Semua perampok bersorak kegirangan. Candramaya hanya bisa menangis dan menggigil ketakutan. Dia mencoba membrontak. Gadis itu di seret ke semak-semak dengan paksa dan di dorong ke tanah. Candramaya jatuh tersungkur dengan menyedihkan. "Ibu ..!" Ujar Candramaya lirih. Candramaya membayar sifat keras kepalanya dengan sangat mahal. Jika dia menurut dan mau menunggu pasti kejadiannya tidak akan seburuk ini. Dia tidak berani memanggil nama penunggu keris dan bahkan menggunakannya dalam keadaan mendesak seperti ini. Dia ingat dengan peringatan Pamannya. Sejujurnya dia takut tidak bisa mengendalikan kerisnya. Mata pria bernama Barja di selimuti kabut hasrat, dia menunduk dan merobek sebagian kain yang di kenakan Candramaya hingga terlihat pahanya yang mulus. Tubuh pria tua itu terasa terbakar, jangkunnya naik turun dan air liurnya menetes. Tubuh Candramaya menggigil ketakutan, dia merangkak dengan sisa tenaga. Barja semakin bersemangat, dia menarik kaki Candramaya, "Mau kemana
Candramaya jatuh kedalam sungai, dia masih menggenggam cunduk manik itu dan berusaha naik ke permukaan.Namun arus sungai sangat deras, dia berulang kali akan tenggelam. Sekarang yang dia takutkan bukan hanya perampok. Tapi ujung dari sungai ini.Para perampok itu menganga, gadis itu sungguh nekat dan berani. Mereka menatap nanar gadis itu yang hanyut ke dalam sungai.Hati mereka terasa sakit, seolah-olah sekarung emas hanyut begitu saja. Tangkapan mereka terlepas sia-sia. Dan mereka merasa di rugikan.Barja berteriak kesal, "Kita kehilangan gadis itu!""Ayo kita kejar dia ketua," ujar salah satu perampok. Mencoba memberi usul.Mata Barja berkedut, "Kamu bisa berenang?""Tidak," pria itu menyengir lebar."Jadi tutup mulutmu!" Barja sangat kesal dan meninju perut anak buahnya.Bug!Pria konyol itu meringis kesakitan. Semua perampok terdiam melihat ketua mereka berjalan pergi dengan jalannya yang tertatih. Kepala Candramaya berhasil naik kepermukaaan air, dia buru-buru menghirup oksige
Indrayana menelan salivanya, dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Pemuda konyol itu menunjuk paha Candramaya yang terbuka. Wajahnya merah, dia tersipu malu, "Itu," ujarnya.Mata Candramaya terbelaklak, dia pun akhirnya buru-buru menutup pahanya dengan canggung. Kepala gadis itu tertunduk malu."Indrayana ... " panggil Darma dari kejauhan.Indrayana kelabakan saat mendengar Pamannya terus memanggil, apalagi suara itu semakin mendekat. "Bagaimana ini?" Dia sontak berdiri dan meloncat-loncat seperti anak kecil, wajahnya terlihat sangat panik. Pemuda itu seperti kebakaran jenggot.Candramaya keheranan melihat tingkah pemuda itu. Jadi dia bertanya, "Kenapa?"Indrayana berjongkok di depan Candramaya. Dia berbisik, "Aku harus menyembunyikanmu. Paman-pamanku dan Romoku tidak boleh melihatmu atau aku akan kena masalah," ujarnya. Mulut pemuda itu menganga dan kedua tangannya menangkup wajahnya. Dia terlihat bodoh dan konyol. Pemuda itu hanya menggunakan kain yang di lilit dengan sebuah
Kaki Indrayana bergetar, dia tahu benar dengan sifat Romonya. Peraturan tetap peraturan. Indrayana dan Arya Balaaditya sudah berpindah-pindah tempat beberapa kali. Mereka bahkan pernah tinggal di negara seberang. "Bagaimana ini, Paman?" Tanya Indrayana dengan cemas. Pemuda manja itu bergelayut pada tangan Ki sentot. Sedangkan Ki sentot, dia hanya menghela nafas panjang, "Bagaimana lagi? Sembunyikan gadis itu di kamarmu. Setelah Ketua dan lainnya pergi, gadis itu harus pergi. "Cepat!" Darma mengangguk dan berkata, "Sembunyikan gadis itu dan kami akan menyambut ketua dan yang lainnya. Setelah semua beres, cepat bergabung dengan kami. Tenanglah kami akan selalu mendukungmu," ujar Darma. Walaupun kesannya Darma sangat galak kepada Indrayana. Tetapi dia adalah orang yang sangat peduli padanya. Di mata Ki sentot dan Darma, Indrayana seperti anak kecil berusia 6 tahun. Seperti saat mereka pertama kali bertemu dulu. Untuk sekian kalinya, Indrayana terharu. Dia tahu apapun yang t
Tatapan Candramaya yang biasa begitu dingin, kini terlihat menghangat. Gadis itu terlelap dalam pelukan Indrayana. Pemuda yang baru satu hari dia kenal. Namun dia menemukan kedamaian dalam dirinya. Dia seperti menemukan rumah. Rumah yang sederhana namun begitu hangat. Candramaya bahkan tetap bergeming dengan perlakuan Pangeran Adhinata. Walaupun pemuda itu menawarkan seluruh isi dunia. Namun dengan Indrayana, dia merasa tersentuh. Selain pemuda itu yang menyelamatkan nyawanya. Dia merasa begitu dekat dengannya. Dia merasa punya ikatan yang terjalin sangat lama. Keesokan harinya. Indrayana terbangun, saat sinar matahari masuk melalui celah jendela. Dia menatap wajah gadis yang ada di dalam pelukannya. Ternyata dia tidak bermimpi. senyumnya merekah lalu berbisik, "Candramaya ...bangun." Tubuh Candramaya merasa segar, walaupun kakinya masih sangat sakit. Wajah Candramaya memerah saat Indrayana menatapnya dengan tersenyum. Mereka seperti sepasang suami istri yang sangat manis. T
Mata Candramaya melebar dengan mulut terbuka, kedua tangannya meremas seprei. Gadis itu bertanya, " Sejak kapan kamu melihatnya?" Indrayana menutup mulutnya dengan rapat dan tersenyum penuh arti, dia memilih keluar kamar tanpa menjelaskan sesuatu. "Indrayana jawab? Indrayana!" Candramaya berteriak. Dia memukul ranjang dengan kedua tangannya yang terkepal saat pemuda itu mengabaikannya. "Pemuda itu tidak sebodoh yang aku kira!" Candramaya mengeram kesal. Gadis itu memegang kakinya yang berdenyut nyeri. Tidak seharusnya dia memaksakan dirinya untuk berjalan. Sekarang dia merasakan rasa sakit yang luar biasa. Indrayana berjalan keluar rumah setelah membuat Candramaya kesal. Dia juga sangat kesal dan sedih. Jadi mencari udara segar itu adalah solusinya. Pemuda itu berdiam diri menyaksikan para Pamannya sedang sibuk di halaman untuk mengatur upacara pernikahannya yang dadakan. Ranu Baya sedang duduk dengan salah satu rekannya bernama Baladewa. Pria yang dulunya adalah ketua perampok ya
"Tidak! Aku tidak butuh bantuanmu, kali ini aku akan menahannya." Candramaya memiliki firasat buruk, jadi dia menolaknya dengan tegas."Baiklah ..ini yang terakhir." Indrayana memberikan cawan itu dan mengedipkan sebelah matanya.Candramaya memutar bola matanya dengan jengah. Ternyata ada yang jauh lebih genit dari kakaknya. Bedanya hanya Danumaya pria dewasa yang mesum dan pemarah. Sedangkan Indrayana, pria manja yang suka merajuk."Gluk!" Candramaya menutup hidungnya dan menengguknya dengan susah payah. Kening gadis itu mengerut dan menaikan hidungnya. Karena rasa pahit yang memenuhi mulut dan tenggorokannya."Gadis pintar .." ujar Indrayana, pemuda itu menepuk-nepuk kepala Candramaya dengan gemas.Pipi pucat Candramaya merona, gadis itu tersipu malu."Lihat ..wajahmu langsung berseri, semua ramuan Romo memang manjur," ujar Indrayana. Pemuda itu kini duduk di sisi ranjang lalu menyentuh kaki kiri Candramaya. Dia mengurutnya dengan lembut.Candramaya meringis kesakitan dan mengeluark
Danumaya kembali menyusuri hutan terlarang, dia berjalan mengikuti jejak kaki yang begitu banyak. Sayup-sayup terdengar suara gemericik air. Hingga dia mendekati sumber suara itu berada.Di sebuah tebing, kini Danumaya berdiri, angin berhembus menerpa wajahnya yang tampan. Kedua tangannya terkepal kuat dan bibirnya bergetar. Bulir bening mulai jatuh dari sudut matanya yang tajam, menatap lurus kebawah. Danumaya bermonolog, "Mungkinkah Candramaya tercebur ke dalam sungai? Tapi dia di lindungi Putri Tanjung Kidul."Di bawah sana ada sebuah sungai yang besar. Arusnya terlihat tenang artinya sungai itu sangat dalam. Permukaan air terlihat bercahaya layaknya berlian yang bertabur di atas permadani saat terkena cahaya matahari.Danumaya bergegas pergi dengan membawa sobekan kain milik Candramaya. Pemuda itu menuju kudanya dan pergi mencari jalan lain menuju ujung sungai.Saat Danumaya menuruni jalan yang semakin masuk ke dalam hutan terlarang. Yang dia temui hanya padang sabana yang luas da