali dari New York. Setelah lima tahun meninggalkan Jakarta, membuat Keevan sedikit merindukan kota kelahirannya. Dan tahun ini, Kaivan kembali ke Jakarta karena harus memimpin perusahaan keluarganya. Jakarta adalah kota kelahiran dan kota di mana dirinya dibesarkan.
“Selamat pagi, Pak Keevan,” sapa Angga—asisten pribadi Keevan. Pria dengan berpakaian formal kantor itu menyambut Keevan dengan penuh sopan.
“Apa jadwalku hari ini, Angga?” tanya Keevan dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.
“Hari ini kita memiliki meeting dengan para arsitek, Pak. Perusahaan pribadi milik Anda beberapa tahun ini berkembang sangat pesat. Banyak customer baru dari dalam maupun luar negeri yang puas dengan jasa Mahardika Company,” jawab Angga dengan sopan melaporkan.
Keevan melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya—waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Dia masih memiliki waktu untuk ke perusahaan pribadi miliknya sebelum pergi ke perusahaan keluarganya.
Ya, Mahardika Company adalah perusahaan arsitektur milik Keevan yang telah pria itu dirikan sejak empat tahun lalu. Keevan sengaja tak menggunakan nama Danuarga di perusahaan pribadinya. Pria itu menggunakan nama Mahardika yang merupakan nama tengahnya.
Bagi Keevan, dia harus membuktikan pencapaian kesuksesannya pada kedua orang tuanya. Hal itu yang mendorong Keevan untuk mendirikan Mahardika Company. Dan kenyataanya, perusahaan arsitektur pribadi miliknya berkembang begitu pesat di Indonesia. Bahkan hanya dalam waktu empat tahun saja Mahardika Company sering masuk ke dalam Majalah Forbes.
Selama di New York, Keevan memercayakan perusahaannya pada Angga. Namun, meski demikian tetap saja pria itu selalu mengawasi dari kejauhan. Pria itu tidak sepenuhnya memercayakan pekerjaannya pada sang asisten. Keevan tetap selalu mengontrol pekerjaannya.
Danuarga Family terkenal sebagai keluarga kaya di Indonesia. Kedua orang tua Keevan kerap diundang dalam berbagai acara sebagai pengusaha berpengaruh di Asia. Hal tersebut memicu Keevan untuk bekerja keras tanpa bantuan keluarganya. Keevan ingin membuktikan diri bahwa dia mampu berdiri sendiri.
“Alrirght, kita berangkat sekarang,” ucap Keevan dingin dan datar.
“Baik, Pak.” Angga segera membukakan pintu mobil untuk Keevan. Pun Keevan masuk ke dalam mobil itu. Disusul oleh Angga yang juga masuk ke dalam.
Tak lama kemudian, mobil yang membawa Keevan mulai meninggalkan lobby bandara. Tampak tatapan Keevan menatap penuh arti perkotaan Jakarta yang sudah cukup lama dia tinggali. Tatapan pria itu memiliki arti sesuatu. Sebuah arti yang sulit untuk diungkap oleh kata.
***
Suara tangis bocah laki-laki membuat Arletta yang hendak berangkat ke kantor terpaksa menenangkan bocah laki-laki itu. Wanita itu sedikit kewalahan karena bocah laki-laki itu tidak mau ditinggal. Padahal dirinya sudah membujuk dengan berbagai cara, tapi tetap tidak bisa.
“Keanu … sayang … Mama harus bekerja, Nak. Hari ini adalah hari pertama Mama bekerja. Keanu di sini sama Mbak Mirna, ya.” Arletta berusaha membujuk putra kecilnya agar mau ditinggal. Hari ini adalah hari pertama Arletta bekerja. Dia terpaksa meninggalkan Keanu—putra kecilnya itu.
Sebagai seorang ibu, tentunya Arletta ingin selalu menemani putranya. Akan tetapi, Arletta menyadari bahwa dirinya adalah orang tua tunggal. Yang mana dirinya harus mencari uang demi memberikan kehidupan yang layak untuk putra semata wayangnya.
“Mama, tapi aku ingin bersama Mama,” ucap Keanu lirih. Pipi bulat dan putihnya memerah akibat sejak tadi bocah laki-laki itu tak henti menangis.
Arletta menghela napas dalam. Wajahnya sedih melihat putra kecilnya menangis seperti ini. Hatinya tidak tega meninggalkan Keanu, tapia pa boleh buat. Dirinya harus bekerja.
Arletta menarik pelan tangan Keanu membawanya masuk ke dalam pelukannya. Serta memberikan kecupan bertubi-tubi di puncak kepala putranya itu. “Mama harus mencari uang, Sayang. Mama harus membiayai hidup kita. Mama ingin membelikan Keanu banyak mainan, dan ingin menyekolahkan Keanu ke sekolah yang terbaik. Kalau Mama tidak mencari uang, nanti bagaimana kita bisa hidup?”
Arletta membawa tangannya membelai pipi bulat Keanu. Wanita itu menghapus air mata Keanu dengan jemari tangannya. Tanpa terasa sudah lima tahun berlalu. Bayi merah kecilnya kini telah menjadi anak laki-laki yang tampan dan begitu menggemaskan.
“Mama, harusnya Papa yang mencari uang. Tapi kenapa harus Mama yang mencari uang? Biarkan Papa saja yang mencari uang buat kita. Mama jangan mencari uang,” ucap Keanu dengan bibir mencebik.
Mata Arletta nyaris mengeluarkan air mata. Selama ini jika Keanu bertanya di mana ayahnya maka Arletta akan menjawab ayahnya berada jauh, dan sedang mencari uang. Ingin rasanya Arletta mengatakan kalau ayah dari putranya itu sudah meninggal. Tetapi Arletta tak sanggup untuk berbohong demikian. Mungkin kelak ketika Keanu dewasa, Keanu akan mengerti tentang keadaan yang sebenarnya.
“Sayang, uang Papa masih kurang. Mama bekerja karena ingin membantu Papa. Apa Keanu tidak kasihan pada Papa mencari uang sendiran?” Arletta berucap dengan lembut memberikan pengertian pada putra kecilnya itu.
Selama ini Arletta memang mengatakan pada Keanu kalau ayah dari putranya itu sibuk mencari uang di luar negeri. Dan beruntung Keanu percaya dengan apa yang dia ucapkan. Sungguh, entah apa yang Arletta lakukan jika sampai Keanu tidak percaya padanya.
Keanu terdiam beberapa saat mendengar ucapan Arletta. Bocah kecil itu yang tadinya tampak kesal dan marah mulai memberikan senyuman. Detik selanjutnya, Keanu membawa tangan mungilnya menyentuh pipi halus Arletta sambil berkata dengan nada polos, “Mama … hari ini Mama boleh bekerja. Tapi nanti kalau Keanu besar, biarkan Keanu saja yang bekerja untuk Mama. Nanti Keanu akan membantu Papa mencari banyak uang untuk Mama.”
Air mata Arletta tumpah kala mendengar ucapan Keanu. Wanita itu langsung memeluk Keanu dengan derai air matanya. “Iya, Sayang. Sekarang biarkan Mama yang bekerja, ya. Nanti kalau Keanu sudah lulus kuliah baru Keanu yang bekerja untuk Mama.”
Keanu tersenyum. Lalu dia menghapus air mata Areltta dengan jemari tangan mungilnya. “Iya, Mama. Keanu berjanji ajan menjadi anak yang pintar. Nanti kalau Keanu sudah besar, Keanu akan mencari banyak uang untuk Mama.”
Senyuman di wajah Arletta terlukis mendengar apa yang diucapkan oleh putra kecilnya. “Mama berangkat sekarang ya, Nak. Keanu sama Mbak Mirna, ya.”
Keanu mengangguk patuh. Kemudian, Arletta segera meminta Mirna—pengasuh Keanu untuk menjaga putranya itu. Kini Artletta melangkah keluar kamar. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja. Dia tidak mau sampai datang terlambat.
Di perjalanan, Arletta menatap ke luar jendela. Wanita itu melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Setelah dua tahun menabung akhirnya Arletta memiliki mobil meski hanya mobil bekas tapi setidaknya mobil Arletta dikatakan masih sangat layak dipakai.
Dalam benak Arletta, dia tak menyangka waktu berjalan begitu cepat. Dia sempat menunda kuliah, tapi akhirnya dia berhasil kuliah dengan kerja kerasnya sendiri. Arletta tak menyangka berada di titik ini. Diusir dari keluarganya tapi nyatanya dia mampu membesarkan anaknya seorang diri. Walau banyak sekali perjuangan yang harus Arletta lalui.
Mobil yang dilajukan Arletta mulai memasuki Mahardika Company. Sebuah perusahaan arsitektur ternama di Indonesia. Tepatnya dua hari lalu, Arletta diberikan kabar kalau dirinya resmi diterima menjadi bagian dari Mahardika Company. Sungguh, mimpi Arletta menjadi seoranga arsitek menjadi kenyataan.
Saat mobil Arletta sudah terparkir, dia segera turun dari mobil. Arletta mengingat kalau hari ini dirinya akan meeting dengan para arsitek dan juga pemilik dari Mahardika Company.
“Apa kamu Arletta?” Seorang wanita berpakaian formal, menyapa Arletta dengan lembut dan hangat.
“Ah, iya. Aku Arletta.” Arletta tersenyum tulus kala ada yang menyapa dirinya.
“Perkenalkan aku Rima. Aku juga arsitek di Mahardika Company.” Wanita yang bernama Rima mengulurkan tangannya pada Arletta, memperkenalkan diri. Pun Arletta menyambut uluran tangan Rima.
“Hi, Rima. Senang berkenalkan denganmu,” ujar Arletta dengan senyuman di wajahnya.
“Aku juga senang berkenalan denganmu. Ya sudah, lebih baik kita masuk ke ruang meeting. CEO dari Mahardika Company sudah tiba tadi. Meeting akan segera dimulai dalam beberapa menit lagi. CEO dari Mahardia Company membenci jika ada yang terlambat,” ujar Maya memberitahu.
Arletta mendesah lega. Beruntung dia tidak terlambat. Kalau sampai dia terlambat di hari pertamanya bekerja, entah masalah apa yang hadir dalam hidupnya. Mungkin saja CEO dari Mahardika Company akan memecatnya.
Sungguh, Arletta tak berani membayangkan kalau sampai dia pecat. Keanu sudah masuk sekolah. Dia membutuhkan banyak biaya agar Keanu bisa bersekolah ditempat yang bagus.
Arletta melangkah mengikuti Rima menuju ruang meeting yang ada di lantai 56. Gedung pencakar langit milik Mahardika Company memang gedung terbesar di wilayah Jakarta Selatan. Tidak heran jika banyak yang berlomba bisa bekerja di perusahaan besar ini.
Di ruang meeting, para arsitek dan juga para manager perusahaan berkumpul. Tampak banyak karyawan yang mulai berdiskusi tentang project yang tengah mereka jalani. Sedangkan Arletta yang masih menjadi karyawan baru di Mahardika Company masih belum berani bersuara. Tepatnya Arletta masih mempelajari project yang sedang dijalankan oleh Mahardika Company.
Tak lama kemudian, para manager dan arsitek tiba-tiba bangkit berdiri. Refleks, Arletta pun ikut bangkit berdiri. Arletta yakin kalau CEO dari Mahardika Company telah tiba.
Ketika pintu sudah terbuka, semua orang di sana menundukan kepalanya kala dua sosok pria masuk ke dalam ruang meeting. Aroma parfume mahal begitu menyeruak ke indra penciuman Arletta. Seketika raut wajah Arletta berubah kala dia mengenali aroma parfume ini. Aroma yang sangat dia rindukan. Tidak! Buru-buru, dia segera menepis segala yang ada di dalam pikirannya.
Detik selanjutnya, Arletta memberanikan diri mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Seketika sepasang iris mata cokelat Arletta melebar. Tubuh wanita itu membeku kala melihat sosok pria tampan dengan jas formal berwarna hitam yang ada di hadapannya.
Tenggorokan Arletta tercekat. Napasnya memberat. Kepalanya terasa pusing luar biasa. Bahkan tubuh Arletta nyaris terhuyung ke belakang. Beruntung Arletta masih mampu menjaga kesimbangan tubuhnya.
Keevan yang baru saja memasuki ruang meeting, dia merasa ada yang tak henti menatapnya. Pria itu mulai mengalihkan pandangannya. Keevan pun langsung terdiam melihat sosok wanita cantik dengan balutan dress berwarna navy. Dalam dia Keevan menujukan jelas keterkejutannya.
Tanpa sadar, Keevan dan Arletta saling melemparkan sebuah tatapan penuh arti. Tatapan yang seakan mengabaikan semua orang yang ada di ruangan meeting tersebut. Baik Keevan dan Arletta masih membisu beberapa saat.
Keevan menatap Arletta dengan begitu dingin serta penuh keterkejutan yang memiliki arti tak bisa diungkapkan. Sedangkan Arletta menatap Keevan dengan tatapan yang sulit diartikan. Marah, benci, rindu, semua melebur menjadi satu dalam diri Arletta.
“Keevan.”
“Keevan.”Arletta bergumam lirih memanggil nama yang sudah lama tak pernah keluar dari mulutnya. Dia kembali dipertemukan dengan sosok pria yang telah berhasil menorehkan luka begitu dalam padanya.Jantung Arletta berdetak semakin kencang tak karuan mendengar nama yang sudah lama tak dia sebut. Debaran jantungnya tetap sama. Dia tetap berdebar melihat keberadaan sosok pria yang sudah lama tak dia jumpai.Mata Arletta berembun bahkan nyaris mengeluarkan air mata. Akan tetapi, dia tak akan membiarkan air matanya terjatuh membasahi pipinya. Di hadapan semua orang, dia tidak akan menjadi sosok yang lemah. Arletta menggelengkan kepalanya tegas, berusaha meneguhkan hatinya bahwa dirinya kuat dan mampu melewati semua ini.Arletta sama sekali tidak menyangka CEO dari perusahaan barunya bekerja adalah pria yang telah menghancurkan hidupnya. Pria yang bahkan tak ingin lagi dia lihat. Tapi sepertinya takdir sedang mengajak dirinya bercanda.Sungguh, andai saja Arletta tahu Mahardika Company adal
Arletta sedikit mengangkat dagunya dan melanjutkan, “Kita harus memerhatikan besarnya gedung milik client tersebut serta kita harus menentukan budaya mana yang kental dengan Indonesia. Jika kita hanya menyebut nuansa Indonesia maka artinya luas. Indonesia kaya akan budaya. Setiap kota dari Indonesia memiliki budaya-budaya yang luar biasa indah. Di sini apa client tersebut menginginkan nuansa jawa atau menyerahkan sepenuhnya pada arsitek?”Perkataan yang terlontar dari Arletta itu sukses membuat semua orang melihatnya. Sebuah pertanyaan yang menunjukan bahwa cara pandang Arletta sangatlah cerdas. Termasuk Keevan yang sempat terdiam kala mendengar ucapan Arletta.Hening. Ruang meeting tersebut menjadi hening, tidak sama sekali ada yang bersuara. Sebagai karyawan baru, Arletta mampu membungkam karyawan lama. Cara sudut pandang Arletta menunjukkan bahwa cara berpikirnya cerdas dan teliti.Keevan belum mengatakan apa pun. Pria itu menatap dalam pancaran mata tegas Arletta. Jika dulu dia me
“Arletta? Kenapa kamu di dalam lama sekali? Apa Pak Keevan membicarakan sesuatu padamu?” Rima—rekan kerja Arletta—bertanya pada Arletta yang baru saja keluar dari ruang meeting. Padahal meeting sudah sejak tadi selesai, tetapi Arletta masih juga berada di ruang meeting itu.Arletta buru-buru menyeka air matanya kala melihat Rima menghampirnya. Dia tak ingin sampai Rima melihat dirinya menangis. Arletta memasang topeng pura-pura. Dia tidak mau sampai ada yang melihat kerapuhannya.“Ah … iya. Aku kan karyawan baru jadi Pak Keevan menanyakan sesuatu padaku,” dusta Arletta dengan senyuman yang sengaja dia buat-buat. Arletta tidak mungkin membiarkan orang lain tahu tentangnya.Kening Rima mengerut. Sorot mata wanita itu menatap mata Arletta yang merah seperti habis menangis. “Arletta, matamu kenapa? Apa kamu habis menangis?” tanyanya penasaran bercampur kebingungan melihat mata Arletta memerah.Arletta kembali menyeka matanya. “Tadi aku kelilipan. Di dalam banyak debu. Aku alergi debu, Rim
Arletta menjatuhkan tubuhnya kala dirinya baru saja tiba di apartemennya. Tangis Arletta pecah. Sejak bertemu lagi dengan Keevan; Arletta sudah menahan diri untuk tidak menangis. Arletta seakan dipermainkan oleh takdir. Tujuan Arletta menerima pekerjaan ini dari temannya karena dia benar-benar membutuhkan uang.Lima tahun terakhir Arletta banting tulang mencari uang. Setelah dia keluar dari rumah keluarganya; Arletta harus putus kuliah hampir dua tahun. Tahun lalu Arletta baru saja lulus kuliah. Setelah banyaknya perjuangan yang harus dia lalui akhirnya Arletta bisa menyelesaikan pendidikannya.Butuh perjuangan yang tak mudah untuk Arletta melewati badai kehidupannya. Jatuh bangun, dia lakukan sendiri. Tak terhitung banyaknya air mata yang sudah dia keluarkan demi bertahan sampai detik ini.Tak pernah Arletta sangka, dia akan kembali bertemu dengan Keevan. Karena memang terakhir Arletta mendengar Keevan tengah menempuh pendidikan S2 di New York. Tapi kenapa Keevan harus pulang ke Jaka
Arletta tersenyum lembut dan membawa tangannya mengelus pipi bulat Keanu sambil berkata, “Papa nggak membuat Mama menangis, Sayang. Mata Mama merah karena debu.”Arletta memang membenci Keevan, bahkan dia selalu ingin menghindar dari Keevan, akan tetapi dia tak pernah menjelek-jelekan sosok Keevan di mata Keanu. Meskipun dia tidak akan memberi tahu Keevan tentang Keanu, tapi tetap saja dia tidak akan menjelek-jelekan Keevan di mata putranya.Alasan utama Arletta tak menjelek-jelekan Keevan di hadapan Keanu adalah karena dia tidak ingin meninggalkan jejak memori keburukan sosok ayah biologis putranya. Jika hal buruk yang diberi tahu, pasti Keanu akan sedih. Dan Arletta tidak pernah mungkin membiarkan putranya merasakan kesedihan.“Mama nggak bohong kan?” tanya Keanu sembari memiringkan kepalanya, menatap lekat Arletta, meminta ibunya untuk berkata jujur.“No, Sayang. Mama nggak bohong sama Keanu.” Arletta tersenyum rapuh. Dalam hati Arletta merasa bersalah karena harus membohongi putra
Pagi menyapa, Arletta sudah bersiap-siap untuk pergi ke supermarket. Wanita itu berpenampilan cantik dan segar, meski hanya memakai riasan tipis. Rambut messy bun menonjolkan leher jenjang nan indah. Ditambah dress polos berwarna navy dengan model tali spaghetti, membuat Arletta tampil sangat cantik.Sejatinya, Arletta memang sudah memiliki paras yang sangat cantik. Wanita itu tidak perlu lagi memakai riasan tebal hanya demi agar terlihat cantik. Dia sudah memiliki paras cantik secara natural.Arletta menatap ke cermin sebentar, melihat penampilannya sudah rapi. Matanya memang masih sedikit sembab. Untungnya, dia pintar merias di bagian mata, agar tidak terlalu sembab.Arletta ingin menata lagi hatinya. Sekalipun dia kembali dipertemukan dengan Keevan, tetap tidak akan mengubah apa pun. Wanita itu akan bersikap professional, menganggap Keevan hanyalah bos di mana dia bekerja.“Bu, biar saya saja yang pergi ke supermarket.” Mirna—pengasuh Keanu berucap dengan nada yang sopan pada Arlet
Sepanjang perjalanan, Arletta hanya diam dengan sorot mata yang membendung kemarahan tertahan. Hatinya hancur berkeping-keping dan tersayat, jika berada di dekat Keevan Danuarga. Tidak pernah dia sangka kalau dirinya akan kembali berada di dekat pria yang tak pernah ingin dia lihat lagi di muka bumi ini. Andai saja bukan karena membutuhkan uang, sudah pasti dia memilih untuk pergi sejauh mungkin.“Turunkan aku saja di sini.” Arletta berucap dengan nada dingin pada Keevan, tak melihat ke arah wanita itu sama sekali. Dia lebih memilih Keevan menurunkannnya di halte daripada harus berhenti di lobby apartemennya. Bukan tanpa alasan, Arletta takut kalau sampai Keevan melihat Keanu. Arletta tidak akan membiarkan itu sampai terjadi.“Kenapa kamu ingin berhenti di halte? Apartemenmu masih di ujung.” Keevan menatap Arletta dengan tatapan penuh curiga. Hatinya berat menurunkan Arletta di pinggir jalan.“Aku nggak mau ada yang melihat kalau aku dianter sama kamu,” tukas Arletta ketus, dan dingin
“Nasha, aku peringatkan padamu ini terakhir kalinya kamu datang ke perusahaanku tanpa bilang padaku. Lain kali kalau kamu mau datang ke katorku, maka kamu harus bilang. Kamu tahu aku sibuk, Nasha. Bagaimana kalau tadi aku sedang bersama dengan client?”Suara Keevan menegur Nasha dengan begitu tegas dan penuh peringatan. Saat ini Keevan tengah mengantar Nasha ke apartemen wanita itu. Dia terpaksa meninggalkan kantor karena dia tidak mau kalau Nasha sampai membuat ulah.Keevan kesal melihat Nasha yang selalu datang, tanpa sama sekali bilang padanya. Pasalnya Nasha selalu memeluknya di depan muka umum. Tentu jika di hadapan client pasti dirinya malu akan sifat Nasha.Bibir Nasha tertekuk dalam kala mendengar ucapan Keevan. Wanita itu memeluk lengan Keevan seraya berkata manja, “Memangnya kamu nggak kangen aku?”Keevan mengembuskan napas berat, mengatur emosi dalam dirinya. “Turunlah, kalau memang aku menginginkanmu, maka aku akan mendatangi apartemenmu. Ingat apa yang aku katakan tadi. A