Share

31. Ketahuan

Penulis: Songdeok eunjoo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-12 15:44:22

Indrayana menelan salivanya, dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Pemuda konyol itu menunjuk paha Candramaya yang terbuka. Wajahnya merah, dia tersipu malu, "Itu," ujarnya.

Mata Candramaya terbelaklak, dia pun akhirnya buru-buru menutup pahanya dengan canggung. Kepala gadis itu tertunduk malu.

"Indrayana ... " panggil Darma dari kejauhan.

Indrayana kelabakan saat mendengar Pamannya terus memanggil, apalagi suara itu semakin mendekat. "Bagaimana ini?" Dia sontak berdiri dan meloncat-loncat seperti anak kecil, wajahnya terlihat sangat panik. Pemuda itu seperti kebakaran jenggot.

Candramaya keheranan melihat tingkah pemuda itu. Jadi dia bertanya, "Kenapa?"

Indrayana berjongkok di depan Candramaya. Dia berbisik, "Aku harus menyembunyikanmu. Paman-pamanku dan Romoku tidak boleh melihatmu atau aku akan kena masalah," ujarnya.

Mulut pemuda itu menganga dan kedua tangannya menangkup wajahnya. Dia terlihat bodoh dan konyol.

Pemuda itu hanya menggunakan kain yang di lilit dengan sebuah
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Keris Darah Candramaya   32. Bermimpi Buruk

    Kaki Indrayana bergetar, dia tahu benar dengan sifat Romonya. Peraturan tetap peraturan. Indrayana dan Arya Balaaditya sudah berpindah-pindah tempat beberapa kali. Mereka bahkan pernah tinggal di negara seberang. "Bagaimana ini, Paman?" Tanya Indrayana dengan cemas. Pemuda manja itu bergelayut pada tangan Ki sentot. Sedangkan Ki sentot, dia hanya menghela nafas panjang, "Bagaimana lagi? Sembunyikan gadis itu di kamarmu. Setelah Ketua dan lainnya pergi, gadis itu harus pergi. "Cepat!" Darma mengangguk dan berkata, "Sembunyikan gadis itu dan kami akan menyambut ketua dan yang lainnya. Setelah semua beres, cepat bergabung dengan kami. Tenanglah kami akan selalu mendukungmu," ujar Darma. Walaupun kesannya Darma sangat galak kepada Indrayana. Tetapi dia adalah orang yang sangat peduli padanya. Di mata Ki sentot dan Darma, Indrayana seperti anak kecil berusia 6 tahun. Seperti saat mereka pertama kali bertemu dulu. Untuk sekian kalinya, Indrayana terharu. Dia tahu apapun yang t

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-14
  • Keris Darah Candramaya   33. Ikatan Lama

    Tatapan Candramaya yang biasa begitu dingin, kini terlihat menghangat. Gadis itu terlelap dalam pelukan Indrayana. Pemuda yang baru satu hari dia kenal. Namun dia menemukan kedamaian dalam dirinya. Dia seperti menemukan rumah. Rumah yang sederhana namun begitu hangat. Candramaya bahkan tetap bergeming dengan perlakuan Pangeran Adhinata. Walaupun pemuda itu menawarkan seluruh isi dunia. Namun dengan Indrayana, dia merasa tersentuh. Selain pemuda itu yang menyelamatkan nyawanya. Dia merasa begitu dekat dengannya. Dia merasa punya ikatan yang terjalin sangat lama. Keesokan harinya. Indrayana terbangun, saat sinar matahari masuk melalui celah jendela. Dia menatap wajah gadis yang ada di dalam pelukannya. Ternyata dia tidak bermimpi. senyumnya merekah lalu berbisik, "Candramaya ...bangun." Tubuh Candramaya merasa segar, walaupun kakinya masih sangat sakit. Wajah Candramaya memerah saat Indrayana menatapnya dengan tersenyum. Mereka seperti sepasang suami istri yang sangat manis. T

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-17
  • Keris Darah Candramaya   34. Ramalan Ranu Baya

    Mata Candramaya melebar dengan mulut terbuka, kedua tangannya meremas seprei. Gadis itu bertanya, " Sejak kapan kamu melihatnya?" Indrayana menutup mulutnya dengan rapat dan tersenyum penuh arti, dia memilih keluar kamar tanpa menjelaskan sesuatu. "Indrayana jawab? Indrayana!" Candramaya berteriak. Dia memukul ranjang dengan kedua tangannya yang terkepal saat pemuda itu mengabaikannya. "Pemuda itu tidak sebodoh yang aku kira!" Candramaya mengeram kesal. Gadis itu memegang kakinya yang berdenyut nyeri. Tidak seharusnya dia memaksakan dirinya untuk berjalan. Sekarang dia merasakan rasa sakit yang luar biasa. Indrayana berjalan keluar rumah setelah membuat Candramaya kesal. Dia juga sangat kesal dan sedih. Jadi mencari udara segar itu adalah solusinya. Pemuda itu berdiam diri menyaksikan para Pamannya sedang sibuk di halaman untuk mengatur upacara pernikahannya yang dadakan. Ranu Baya sedang duduk dengan salah satu rekannya bernama Baladewa. Pria yang dulunya adalah ketua perampok ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-19
  • Keris Darah Candramaya   35.Kabar Buruk Untuk Waringin

    "Tidak! Aku tidak butuh bantuanmu, kali ini aku akan menahannya." Candramaya memiliki firasat buruk, jadi dia menolaknya dengan tegas."Baiklah ..ini yang terakhir." Indrayana memberikan cawan itu dan mengedipkan sebelah matanya.Candramaya memutar bola matanya dengan jengah. Ternyata ada yang jauh lebih genit dari kakaknya. Bedanya hanya Danumaya pria dewasa yang mesum dan pemarah. Sedangkan Indrayana, pria manja yang suka merajuk."Gluk!" Candramaya menutup hidungnya dan menengguknya dengan susah payah. Kening gadis itu mengerut dan menaikan hidungnya. Karena rasa pahit yang memenuhi mulut dan tenggorokannya."Gadis pintar .." ujar Indrayana, pemuda itu menepuk-nepuk kepala Candramaya dengan gemas.Pipi pucat Candramaya merona, gadis itu tersipu malu."Lihat ..wajahmu langsung berseri, semua ramuan Romo memang manjur," ujar Indrayana. Pemuda itu kini duduk di sisi ranjang lalu menyentuh kaki kiri Candramaya. Dia mengurutnya dengan lembut.Candramaya meringis kesakitan dan mengeluark

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-21
  • Keris Darah Candramaya   36. Tanah Para Dewa

    Danumaya kembali menyusuri hutan terlarang, dia berjalan mengikuti jejak kaki yang begitu banyak. Sayup-sayup terdengar suara gemericik air. Hingga dia mendekati sumber suara itu berada.Di sebuah tebing, kini Danumaya berdiri, angin berhembus menerpa wajahnya yang tampan. Kedua tangannya terkepal kuat dan bibirnya bergetar. Bulir bening mulai jatuh dari sudut matanya yang tajam, menatap lurus kebawah. Danumaya bermonolog, "Mungkinkah Candramaya tercebur ke dalam sungai? Tapi dia di lindungi Putri Tanjung Kidul."Di bawah sana ada sebuah sungai yang besar. Arusnya terlihat tenang artinya sungai itu sangat dalam. Permukaan air terlihat bercahaya layaknya berlian yang bertabur di atas permadani saat terkena cahaya matahari.Danumaya bergegas pergi dengan membawa sobekan kain milik Candramaya. Pemuda itu menuju kudanya dan pergi mencari jalan lain menuju ujung sungai.Saat Danumaya menuruni jalan yang semakin masuk ke dalam hutan terlarang. Yang dia temui hanya padang sabana yang luas da

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-23
  • Keris Darah Candramaya   37. Pernikahan Candramaya

    "Balas dendam! Aku ingin membunuh siapa pun yang terlibat atas kematian orang tuaku," ujar Candramaya, sorot matanya penuh amarah. Indrayana merasakan betapa menderitanya gadis ini, jadi dia mengucap janji, "Sebentar lagi kita akan menjadi suami istri, kamu bisa memanfaatkanku sesukamu. Aku akan mengikutimu bagaikan bayangan. Aku juga akan setia seperti anjing. Kamu juga tidak perlu membalas perasaanku. Dan aku juga tidak akan mengeluh." Hati Candramaya terasa hangat, dia merasa tersentuh. "Sedalam itukah perasaanmu?" Indrayana membalas genggaman Candramaya, kepalanya mengangguk dengan mantap dia berkata, "Tentu!" Candramaya tersenyum bahagia, tapi dia sedikit menggoda Indrayana, "Kamu sedang membual?" Indrayana menganga dan matanya membelaklak. Mulutnya sudah berbusa dan dia juga sudah mengikrarkan sebuah janji dan Candramaya masih mempertanyakan ke seriusannya. Apakah gadis ini ingin di cium. Candramaya tertawa terbahak-bahak melihat expresi wajah konyol pemuda itu. Setid

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-24
  • Keris Darah Candramaya   38. Cemeti Samber Gledhek

    "Kamu harus mengatakan segalanya kepada gadis itu, bahwa kamu di jebak dan di salahkan. Sebelum dia tahu dari orang lain," ujar Baladewa. Dia selalu mengingatkannya. Ranu Baya terduduk lesu, dia tidak bisa berbuat apa-apa, selama belahan jiwanya berada di dalam cengkraman Adi Wijaya. Walaupun Asri Kemuning adalah putri kandungnya, tua bangka itu lebih mencintai tahtanya. "Apa yang bisa ku jelaskan? Aku sendiri tidak tahu siapa pelakunya. Di sisi lain aku menghawatirkan istriku," ujarnya. Brakkk! Tiba- tiba Darma menggebrak meja dia sangat bersemangat lalu berkata, "Kalau begitu, selamatkan Tuan Putri Asri Kemuning terlebih dahulu." Entah sejak kapan orang itu duduk di sebelah Baladewa. Ranu Baya mengelus dadanya dan wajahnya menegang, dia terkejut. Baladewa juga terkejut, hingga dia terlonjak dari duduknya. Dengan geram dia berkata, "Kebiasaan ya kamu!" ujarnya sambil menonyor kepala adiknya. Darma hanya cengengesan. Sedangkan Baladewa melotot horor. Ranu Baya tersenyum

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-28
  • Keris Darah Candramaya   39. Sisi lain Indrayana

    "Suara apa itu?" Candramaya reflek menatap langit. Suara Dentuman itu seperti suara halilintar yang menyambar, namun langit malam ini begitu cerah. Ada banyak bintang dan bulan purnama begitu besar dan terang. Karena rasa penasarannya begitu kuat. Dia memutuskan untuk pergi ke sumber suara yang berasal dari arah sungai. Sungai dan rumah Indrayana lumayan dekat. Gadis itu berjalan menyusuri jalan setapak yang sekelilingnya di tumbuhi bunga kenikir dan bunga liar lainnya. Dengan Cahaya rembulan yang temaram membuat malam itu begitu bersinar. Semilir angin dingin yang lembut menerpa tumbuhan liar yang membuat mereka menari-nari kegirangan. Semerbak wangi dari bunga-bunga itu membuat Candramaya terlena dan membuatnya berhenti sejenak. Dia menikmati keindahan yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Dia seperti bidadari berbalut pakaian pengantin di bawah sinar rembulan. Kulit halusnya bercahaya, tubuhnya terpahat sempurna. Keelokan paras gadis itu menyatu dengan tanah Para Dewa. Ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-29

Bab terbaru

  • Keris Darah Candramaya   92. Amukan Arya Balaaditya

    Seketika Arya Baladitya berhenti, lalu menoleh ke sumber suara. Nafasnya memburu namun tatapannya terlihat liar dan dingin. Ketua bandit itu menelan salivanya dengan kasar, tenggorokannya terasa kering. Bahkan seumur hidupnya dia baru merasakan apa itu rasa takut. Semua anak buahnya tersungkur dengan keadaan babak belur.Dia sekarang berpikir, lebih baik di kejar wanita gila itu sampai ke ujung dunia. Dari pada berhadapan dengan malaikat maut yang menyamar menjadi manusia sederhana.Sungguh para bandit itu merasa merinding saat menatap sepasang mata dingin dan aura hitam yang menyelimuti pemuda berpenampilan sederhana itu.Mereka seketika tobat dan merasa kapok. Apalagi Baladewa tiba-tiba teringat putrinya yang usianya sama dengan Indrayana. Gadis kecil itu dia titipkan pada bibinya. Mata Baladewa mengembun, dia menghawatirkan putri semata wayangnya. Bagaimana jika bibinya meninggal karena sudah tua. Dan sekarang bagaimana dengan nasibnya sekarang."Kami menyerah Tuan!" Semua bandit

  • Keris Darah Candramaya   91. Anak Setan.

    "Kami hanya menjalankan perintah Tuan!" jawab salah satu bandit bertubuh tinggi besar dan gagah itu. Penampilannnya berantakan jangkut dan kumisnya panjang membuat wajahnya terlihat menyeramkan. Sedangkan rambutnya di gulung secara asal-asalan. Dia adalah ketua dari kelompok ini. Dan yang lainnya tersenyum remeh melihat dari bawah ke atas. Memperhatikan penampilan pemuda dengan pakaian lusuh dan sederhana. Tubuhnya tinggi dan cukup berisi, namun terlihat lemah. Walaupun terlihat lemah, aura kebangsawanan tetap terlihat.Arya Baladitya menyeringai dengan tatapan datar. "Siapa?" tanya Arya Balaaditya dengan suara rendah."Bukan urusanmu! Lagian kalian akan mati!" Sarkas pria yang berada di sisi sang ketua. Pria itu cukup berani dan angkuh."Humm! Sebaiknya kamu turun ya Nak?" ujar Indrayana sambil membuka kain yang mengikat putranya. "Baik Romo," ujar Indrayana lirih. Anak itu turun dari punggung ayahnya.Arya Balaaditya memeluk anak itu dan berbisik, "Indrayana ... tolong temani hita

  • Keris Darah Candramaya   90 Memori Ranu Baya

    "Jangan buang waktu, Tuan. Ayo kita pergi ke tempat itu," ujar Ki Sentot. Pria itu sangat antusias.Sedangkan Ranu Baya terlihat bimbang. Pria itu duduk bersandar dengan dahi mengerut. Dia memang ingin memastikan perkiraannya benar atau tidak. Tapi mengingat keadaan Cempaka. Ranu Baya merasa sangat egois jika meninggalkan gadis yang sudah dia anggap sebagai putrinya.Apalagi gadis itu sudah sangat banyak berkorban untuknya. Selama hampir lima tahun Cempaka masuk ke dalam istana dan menyamar menjadi pelayan agar bisa mendapatkan info tentang Istrinya. Jadi dia tidak bisa pergi meninggalkan Cempaka yang pingsan dan terluka. Apalagi di saat ayahnya sedang menjalankan perintah darinya. "Tuan ... " panggil Ki Sentot membuyarkan lamunan Ranu Baya."Bagaimana dengan keadaan Cempaka? Baladewa tidak di sini," ujar Ranu Baya. Ada kilatan kecemasan yang terlintas di matanya yang teduh.Darma menyadari kegelisahan Ranu Baya. Dia tahu karakter pria itu, dia sangat bertanggung jawab dan hatinya be

  • Keris Darah Candramaya   89. Kembalinya Cempaka

    Saka tertegun sejenak, dia menjatuhkan pedangnya dan menghampiri gadis itu dengan langkah yang berat. Reflek Cempaka menyeret tubuhnya ke belakang dengan wajah pucat. Dia benar-benar ketakutan namun seketika berhenti saat mata dingin pria itu meneteskan air mata. Saka berjongkok dan membuka penutup wajah gadis itu dengan hati-hati. Saka terperangah, dia terduduk di tanah dengan lemas. Hampir saja dia membunuh gadis yang dia cintai. Hanya gadis ini yang menatapnya dengan lembut dan hangat. Wajah gadis itu mendongak, "Tuan ... " panggil Cempaka dengan lirih dan ragu. Tatapan dingin Saka melembut, dia menatap lengan Cempaka yang berdarah. Ada sebuah penyesalan di matanya. Hati Cempaka terenyuh dan berdebar kencang saat pria itu memeluknya dengan erat. Tanpa sadar air matanya menetes. Tangannya tergantung di udara, dia ingin membalas pelukan itu namun dia urungkan. Hingga tiba-tiba terdengar suara beberapa orang berjalan mendekat. Cahaya obor itu samar-samar terlihat dari arah i

  • Keris Darah Candramaya   88. Isi Lemari Kamaratih

    "Saka ... " panggil Adi Wijaya. Dia kembali menutup pintu lemari dengan tenang. Adi Wijaya berjalan mendekati seorang pria yang hanya berdiri di depan pintu lalu menepuk pundaknya. Saka hanya mendongak, tatapannya datar dan bibirnya terus saja merapat. Dia tidak berekspresi apapun. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Tatapannya yang datar tertuju ada satu buah mata yang terlihat dari celah jendela."Apa kamu sudah menemukan tabibnya?" tanya Adi Wijaya.Sebenarnya di istana ada tabib kerajaan, hanya saja dia ingin menyembunyikan pengobatannya. Sudah beberapa hari dia tidak meminum teh yang selalu di hidangkan. Saat dia tidk sengaja menumpahkannya dan ada seekor kucing peliharaan salah satu selirnya mati karena menjilati bekas tumpahan teh ini. Hingga dia menyadari bahwa ada orang yang selama ini meracuninya.Dia ingin pelaku itu berpikir Adi Wijaya tidak tahu. Jadi dia ingin berobat sembunyi-sembunyi.Saka sadar dari lamunanannya lalu mengangguk.Adi Wijaya tersenyum tipis, "Baiklah,

  • Keris Darah Candramaya   87. Arahan Arya Balaaditya

    "Haha ... " kelakar Adi Wijaya memenuhi ruangan itu. Dia tertawa seperti kesetanan dan matanya bahkan sampai berair. Hingga tawa itu mulai melirih dan meredup, sorot mata Adi Wijaya terlihat dingin. Tangannya meremas gulungan sketsa gambar Arya Balaaditya dan melemparnya ke wajah Wismaya.Bug!!Wismaya tersenyum tipis lalu memungut gulungan itu. Melihat seringai dari orang yang kastanya lebih rendah darinya, membuat mata Adi Wijaya terasa sakit. Darahnya mendidih dan rahangnya mengatup, dia bangkit dari duduknya dan berteriak, "Kalian benar-benar lancang! Rupanya menantuku itu telah mencuci otak kalian hingga berani menentangku sekarang!" Wismaya tertawa lirih, "Kami hanya membawa gambar Arya Balaaditya bukan orangnya."Adi Wijaya berkata dengan gigi bergertak, "Apa mau Kalian?"Wismaya mengangkat pandangannya, ada api yang menyala di matanya. Di sudah tidak peduli dengan hal buruk yang akan mengejarnya nanti, "Hamba harap, Gusti Prabu berhenti ikut campur. Dan bersikaplah selayakny

  • Keris Darah Candramaya   86. Keangkuhan Pangeran Narendra

    Wismaya menggenggam surat perintah itu dengan erat dan matanya penuh dengan tekad. "Inilah awal pembalasanku yang sesungguhnya. Aku akan membalaskan kematian adikku yang sangat berharga. Dan kalian harus membayar gelar yatim piatu yang kalian berikan pada keponakanku," batin Wismaya. Wismaya mengangkat surat perintah itu dengan kedua tangannya seraya berkata dengan lantang, "Hamba bersumpah tidak akan mengecewakan titah dan harapan Gusti Prabu!" Semua orang berberkata serempak, "Hidup Gusti Prabu Adi Wijaya! Hidup!" Adi Wijaya berbalik badan, dia berjalan menuju singgasananya dengan wajah yang suram. Setiap langkah terasa berat, lantai marmer yang bergitu halus dan kokoh kini seperti hamparan kaca yang tipis. Seakan-akan ketika terinjak, kaca itu akan pecah dan membuatnya jatuh ke dalam jurang. Seruan para punggawanya juga terdengar seperti kutukan baginya. Tenggorokannya terasa tercekik namun saat dia kembali duduk expresinya harus berubah. Adhinatha mengingat nasehat nenekny

  • Keris Darah Candramaya   85. Surat Perintah

    "Jadi rumor itu benar," ujar salah satu punggawa. Mereka saling berbisik dan saling beramsumsi. Setelah melihat orang-orang mulai terpengaruh, Wismaya mengambil kesempatan untuk melancarkan rencananya. Pria itu bersujud, wajahnya mendongak seraya berkata, "Hamba mengharapkan titah untuk mengusut kasus ini kembali, Gusti Prabu!" Deg! Adi Wijaya menelan ludahnya dan jantungnya bergemuruh hebat. Dia tidak menyangka hal yang membuatnya hampir gila kini terulang lagi. Bagaimana bisa Adi Wijaya menurunkan titah yang akan mengancam tahtanya? Itu tidak mungkin. Saat Adi Wijaya hendak mengelak, satu persatu para punggawa ikut bersujud di belakang Wismaya termasuk Aji Suteja dan lainnya. Tentu membuat Adi Wijaya tidak bisa berkutik. Sedangkan Narendra, dia meremas tangan istrinya dengan kuat. Pria pengecut itu mulai kehilangan kendali. Namun Damayanti Citra tetap bersikap tenang. Puspita Sari rasanya ingin pingsan. Dia menyesal melahirkan anak yang tidak berguna sepertinya.

  • Keris Darah Candramaya   84. Penemuan Jasad Di Lembah Wingit

    Adi Wijaya terbatuk, "Ohok ..ohok! Mawar hitam sudah sangat meresahkan. Mereka telah terang-terangan menabuh genderang perang kepada kita," ujarnya dengan lemah. Adi Wijaya berhenti sejenak untuk mengatur nafasnya yang mulai sesak. Puspita Sari cukup khawatir, melihat tubuh suaminya yang semakin hari semakin melemah. Damayanti Citra tersenyum penuh arti, "Sebentar lagi tua bangka itu akan berakhir," batinnya. Adi Wijaya kembali meneruskan ucapannya sambil menunjuk ke sudut ruangan. Wajahnya mengeras dengan tatapan yang tajam, "Kalian liat algojo itu?" Semua orang mengangguk dan pandangan mereka tertuju pada sosok tinggi kekar dengan wajah dingin, tampak seperti malaikat maut. "Dia akan memenggal siapapun orang yang terdapat bekas telapak tangan Mahapatih Danadyaksa di dadanya," ujar Adi Wijaya. Suasana mulai ramai mereka saling berbicara satu sama lain dan saling melempar tatapan mencurigai. Adi Wijaya melirik Danadyaksa. Orang itu mengangguk dan berdiri lalu berteriak, "

DMCA.com Protection Status