Arletta tersenyum lembut dan membawa tangannya mengelus pipi bulat Keanu sambil berkata, “Papa nggak membuat Mama menangis, Sayang. Mata Mama merah karena debu.”Arletta memang membenci Keevan, bahkan dia selalu ingin menghindar dari Keevan, akan tetapi dia tak pernah menjelek-jelekan sosok Keevan di mata Keanu. Meskipun dia tidak akan memberi tahu Keevan tentang Keanu, tapi tetap saja dia tidak akan menjelek-jelekan Keevan di mata putranya.Alasan utama Arletta tak menjelek-jelekan Keevan di hadapan Keanu adalah karena dia tidak ingin meninggalkan jejak memori keburukan sosok ayah biologis putranya. Jika hal buruk yang diberi tahu, pasti Keanu akan sedih. Dan Arletta tidak pernah mungkin membiarkan putranya merasakan kesedihan.“Mama nggak bohong kan?” tanya Keanu sembari memiringkan kepalanya, menatap lekat Arletta, meminta ibunya untuk berkata jujur.“No, Sayang. Mama nggak bohong sama Keanu.” Arletta tersenyum rapuh. Dalam hati Arletta merasa bersalah karena harus membohongi putra
Pagi menyapa, Arletta sudah bersiap-siap untuk pergi ke supermarket. Wanita itu berpenampilan cantik dan segar, meski hanya memakai riasan tipis. Rambut messy bun menonjolkan leher jenjang nan indah. Ditambah dress polos berwarna navy dengan model tali spaghetti, membuat Arletta tampil sangat cantik.Sejatinya, Arletta memang sudah memiliki paras yang sangat cantik. Wanita itu tidak perlu lagi memakai riasan tebal hanya demi agar terlihat cantik. Dia sudah memiliki paras cantik secara natural.Arletta menatap ke cermin sebentar, melihat penampilannya sudah rapi. Matanya memang masih sedikit sembab. Untungnya, dia pintar merias di bagian mata, agar tidak terlalu sembab.Arletta ingin menata lagi hatinya. Sekalipun dia kembali dipertemukan dengan Keevan, tetap tidak akan mengubah apa pun. Wanita itu akan bersikap professional, menganggap Keevan hanyalah bos di mana dia bekerja.“Bu, biar saya saja yang pergi ke supermarket.” Mirna—pengasuh Keanu berucap dengan nada yang sopan pada Arlet
Sepanjang perjalanan, Arletta hanya diam dengan sorot mata yang membendung kemarahan tertahan. Hatinya hancur berkeping-keping dan tersayat, jika berada di dekat Keevan Danuarga. Tidak pernah dia sangka kalau dirinya akan kembali berada di dekat pria yang tak pernah ingin dia lihat lagi di muka bumi ini. Andai saja bukan karena membutuhkan uang, sudah pasti dia memilih untuk pergi sejauh mungkin.“Turunkan aku saja di sini.” Arletta berucap dengan nada dingin pada Keevan, tak melihat ke arah wanita itu sama sekali. Dia lebih memilih Keevan menurunkannnya di halte daripada harus berhenti di lobby apartemennya. Bukan tanpa alasan, Arletta takut kalau sampai Keevan melihat Keanu. Arletta tidak akan membiarkan itu sampai terjadi.“Kenapa kamu ingin berhenti di halte? Apartemenmu masih di ujung.” Keevan menatap Arletta dengan tatapan penuh curiga. Hatinya berat menurunkan Arletta di pinggir jalan.“Aku nggak mau ada yang melihat kalau aku dianter sama kamu,” tukas Arletta ketus, dan dingin
“Nasha, aku peringatkan padamu ini terakhir kalinya kamu datang ke perusahaanku tanpa bilang padaku. Lain kali kalau kamu mau datang ke katorku, maka kamu harus bilang. Kamu tahu aku sibuk, Nasha. Bagaimana kalau tadi aku sedang bersama dengan client?”Suara Keevan menegur Nasha dengan begitu tegas dan penuh peringatan. Saat ini Keevan tengah mengantar Nasha ke apartemen wanita itu. Dia terpaksa meninggalkan kantor karena dia tidak mau kalau Nasha sampai membuat ulah.Keevan kesal melihat Nasha yang selalu datang, tanpa sama sekali bilang padanya. Pasalnya Nasha selalu memeluknya di depan muka umum. Tentu jika di hadapan client pasti dirinya malu akan sifat Nasha.Bibir Nasha tertekuk dalam kala mendengar ucapan Keevan. Wanita itu memeluk lengan Keevan seraya berkata manja, “Memangnya kamu nggak kangen aku?”Keevan mengembuskan napas berat, mengatur emosi dalam dirinya. “Turunlah, kalau memang aku menginginkanmu, maka aku akan mendatangi apartemenmu. Ingat apa yang aku katakan tadi. A
Keevan turun dari mobil, dan melangkah masuk ke dalam lobby perusahaannya—menuju lift pribadinya. Sesaat Keevan melirik arloji yang melingkar di tangannya sekilas—waktu menunjukan pukul sepuluh malam. Artinya para karyawan sudah pulang semua.Hari ini setelah Keevan menemani keponakannya—pria itu memiliki meeting di luar bertemu dengan beberapa client-nya. Hal itu yang menyebabkan Keevan baru kembali ke kantornya sekarang. Sebenarnya Keevan bisa saja untuk langsung pulang ke apartemennya, namun ada beberapa pekerjaan yang ingin dia periksa.Ting!Pintu lift terbuka. Keevan melangkah keluar dari lift, dan hendak menuju ruang kerjanya; tiba-tiba langkah Keevan terhenti melihat Arletta tertidur dengan posisi kepala wanita itu bersandar di atas kertas yang ada sketsa gedung. Keevan yakin Arletta mulai merancang gedung yang sebelumnya dia minta Arletta untuk mengerjakan project baru.Keevan mengembuskan napas kasar. Pria itu sama sekali tidak mengira kalau Arletta akan sampai lembur demi p
“Mama.”Mata Keevan menatap bocah laki-laki yang tak asing di hadapannya itu berlari ke arah Arletta. Seketika sebutan ‘Mama’ membuat Keevan bungkam seribu bahasa. Tampak sepasang iris mata cokelat Keevan menatap lekat bocah laki-laki yang kini tengah memeluk Arletta. Degup jantung Keevan—entah kenapa tiba-tiba berdetak kencang seakan ingin melompat dari tempatnya.Keevan sempat memejamkan mata sebentar, meyakinkan diri bahwa apa yang dia lihat ini adalah salah, namun ternyata pria itu sama sekali tidak salah. Fungsi penglihatan dan pendengarannya masih sangat baik.“Mama? Mama ke mana saja? Keanu nggak bisa tidur kalau Mama nggak ada di samping Keanu. Mama kenapa pulang malam, Ma?” Keanu terus memeluk erat tubuh Arletta dengan begitu erat.Raut wajah Arletta memucat. Tubuhnya mematung kala Keanu memeluknya. Tenggorokan Arletta tercekat. Lidahnya kelu. Otak Arletta seolah tak mampu lagi merangkai kata-kata. Wanita itu hanya diam. Bahkan dia pun tak menjawab rengekan putranya itu. Buka
Keevan menggak vodka di tangannya hingga tandas. Benak pria itu teringang bocah kecil yang tak sengaja bertemu dengannya di siang hari—yang merupakan anak Arletta. Otaknya seakan blank di kala mengetahui kenyataan itu.Lima tahun sudah Keevan tak bertemu dengan Arletta. Wajar kalau Arletta sudah menikah. Terlebih wanita memang akan selalu lebih dulu menikah daripada pria. Akan tetapi entah kenapa mengetahui kenyataan itu membuat hati Keevan menjadi panas.“Shit!” Keevan mengumpat seraya mencengkram kuat gelas sloki di tangannya. Pria itu membenci suasana hatinya yang sangat amat tidak nyaman. Padahal harusnya dia bersikap biasa saja, atau bahkan tak peduli. Tapi dia sendiri tak mengerti kenapa malah seperti tak suka mendengar kenyataan Arletta sudah pernah menikah, dan bahkan sudah memiliki anak.Keevan mengembuskan napas kasar dan memejamkan mata singkat. Pria itu menyambar ponselnya menghubungi asistennya. “Bawakan aku seorang wanita,” titahnya tegas di kala panggilan terhubung.“Ma
Arletta duduk di kursi kerjanya sambil melamun dengan sorot mata lemah, lurus menatap ke depan. Jutaan hal mengusik pikirannya. Arletta ingin sekali hidup tenang, tapi alih-alih mendapatkan ketenangan, malah mendapatkan beban berat dalam pikiran.Jika bukan karena Arletta membutuhkan uang demi Keanu, maka pasti dia memilih untuk mengundurkan diri dari perusahaan milik Keevan ini. Hidup Arletta merasa sudah sangat amat tersiksa. Wanita itu lelah selalu melihat Keevan. Ingin dia berlari pergi, tapi semua itu adalah hal yang tidak mungkin. Bagaimanapun, Arletta memiliki tanggung jawab yang besar.Arletta mengembuskan napas kesal. “Harusnya kamu mati saja,” gumannya pelan.“Siapa yang mati, Arletta?” Rima—rekan kerja Arletta—menyapa Arletta yang terlihat kesal. “Ah nggak apa-apa. Aku hanya sedikit sakit kepala saja,” ucap Arletta yang berdusta. Dia tidak mungkin menceritakan pada Rima tentang dirinya dan Keevan. Selama ini tidak ada yang tahu tentang kehidupan pribadi Arletta. Wanita it