Home / Historical / Keris Darah Candramaya / 34. Ramalan Ranu Baya

Share

34. Ramalan Ranu Baya

last update Last Updated: 2024-08-19 14:09:31
Mata Candramaya melebar dengan mulut terbuka, kedua tangannya meremas seprei. Gadis itu bertanya, " Sejak kapan kamu melihatnya?"

Indrayana menutup mulutnya dengan rapat dan tersenyum penuh arti, dia memilih keluar kamar tanpa menjelaskan sesuatu.

"Indrayana jawab? Indrayana!" Candramaya berteriak. Dia memukul ranjang dengan kedua tangannya yang terkepal saat pemuda itu mengabaikannya. "Pemuda itu tidak sebodoh yang aku kira!" Candramaya mengeram kesal.

Gadis itu memegang kakinya yang berdenyut nyeri. Tidak seharusnya dia memaksakan dirinya untuk berjalan. Sekarang dia merasakan rasa sakit yang luar biasa.

Indrayana berjalan keluar rumah setelah membuat Candramaya kesal. Dia juga sangat kesal dan sedih. Jadi mencari udara segar itu adalah solusinya. Pemuda itu berdiam diri menyaksikan para Pamannya sedang sibuk di halaman untuk mengatur upacara pernikahannya yang dadakan.

Ranu Baya sedang duduk dengan salah satu rekannya bernama Baladewa. Pria yang dulunya adalah ketua peramp
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Keris Darah Candramaya   35.Kabar Buruk Untuk Waringin

    "Tidak! Aku tidak butuh bantuanmu, kali ini aku akan menahannya." Candramaya memiliki firasat buruk, jadi dia menolaknya dengan tegas."Baiklah ..ini yang terakhir." Indrayana memberikan cawan itu dan mengedipkan sebelah matanya.Candramaya memutar bola matanya dengan jengah. Ternyata ada yang jauh lebih genit dari kakaknya. Bedanya hanya Danumaya pria dewasa yang mesum dan pemarah. Sedangkan Indrayana, pria manja yang suka merajuk."Gluk!" Candramaya menutup hidungnya dan menengguknya dengan susah payah. Kening gadis itu mengerut dan menaikan hidungnya. Karena rasa pahit yang memenuhi mulut dan tenggorokannya."Gadis pintar .." ujar Indrayana, pemuda itu menepuk-nepuk kepala Candramaya dengan gemas.Pipi pucat Candramaya merona, gadis itu tersipu malu."Lihat ..wajahmu langsung berseri, semua ramuan Romo memang manjur," ujar Indrayana. Pemuda itu kini duduk di sisi ranjang lalu menyentuh kaki kiri Candramaya. Dia mengurutnya dengan lembut.Candramaya meringis kesakitan dan mengeluark

    Last Updated : 2024-08-21
  • Keris Darah Candramaya   36. Tanah Para Dewa

    Danumaya kembali menyusuri hutan terlarang, dia berjalan mengikuti jejak kaki yang begitu banyak. Sayup-sayup terdengar suara gemericik air. Hingga dia mendekati sumber suara itu berada.Di sebuah tebing, kini Danumaya berdiri, angin berhembus menerpa wajahnya yang tampan. Kedua tangannya terkepal kuat dan bibirnya bergetar. Bulir bening mulai jatuh dari sudut matanya yang tajam, menatap lurus kebawah. Danumaya bermonolog, "Mungkinkah Candramaya tercebur ke dalam sungai? Tapi dia di lindungi Putri Tanjung Kidul."Di bawah sana ada sebuah sungai yang besar. Arusnya terlihat tenang artinya sungai itu sangat dalam. Permukaan air terlihat bercahaya layaknya berlian yang bertabur di atas permadani saat terkena cahaya matahari.Danumaya bergegas pergi dengan membawa sobekan kain milik Candramaya. Pemuda itu menuju kudanya dan pergi mencari jalan lain menuju ujung sungai.Saat Danumaya menuruni jalan yang semakin masuk ke dalam hutan terlarang. Yang dia temui hanya padang sabana yang luas da

    Last Updated : 2024-08-23
  • Keris Darah Candramaya   37. Pernikahan Candramaya

    "Balas dendam! Aku ingin membunuh siapa pun yang terlibat atas kematian orang tuaku," ujar Candramaya, sorot matanya penuh amarah. Indrayana merasakan betapa menderitanya gadis ini, jadi dia mengucap janji, "Sebentar lagi kita akan menjadi suami istri, kamu bisa memanfaatkanku sesukamu. Aku akan mengikutimu bagaikan bayangan. Aku juga akan setia seperti anjing. Kamu juga tidak perlu membalas perasaanku. Dan aku juga tidak akan mengeluh." Hati Candramaya terasa hangat, dia merasa tersentuh. "Sedalam itukah perasaanmu?" Indrayana membalas genggaman Candramaya, kepalanya mengangguk dengan mantap dia berkata, "Tentu!" Candramaya tersenyum bahagia, tapi dia sedikit menggoda Indrayana, "Kamu sedang membual?" Indrayana menganga dan matanya membelaklak. Mulutnya sudah berbusa dan dia juga sudah mengikrarkan sebuah janji dan Candramaya masih mempertanyakan ke seriusannya. Apakah gadis ini ingin di cium. Candramaya tertawa terbahak-bahak melihat expresi wajah konyol pemuda itu. Setid

    Last Updated : 2024-08-24
  • Keris Darah Candramaya   38. Cemeti Samber Gledhek

    "Kamu harus mengatakan segalanya kepada gadis itu, bahwa kamu di jebak dan di salahkan. Sebelum dia tahu dari orang lain," ujar Baladewa. Dia selalu mengingatkannya. Ranu Baya terduduk lesu, dia tidak bisa berbuat apa-apa, selama belahan jiwanya berada di dalam cengkraman Adi Wijaya. Walaupun Asri Kemuning adalah putri kandungnya, tua bangka itu lebih mencintai tahtanya. "Apa yang bisa ku jelaskan? Aku sendiri tidak tahu siapa pelakunya. Di sisi lain aku menghawatirkan istriku," ujarnya. Brakkk! Tiba- tiba Darma menggebrak meja dia sangat bersemangat lalu berkata, "Kalau begitu, selamatkan Tuan Putri Asri Kemuning terlebih dahulu." Entah sejak kapan orang itu duduk di sebelah Baladewa. Ranu Baya mengelus dadanya dan wajahnya menegang, dia terkejut. Baladewa juga terkejut, hingga dia terlonjak dari duduknya. Dengan geram dia berkata, "Kebiasaan ya kamu!" ujarnya sambil menonyor kepala adiknya. Darma hanya cengengesan. Sedangkan Baladewa melotot horor. Ranu Baya tersenyum

    Last Updated : 2024-08-28
  • Keris Darah Candramaya   39. Sisi lain Indrayana

    "Suara apa itu?" Candramaya reflek menatap langit. Suara Dentuman itu seperti suara halilintar yang menyambar, namun langit malam ini begitu cerah. Ada banyak bintang dan bulan purnama begitu besar dan terang. Karena rasa penasarannya begitu kuat. Dia memutuskan untuk pergi ke sumber suara yang berasal dari arah sungai. Sungai dan rumah Indrayana lumayan dekat. Gadis itu berjalan menyusuri jalan setapak yang sekelilingnya di tumbuhi bunga kenikir dan bunga liar lainnya. Dengan Cahaya rembulan yang temaram membuat malam itu begitu bersinar. Semilir angin dingin yang lembut menerpa tumbuhan liar yang membuat mereka menari-nari kegirangan. Semerbak wangi dari bunga-bunga itu membuat Candramaya terlena dan membuatnya berhenti sejenak. Dia menikmati keindahan yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Dia seperti bidadari berbalut pakaian pengantin di bawah sinar rembulan. Kulit halusnya bercahaya, tubuhnya terpahat sempurna. Keelokan paras gadis itu menyatu dengan tanah Para Dewa. Ta

    Last Updated : 2024-08-29
  • Keris Darah Candramaya   40. Merah Delima

    Indrayana menangkap tubuh Candramaya yang terkulai lemas. Dia mengangkat sudut bibirnya dengan tatapan dingin dan menggendong gadis itu layaknya karung beras. Pemuda itu menggunakan ilmu meringankan tubuh. Hingga dalam sekejab, dia sudah sampai di rumah. Pemuda itu menurunkan tubuh Candramaya di atas ranjang. Sebelumnya dia mengunci pintu. Membelai wajah Candramaya dengan lembut, "Kenapa kamu sangat Cantik?" Indrayana melepaskan hiasan di sanggul Candramaya dan membiarkan rambut hitam panjangnya tergerai indah. Dia dulu selalu kabur dari rumah hanya untuk pergi ke waringin untuk melihat gadis itu. Dia selalu bersembunyi dan diam-diam mengamati Candramaya dari kejauhan. Awalnya dia hanya mengikuti Ki Sentot dan Darma pergi ke Waringin untuk membeli bahan ramuan yang hanya di jual di Waringin. Tapi saat dia melihat cunduk manik pemberian ibunya yang selalu di kenakan Candramaya. Pemuda itu mengenali gadis kecil yang dulu pernah dia temui. "Cantiknya istriku ..tapi sayangnya sanga

    Last Updated : 2024-09-01
  • Keris Darah Candramaya   41. Keris Beracun

    Candramaya terus menggoyang-goyangkan tubuh Indrayana. Begitu banyak pemikiran buruk yang melintas di kepalanya. "Aku mengantuk," ujar Indrayana lirih. Nafasnya semakin terengah-engah dengan mata sedikit terbuka. Dan akhinya dia benar-benar terpejam dan tidak sadar Candramaya histeris, rasa takut kini menjalar di tubuhnya. Bibir dan tubuhnya gemetaran, apakah pemuda ini mati? "Ibu ..bagaimana ini? Hiks!" Ujar Candramaya dengan tangisannya. Sebuah bisikan terdengar lirih di telinganya, "Hisap racun dalam lukanya, cepat!" Racun? Jadi keris itu mengandung racun. Tanpa pikir panjang Candramaya merobek pakaian Indrayana dan menghisap lukanya. Dia memuntahkan cairan berwarna putih seperti bisa ular. Gadis itu berulang kali melakukannya sampai yang dia hisap darah segar. Wajah Indrayana berangsur memerah, Candramaya menangis di atas dada suaminya. Tanpa sadar dia memeluknya. Dalam hati dia berkata, "Jangan mati, aku mohon." Dia menyalahkan dirinya, kenapa dia begitu gegabah. Sekali la

    Last Updated : 2024-09-04
  • Keris Darah Candramaya   42. Hidup Dalam Fatamorgana

    "Jika dia tidak di sini, di mana dia?" Danumaya bergumam dengan kaki yang terasa lemas. Jantungnya bergemuruh, pemuda itu meraup wajahnya dengan kasar. Sedangkan Wirata tampak tenang, dia berkata, "Apa yang kamu khawatirkan? Setiap perempuan yang terlahir dari keluarga kita dan mewarisi Keris Putri Tanjung Kidul akan aman. Tenanglah .." Bibir Danumaya merapat, dia juga tahu hal itu. Tapi sudah berhari-hari gadis yang dia cintai hilang, bagaimana mungkin dia akan tenang. "Aki ..aku akan mencarinya." "Untuk apa? Dia akan datang sendiri kesini. Jadi jangan membuang-buang waktu. Aku kira dia akan datang denganmu. Rupanya pemuda itu orang lain," ujarnya. Wirata bangkit dan berjalan di bantu dengan tongkatnya menuju ke dalam rumah. Danumaya memiringkan kepalanya, wajahnya terlihat bingung jadi dia bertanya, "Pemuda? Siapa dia, Aki?" "Mana Aki tau! Mungkin suaminya." Pria tua itu seperti mengetahui sesuatu. Tentu bukan tanpa alasan Wirata mengatakannya. Dia punya ilmu kebatinan, jadi pe

    Last Updated : 2024-09-06

Latest chapter

  • Keris Darah Candramaya   153. Pembersihan

    "Di mana Danadyaksa?" tanya salah satu Punggawa.Mereka semua di aula melupakan sesuatu. Adi Wijaya duduk bersandar di singgasana dengan tenang. Dia menyeringai, lalu tertawa terbahak-bahak dan membuat semua mengalihkan pandangannya pada sosok yang sedang tergelak.Apa ada yang lucu?Hampir semua orang yang ada di dalam aula rapat saling menatap penuh keheranan.Tiba-tiba suara derap langkah kaki mulai terdengar. Semua orang menoleh dan bertanya-tanya, "Apa kiranya yang ada di balik tembok itu?"Sedangkan Indrayana, dia berdiri terpaku dengan tatapan tajam. Berkat batu mustika yang dia miliki. Indrayana mampu melihat rombongan orang yang datang mendekat dari balik tembok. Begitu pula dengan Candramaya yang mulai mengepalkan tangan, merasakan firasat buruk.Suara itu semakin mendekat, sangat ramai dan serempak. Lalu suara itu menghilang, semua orang seakan menahan nafas seiring suasana yang menjadi hening. Begitu juga dengan tawa Adi Wijaya yang meredup.Klekk!Pintu utama kembali ter

  • Keris Darah Candramaya   152. Menuntut keadilan

    Arya Balaaditya mengangkat suara, "Jika bukan dengan cara ini, bagaimana rakyat Harsa Loka akan tahu? Bukankah, dua surat itu adalah tulisan tangan, Romo? Dan cap stempel itu hanya Romo yang memegang. Aku hanya menyuruh orang untuk mengambilnya, jika tidak? Bagaimana aku membuktikan diri," ujar Arya Balaaditya menjelaskan. Adi Wijaya menggertakan giginya, rahangnya terlihat mengeras, dia berdecis, "Jadi sekarang kamu menuduhku? Di depan semua orang kamu berusaha melimpahkan kesalahan yang 15 tahun lalu kamu akui."Menuduh!Siapa di sini yang hobi menuduh?Arya Balaaditya hanya tertawa getir, tatapannya berubah sendu. Kenapa setelah sejauh ini Ayah Mertuanya tidak berubah juga. Arya Balaaditya benar-benar tak habis pikir. "Perihal Paman Bima Reksa, seandainya Pangeran Narendra tidak mengusik cucunya, dia juga pasti masih setia dan bersembunyi sesuai perintah Romo," ujar Arya Balaaditya. Pria itu berhenti sejenak, lalu mengatur nafasnya dan membasahi bibir bawahnya. Pria itu menatap w

  • Keris Darah Candramaya   151. Akhirnya Kamu Kembali

    Asri Kemuning berjalan dengan anggun dan berwibawa. Dia sambil menggandeng tangan suaminya dengan wajah penuh percaya diri. Tapi matanya terlihat penuh kemarahan dan tekad.Sekarang dia bukan wanita penyakitan dan lemah lagi karena setelah tidak tinggal di istana dia justru berangsur sembuh. Dan ramuan racikan suaminya membuat tubuhnya samakin segar.Semua punggawa tunduk pada ahli waris yang sah. Mereka tunduk pada keturunan asli pendiri Harsa Loka. Walaupun sebagian dari para punggawa juga condong ke pada Adi Wijaya.Itulah alasan Adi Wijaya takut dengan putrinya sendiri karena takut sang putri akan mengkudetanya di masa depan."Paman Patih adalah saksi. Dan suamiku mempunyai bukti. Maaf Romo Prabu, tapi kali ini aku tidak akan tinggal diam lagi," ujar Asri Kemuning dengan lantang.Adi Wijaya mengerjabakan matanya, dia merasa rindu dengan putrinya. Namun dia juga merasa terancam sekarang. "Kamu membawa seorang pembunuh?" tanya Adi Wijaya sengaja memprovokasi. Dia tahu bahwa semua o

  • Keris Darah Candramaya   150. Cincin Tanda Pengenal

    Narendra yang dari tadi menunduk dan menyembunyikan wajah pucatnya, kini mendongak. Dia berdiri dan mulai mengelak dengan suara terbata-bata, "A-apa yang ka-kamu mau heh? Aku bahkan baru pertama kali bertemu denganmu. Jangan asal bicara!"Namun semua orang tahu bahwa Narendra sedang ketakutan, terlihat dari wajahnya yang pucat dan suaranya yang keras dan terbata-bata."Kalau aku punya bukti, apa Pangeran akan mengakuinya?" tanya Kumala. Gadis itu menatap sinis ke arah Narendra.Damayanti Citra tersenyum culas, "Bukti apa yang kamu punya, heh!"Kumala meraih selendangnya, di ujung seledang ada ikatan kecil. Gadis itu membuka ikatan itu dan mengangkat sebuah benda tinggi-tinggi agar semu orang melihat. Adi Wijaya yang dari tadi cemas seketika ingin pingsan dengan apa yang gadis itu pegang. Begitu juga Narendra, dia langsung memeriksa kelingkingnya yang kosong. Cincin itu memang hilang setelah kejadian malam itu. Dia tidak menyangka gadis itu mengambilnya. Wajah Narendra semakin pucat p

  • Keris Darah Candramaya   149. Kemarahan Kumala

    Adi Wijaya tertawa sinis, matanya memerah karena menahan marah. Bima Reksa dan Kumala kini menjadi pusat perhatian. Suasana yang membosankan telah berubah menjadi suasana yang penuh dengan ketegangan. Seisi ruangan menjadi semakin ramai, begitu banyak pertanyaan yang muncul di kepala mereka masing-masing. Selain keberadaan Bima Reksa yang ternyata masih hidup. Padahal, Adi Wijaya sendiri telah mengumumkan bahwa Bima Reksa telah tiada 15 tahun yang lalu. Lalu kenapa sosok itu berdiri di hadapan mereka sekarang? Kini pertanyaan yang jauh lebih rumit yaitu perihal gadis yang bersamanya. Gadis yang datang dalam keadan luka-luka. Seperti korban penganiaan. Adi Wijaya berusaha untuk mengendalikan perasaannya, entah alasan apa yang akan dia berikan nanti. Sekarang, dia seperti berdiri di atas jurang. Ini adalah guncangan yang hampir membuat rohnya terlepas dari raganya. Karena salah satu kebohongannya telah terbongkar. Puspita Sari seketika menggigil ketakutan, "Apakah ini akhir dari

  • Keris Darah Candramaya   148. Wismaya vs Adi Wijaya

    Adi Wijaya mengangkat tangannya dan semua orang bangkit lalu berjalan dengan menunduk. Mereka kembali ke tempat masing-masing. Indrayana menatap wajah kakeknya dengan perasaan campur aduk. Ada rasa rindu dan kecewa secara bersamaan. Narendra duduk dengan tenang. Walaupun dia tahu bahwa banyak petisi yang datang perihal rumor yang sudah tersebar di Harsa Loka. Hanya saja itu tidak berpengaruh untuknya. "Apa ada keluhan?" tanya Adi Wijaya. Sebagai seorang raja setiap ada pertemuan, para punggawa ataupun rakyat di persilahkan untuk mengajukan keluhan dan masalahnya. Wismaya bangun dari tempat duduknya dan berjalan menghadap Adi Wijaya. Adi Wijaya menatap datar pada orang yang jelas-jelas menentangnya. "Gusti, sesuai dengan surat titah Gusti Prabu bebeberapa pekan lalu. Hamba dan rekan hamba telah mencari pelaku itu. Tapi kami gagal," ujar Wismaya dengan tenang. Adi Wijaya tersenyum samar dan sudah menduga. Orang tua itu duduk dengan santai sambil menikmati tehnya, "Tentu sampai k

  • Keris Darah Candramaya   147. Bisa Diandalkan

    "Aku akan membawa Paman pulang, kamu menyusul dengan kuda. Itu kudanya," ujar Indrayana sambil menunjuk seekor kuda yang terikat di dahan pohon. Indrayana mencuri kuda dari kandang kuda istana."Candramaya setuju, "Baiklah!"Indrayana membawa Respati menggunakan Ilmu Meringankan Tubuh agar cepat sampai. Luka Respati harus segera di tangani, sedangkan Candramaya menyusul dari belakang. Gadis itu mengendarai kuda dengan cepat.Indrayana sampai lebih dulu di Tanah Para Dewa, di depan rumah dia berteriak, "Romo!"Arya Baladitya yang sedari tadi menunggu di depan rumah dengan cemas langsung berlari saat melihat putranya. Wajahnya menegang saat melihat kondisi Respati yang terkena Ajian Tapak Geni, "Bawa masuk!" titahnya.Respati terbaring lemah, nafasnya melambat. Arya Balaaditya duduk di sisi ranjang dan langsung menyinsingkan lengan bajunya. Dia menaruh telapak tangan kanannya untuk mengeluarkan Ajian Aksamala. Darma langsung pergi ke dapur untuk merebus tanaman obat. Tangan Darma berge

  • Keris Darah Candramaya   146. Cucu Kesayangan

    Sebuah keris kecil melesat, menyerang pedang Danadyaksa. Keris itu melaju dengan cepat dan kuat. Suara besi kembali beradu, pedang itu jatuh dari genggaman pemiliknya.Semua mata tertuju pada keris yang datang bersamaan dengan dua sekelebatan orang yang memakai cadar masuk ke area pertempuran. Satu laki-laki dan satu wanita. Kedua orang misterius itu menghampiri tubuh Respati yang terluka parah. "Paman ... " panggil Indrayana dengan suara bergetar. Matanya mengembun, dia merasa tidak tega dengan keadaan Pamannya yang terluka parah. Candramaya mengangkat tangannya dan keris itu dengan patuh kembali padanya. Saat gadis itu melihat kondisi Respati, kakinya mendadak lemas, luka pada Pamannya sama persis dengan luka mendiang ayahnya. Seketika itu juga Candramaya menoleh ke arah pria tua berperut buncit. Ingatannya kembali ke masa lalu seiring dengan darahnya yang mendidih.Danadyaksa tertegun dan sedikit linglung, dia cukup heran dengan keris kecil itu. "Bagaimana bisa benda kecil itu ma

  • Keris Darah Candramaya   145. Respati Tertangkap Basah

    Tanpa di duga di perjalanan Danadyaksa melihat ada sekelebatan burung merpati yang masuk ke dalam kediaman tabib istana. Matanya langsung bersinar dan moodnya membaik.Kali ini Danadyaksa tidak akan tertipu lagi, Danadyaksa meringankan setiap langkahnya dan berjalan dengan hati-hati. Di balik pintu dia mengintip dan akan menangkap basah tabib itu.Tampak, Respati sedang memegang burung dan mengambil sesuatu pada kaki burung itu. Namun saat hendak membaca, Danadyaksa tiba-tiba melompat dan menendang punggung Respati.Bug!Respati tersungkur di tanah, dia meringis kesakitan. Langkah seorang pria berjalan mendekatinya lalu berdiri di depan kepalanya.Respati mendongak dan seketika matanya terbelaklak. Tampak seorang pria tua berperut buncit menatapnya dengan remeh, "Aku tertangkap," batinnya.Danadyaksa menyeringai, matanya memerah dan berkata sinis, "Rupanya benar dugaanku! Kamu adalah mata-mata."Respati menjatuhkan pesan dari Arya Balaaditya. Dia mengabaikan Danadyaksa dan fokus untuk

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status