Home / CEO / Kesempatan Kedua / Bab 5. Kamu Tetap di Sini!

Share

Bab 5. Kamu Tetap di Sini!

“Keevan.”

Arletta bergumam lirih memanggil nama yang sudah lama tak pernah keluar dari mulutnya. Dia kembali dipertemukan dengan sosok pria yang telah berhasil menorehkan luka begitu dalam padanya.

Jantung Arletta berdetak semakin kencang tak karuan mendengar nama yang sudah lama tak dia sebut. Debaran jantungnya tetap sama. Dia tetap berdebar melihat keberadaan sosok pria yang sudah lama tak dia jumpai.

Mata Arletta berembun bahkan nyaris mengeluarkan air mata. Akan tetapi, dia tak akan membiarkan air matanya terjatuh membasahi pipinya. Di hadapan semua orang, dia tidak akan menjadi sosok yang lemah. Arletta menggelengkan kepalanya tegas, berusaha meneguhkan hatinya bahwa dirinya kuat dan mampu melewati semua ini.

Arletta sama sekali tidak menyangka CEO dari perusahaan barunya bekerja adalah pria yang telah menghancurkan hidupnya. Pria yang bahkan tak ingin lagi dia lihat. Tapi sepertinya takdir sedang mengajak dirinya bercanda.

Sungguh, andai saja Arletta tahu Mahardika Company adalah milik Keevan maka Arletta tak akan mungkin bekerja di perusahaan ini. Wanita itu rasanya ingin berlari meninggalkan ruang meeting. Menjauh agar tak lagi bertemu dengan pria itu.

Tapi bayangan Arletta terlintas tentang Keanu—putranya itu membutuhkan banyak biaya. Dia tidak bisa bersikap egois. Jika dia nekat pergi, maka pasti Keanu akan menderita. Dia tidak ingin membiarkan Keanu merasa kesusahan.

Usia Keanu adalah usia di mana Arletta membutuhkan banyak uang. Arletta ingin memberikan kehidupan yang layak untuk putranya. Arletta pernah merasakan sulitnya hidup, dan dia tak akan membiarkan Keanu merasakan kesulitan. Hidup Arletta sekarang hanyalah untuk Keanu. Menjadi seorang ibu membuat Arletta belajar untuk menjadi sosok yang tangguh.

Keevan terdiam kala melihat Arletta di hadapannya. Aura wajahnya begitu dingin tanpa ekspresi. Sorot mata tegasnya menangkap gerak gerik Arletta yang menunjukan kegelisahan. Dalam diam, Keevan sedikit terkejut melihat Arletta ada di hadapannya. Sosok gadis polos yang dia kenal dulu kala dirinya masih berkuliah tak lagi terlihat. Di hadapan Keevan saat ini adalah sosok wanita dengan penampilan rapi.

Paras Arletta berubah lebih dewasa dan sangat cantik. Kulit wajahnya terawat. Putih dan mulus. Tubuh tinggi semampai. Meski tatapan Arletta menunjukan pancaran kegelisahan tetapi sorot mata Arletta menunjukkan ketegasan. Tak ada lagi sorot mata lemah lembut dan polos seperti yang Keevan lihat lima tahun lalu.

Keevan dan Arletta masih saling bertatapan. Layaknya ada magnet kuat di antara mereka yang membuat mereka tetap saling bertatapan. Mereka seolah tidak bisa menghentikann tatapan itu.

Bahkan, Keevan dan Arletta sampai tak menyadari kalau di ruang meeting tersebut banyak orang, tidak hanya mereka saja. Tatapan yang seperti menunjukan penuh arti dan maksud. Tatapan itu pun telah berhasil membuat Arletta merasakan dunianya luluh lantah. Seperti bumi yang berhenti pada porosnya.

“Pak Keevan, wanita yang diujung sana adalah Ibu Arletta. Beliau adalah arsitek baru di Mahardika Company,” ujar Angga dengan begitu sopan.

Keevan kembali terdiam kala Angga memperkenalkan Arletta—yang ternyata adalah arsitek baru yang dimaksud oleh Angga. Dia ingin mengeluarkan kata, tapi entah kenapa hatinya terasa begitu berat. Yang ada sekarang kata-kata yang ingin terucap tertelan di tenggorokan.

“Kita mulai meeting sekarang.” Keevan bersikap acuh mengabaikan Arletta. Pria itu duduk di kursi kebesarannya. Pun semua karyawan yang tadi bangkit berdiri kembali duduk di tempat mereka masing-masing.

“Arletta, apa kamu mengenal Pak Keevan?” bisik Rima pelan kala mendapati Arletta yang masih terus menatap Keevan. Dia mulai curiga. Pasalnya tatapan Arletta dan tatapan Keevan memancarkan tatapan saling mengenal satu sama lainnya.

Arletta segera mengalihkan pandangannya kala mendengar ucapan Rima. Wanita itu menyadari kalau dirinya telah melampui batas. Batas yang sangat berbahaya. Detik selanjutnya, Arletta mengangkat dagunya. Memasang wajah dingin seakan tak mengenal siapa pun di ruangan ini. Walau tak dipungkiri hatinya hancur berkeping-keping tapi Arletta akan siap memakai topeng. Topeng yang menutupi kehancuran di hatinya.

“Tidak, aku tidak mengenalnya,” jawab Arletta acuh seakan tak peduli.

Rima mengangguk-anggukan kepalanya merespon ucapan Arletta. Dia tak lagi curiga di kala Arletta mengatakan tidak mengenal Keevan. Mungkin itu hanya perasaannya saja. Itu yang ada di dalam pikiran Rima.

“Pak Keevan, kita memiliki project pembangunan sebuah perusahaan di wilayah Jakarta Selatan. Desain yang mereka minta harus dua konsep. Bernuansa Italia dan bercampur dengan nuansa Indonesia. Lalu kita juga memiliki project pembangunan perumahan di Kawasan Tangerang dan Karawaci. Mereka meminta desain kotemporer, Pak.” Salah satu manager yang ada di ruang meeting itu berujar memberikan laporan pada Keevan.

Keevan tak langsung menjawab. Pria itu mengambil dokumen yang ada di hadapannya, membaca seksama isi dari dokumen itu. “Apa dari kalian memiliki ide dari project ini?” tanyanya dingin dan datar.

“Pak, kita bisa menonjolkan kesan dari desain Italia. Nantinya perusahan tersebut akan terlihat berkelas. Sedangkan nuansa Indonesia hanya sebagai pemanis. Dan untuk pembangunan perumahan kita bisa membuat dengan kontemporer sedikit pemanis dengan gaya klasik agar lebih hidup,” ujar Merla—salah satu senior arsitek yang ada di ruang meeting itu.

“Idemu untuk project pembangunan perumahan cukup bagus. Tapi aku tidak setuju idemu yang ingin menonjolkan desain Italia dan menjadikan nuansa Indonesia hanya sebagai pemanis. Itu bukanlah pilihan yang tepat. Dua desain itu harus sama-sama kuat. Lalu kita kombinasikan menjadi satu,” sambung Keevan menegaskan.

Mahardika Company memang perusahaan arsitek yang belakangan ini menjadi sorotan karena perkembangannya begitu pesat. Dan selama ini Keevan juga telah menjalin kerja sama dengan beberapa interior design pilihanya. Pun Keevan selalu ingin memberikan yang terbaik untuk para client-nya.

Jika client memintanya merancang sekaligus menata ruangan maka Keevan akan menuruti keinginan client-nya. Tentu para arsitek yang bekerja di Mahadika Company bukan hanya paham tentang merancang bangunan. Tapi cukup paham dan memiliki ide cemlerlang dalam penataan ruangan.

Paling tidak para arsitek di Mahardika Company bisa memberikan saran dalam penataan ruangan. Selebihnya dalam penataan ruangan secara detail akan dikerjakan oleh interior design.

“Baik, Pak Keevan.” Merla mengangguk sopan merespon ucapan Keevan.

“Apa ada ide lainnya?” Keevan kembali bertanya. Matanya menatap dingin semua arsitek yang ada di ruang meeting.

Arletta mengatur napasnya. Ada suatu keraguan dalam benaknya. Tapi Arletta tidak mau menjadi seorang pengecut. Detik selanjutnya, Arletta mengangkat tangannya dan bertanya sopan dan tersirat dingin, “Boleh saya berpendapat, Pak?”

Keevan mengalihkan pandangannya menatap Arletta. Pria itu kini memberikan tatapan yang begitu lekat pada Arletta. “Katakan, apa pendapatmu tentang project ini?” ujarnya dingin dan tegas.

“Nuansa Italia bercampur dengan nuansa Indonesia sangatlah ide yang bagus, Pak Keevan. Tapi ada beberapa hal yang harus kita perhatikan.” Arletta dengan berani mengeluarkan suaranya, mengatur segala dalam dirinya. Sebisa mungkin wanita itu bersikap professional.

Keevan menatap Arletta dengan tatapan serius. “Apa maksudmu?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status