Share

95. Kos Melati

Author: Glory Bella
last update Last Updated: 2025-04-09 19:01:18

“Setahuku di sini sih, Te. Masa ada Kos Melati lain?” gumam Sherly seraya memandangi papan nama di atas gerbang.

Taksi yang mereka tumpangi berhenti di depan kompleks rumah kos yang tampak asri, dengan dominasi cat hijau muda yang sudah mulai pudar di beberapa bagian. Area kos ini tepat berada di belakang sebuah kampus seperti yang Sherly maksud.

Tadi setelah menyelesaikan masakan mereka, dan makan bersama, keduanya memutuskan untuk kemari sambil membawa makanan hasil kegiatan masak tersebut.

Sopir taksi yang mengantar mereka menoleh ke belakang. “Benar, Bu. Kos Melati adanya cuma di sini saja, kok,” terangnya ikut melebur ke dalam percakapan Tantri dan Sherly.

Tantri manggut-manggut mengerti sembari memindai lanskap di luar kaca jendela taksi.

“Oh, gitu ya … baik, baik, terima kasih banyak infonya, Pak,” ungkapnya kepada sang sopir.

Dari pantulan spion di depan, pria itu mengunggah senyum ramah. “Iya, sama-sama, Bu.”

Usai membayar ongkos taksi, Tantri melangkah turun lebih dulu, lalu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   96. Penyesalan Selalu Datang di Akhir

    "Mama?""Mama kok bisa ada di sini?!"Kini raut muka Harto penuh ketegangan dan keterkejutan. Ia mengabaikan lainnya dan hanya fokus kepada istrinya yang sudah berwajah merah padam. Tampak ujung bibir Tantri berkedut."Harusnya aku yang tanya! Kenapa Papa ada di sini padahal pamitnya kumpul komunitas?!" geram Tantri. Suaranya meninggi. Ia sudah tak bisa lagi menahan ledakan emosi yang tak terbendung.Harto kelabakan. Ia berusaha menyusun kata, tapi lidahnya kelu. Sekilas, matanya melirik Mayang yang berdiri di ambang pintu kamar, masih dalam keadaan rambut basah dan mengenakan daster tipis. Tatapan kosong wanita itu justru membuat semuanya terasa lebih nyata."Ma, aku bisa jelasin. Tadi itu … tadi itu aku nggak—""Tadi kenapa?! Kamu sudah bohong! Kamu pergi ke sini janjian sama Mayang, kan? Sudah berapa ronde sampai dia basah kuyup kayak gitu?! Bungkusan nasi itu kamu belikan buat dia juga, kan?!" potong Tantri langsung.Mendengar itu, Sherly menoleh kaget. Matanya membelalak mendenga

    Last Updated : 2025-04-10
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   97. Desain Kembar Pesaing

    Acel menahan geram. Lidahnya terasa pahit. Kata pria itu sudah tak menyukai Ranaya dan memilih dirinya. Namun, sekarang buktinya apa?Rio malah tak mengangkat teleponnya demi bisa berduaan dengan Ranaya. Semalam adalah malam yang seharusnya mereka habiskan untuk dinner romantis, namun Rio tak pernah muncul. Sekarang ia justru duduk dengan nyaman di sisi Ranaya, seolah tak terjadi apa-apa.Dengan gemetar, Acel mengangkat ponselnya. Ia membidik momen yang membuat amarahnya membuncah itu. Lalu, jari-jarinya dengan cepat mengirimkan hasil fotonya pada Rio.[Wah, selamat menikmati tehnya. Kabari kalau sudah selesai bermain-main.]Begitu pesannya terkirim, Acel langsung menyimpan ponsel, berderap kembali ke mobilnya dan mulai menyalakan mesin. Ia melajukan kendaraan dengan kasar meninggalkan tempat itu tanpa berminat menoleh ke belakang sekali pun.Di sisi lain, Rio sedang meraih cangkir tehnya ketika tatapannya tak sengaja singgah ke arah ponselnya yang menyala dan berbunyi singkat, tanda

    Last Updated : 2025-04-11
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   98. Konstelasi Bintang

    Ranaya langsung menegakkan badan begitu melihat Sagara tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya. Sejak kapan pria itu ada di sini? Otaknya mulai bangun dan mencerna semuanya.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Ranaya cepat. Saat menegakkan punggung, ia pun terkesiap sebab jas pria tersebut sudah membungkus tubuhnya.Dengan gerakan buru-buru, ia menanggalkan jas itu, melipatnya, kemudian menyerahkan kepada sosok pria yang masih berdiri dengan bibir tipis terkatup rapat di depannya. “Oh iya, ini, aku nggak membutuhkannya,” tambahnya.Sagara mau tak mau menerima jas tersebut kembali. Setelahnya, Ranaya berusaha membangkitkan konsentrasi dan berkutat lagi pada desainnya.Sagara memandang wanita itu sembari menghela napas. Namun, seperti seseorang yang kesabarannya telah terkuras habis, ia lekas menarik kursi di depannya dan langsung duduk menghadap Ranaya.“Dengar, aku tahu soal desain kamu yang bocor, Ranaya. Karena itu aku ke sini, ingin meluruskan proyek kita.” Ia mengatakannya dengan nada

    Last Updated : 2025-04-12
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   1. Kepiluan Malam Pertama

    “Mimpi apa aku ini sampai bisa menikah dengan Mas Sagara ….” Ranaya termenung di depan cermin memandangi wajah polosnya yang baru saja dibersihkan dari riasan pengantin. Tangannya kemudian meraih sebuah kacamata dan mengenakannya. Kini tampaklah lebih jelas bayangan wajah di hadapannya. Ranaya memang diberkahi kulit putih bersih, hidung mancung dan bibirnya yang mungil. Namun, bukankah hal itu sudah dimiliki oleh kebanyakan wanita pada umumnya? Ranaya merasa satu-satunya yang bisa dibanggakan darinya adalah sepasang mata bulat bersinar yang sayangnya harus tertutupi lensa kacamata tebal dan mulai ketergantungan dengan benda tersebut ketika rabun jauh yang dideritanya semakin parah. Usai acara berakhir, Ranaya pergi ke kamar dulu tepat seperti apa yang Sagara perintahkan. Dan kini dengan harap-harap cemas ia menunggu suaminya itu menyusul kemari. Tatapan pada objek pantulan di cermin membuatnya ingin mencubiti pipinya berkali-kali. Ia ingin menyadarkan dirinya sendiri bahwa in

    Last Updated : 2025-01-20
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   2. Siapa Perempuan Itu?

    “Bagaimana malam pertama kalian, Ranaya?” Pagi ini di tengah dentingan sendok dan piring, tiba-tiba Tantri, ibu Sagara, bertanya demikian. Nyaris saja Ranaya tersedak oleh karena pertanyaan yang diajukan. Ia harus menjawab apa? Masalahnya Sagara tak sudi menyentuhnya, bahkan semalam ia tak tahu kapan pria itu pulang. Mata Ranaya yang gugup sempat bersinggungan dengan tatapan tajam yang Sagara hunjamkan kepadanya. Ranaya buru-buru mengalihkan pandang, mengunyah makanannya cepat, lantas menyahut, “Lancar kok, Ma.” Ia bertukas sembari merekahkan senyum selebar mungkin agar ibu mertuanya yakin. Ranaya mengamati wajah cantik di depannya. Seorang wanita paruh baya dengan rambut ikal berpotongan sebahu yang tampak masih segar parasnya. Ranaya berani menjamin, ketampanan seorang Sagara memang berasal dari ibunya. Sementara itu, Tantri terlihat sumringah usai mendengar jawaban Ranaya dan manggut-manggut pelan. Ia lalu beralih ke arah Sagara yang tengah sibuk menyantap makanannya d

    Last Updated : 2025-01-20
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   3. Penolakan Kejam

    “Akhirnya sampai rumah juga. Aduh, punggungku!” Pagi ini Tantri dan Harto sudah kembali. Tantri melangkah terseok-seok dengan tangan membawa beberapa tas sambil sesekali mempermasalahkan sakit punggungnya. Ranaya segera berhambur ke arah ibu mertuanya. Tangannya cekatan menyambar sejumlah tas yang tengah ditenteng Tantri. “Aku bantu bawakan ya, Ma. Mama rehat dulu saja. Aku juga sudah masak ayam goreng lengkuas dan sup sayur untuk sarapan,” tukas Ranaya. Ia kemudian sibuk meletakkan barang bawaan Tantri tadi. Sembari memijat punggungnya, Tantri mengekor di belakang Ranaya dan duduk di salah satu kursi meja makan. “Alhamdulilah, beruntung sekali Mama punya menantu sebaik dan sepintar kamu, Ranaya. Terima kasih, ya.” Tantri menghela napas penuh kelegaan sewaktu menyaksikan makanan yang dimasak Ranaya telah berjejer rapi di depannya. “Sama-sama, Ma. Tahu dan tempe yang ada di kulkas juga sudah aku olah.” Ranaya lantas menyingkap salah satu sajian dan menunjukkan hasil goreng

    Last Updated : 2025-01-20
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   4. Lebih Baik Cerai?!

    Ranaya tertegun atas ucapan Sagara yang mengusirnya. Karena tak mau berlama-lama juga di tempat ini, ia menggiring kakinya cepat keluar ruangan. Begitu ia menutup pintu yang ada di belakangnya, air mata Ranaya segera membludak. Kerongkongannya panas, seperti ada sesuatu yang nyaris menggelegak dari sana. Ranaya kemudian memutuskan untuk pergi ke toilet. Lorong kantor terasa begitu sunyi. Langkah Ranaya semakin cepat, mencoba mengabaikan sejumlah pandangan aneh yang orang-orang hunjamkan ketika berpapasan dengannya. Tetapi, ia tak bisa menolak untuk tak mendengar bisikan di sekitarnya. "Kasihan ya istrinya Pak Sagara," ujar salah seorang karyawan perempuan sambil terkikik pelan. "Kalau aku jadi dia mending cerai aja. Udah jelas kalah saing sama Sherly, kan?" sahut yang lain tak kalah tajam. Ranaya menggigit bibir bawah. Rupanya benar dugaannya, Sherly perempuan sama yang dibawa Sagara ke rumahnya semalam. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis di sana. Namun, hatinya

    Last Updated : 2025-01-20
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   5. Hidup dengan Satu Ginjal

    Langkah Ranaya terasa semakin berat begitu ia tiba di rumah sakit. Ia berlari-lari melewati lorong yang panjang, dengan tangan mencengkeram erat tas selempangnya. Napasnya memburu, sementara pikirannya tak karuan. Sepasang matanya memindai cepat demi menemukan keberadaan ibunya. Segera setelah menangkap sosok wanita berambut pendek ikal yang duduk di kursi tunggu dengan wajah sembap dan tubuh ringkih, Ranaya berhenti mendadak. “Bu!” serunya melangkah cepat mendekati. Ida mengangkat wajah. Matanya cekung, garis-garis lelah di wajahnya tampak semakin jelas. Begitu melihat putrinya, ia langsung bangkit dan berhambur memeluk Ranaya erat. Tangisannya pecah di bahu anaknya. “Ran … Bapakmu, Nak ….” suaranya parau. Bahkan hampir tak terdengar di antara isak tangisnya. Ranaya memejamkan mata. Roboh sudah pertahanan dirinya. Kondisi rapuh lelaki yang merupakan cinta pertamanya membuat kekuatannya musnah tak tersisa. Air mata mulai mengalir di pipi Ranaya. Ia menarik napas dalam-dal

    Last Updated : 2025-01-20

Latest chapter

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   98. Konstelasi Bintang

    Ranaya langsung menegakkan badan begitu melihat Sagara tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya. Sejak kapan pria itu ada di sini? Otaknya mulai bangun dan mencerna semuanya.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Ranaya cepat. Saat menegakkan punggung, ia pun terkesiap sebab jas pria tersebut sudah membungkus tubuhnya.Dengan gerakan buru-buru, ia menanggalkan jas itu, melipatnya, kemudian menyerahkan kepada sosok pria yang masih berdiri dengan bibir tipis terkatup rapat di depannya. “Oh iya, ini, aku nggak membutuhkannya,” tambahnya.Sagara mau tak mau menerima jas tersebut kembali. Setelahnya, Ranaya berusaha membangkitkan konsentrasi dan berkutat lagi pada desainnya.Sagara memandang wanita itu sembari menghela napas. Namun, seperti seseorang yang kesabarannya telah terkuras habis, ia lekas menarik kursi di depannya dan langsung duduk menghadap Ranaya.“Dengar, aku tahu soal desain kamu yang bocor, Ranaya. Karena itu aku ke sini, ingin meluruskan proyek kita.” Ia mengatakannya dengan nada

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   97. Desain Kembar Pesaing

    Acel menahan geram. Lidahnya terasa pahit. Kata pria itu sudah tak menyukai Ranaya dan memilih dirinya. Namun, sekarang buktinya apa?Rio malah tak mengangkat teleponnya demi bisa berduaan dengan Ranaya. Semalam adalah malam yang seharusnya mereka habiskan untuk dinner romantis, namun Rio tak pernah muncul. Sekarang ia justru duduk dengan nyaman di sisi Ranaya, seolah tak terjadi apa-apa.Dengan gemetar, Acel mengangkat ponselnya. Ia membidik momen yang membuat amarahnya membuncah itu. Lalu, jari-jarinya dengan cepat mengirimkan hasil fotonya pada Rio.[Wah, selamat menikmati tehnya. Kabari kalau sudah selesai bermain-main.]Begitu pesannya terkirim, Acel langsung menyimpan ponsel, berderap kembali ke mobilnya dan mulai menyalakan mesin. Ia melajukan kendaraan dengan kasar meninggalkan tempat itu tanpa berminat menoleh ke belakang sekali pun.Di sisi lain, Rio sedang meraih cangkir tehnya ketika tatapannya tak sengaja singgah ke arah ponselnya yang menyala dan berbunyi singkat, tanda

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   96. Penyesalan Selalu Datang di Akhir

    "Mama?""Mama kok bisa ada di sini?!"Kini raut muka Harto penuh ketegangan dan keterkejutan. Ia mengabaikan lainnya dan hanya fokus kepada istrinya yang sudah berwajah merah padam. Tampak ujung bibir Tantri berkedut."Harusnya aku yang tanya! Kenapa Papa ada di sini padahal pamitnya kumpul komunitas?!" geram Tantri. Suaranya meninggi. Ia sudah tak bisa lagi menahan ledakan emosi yang tak terbendung.Harto kelabakan. Ia berusaha menyusun kata, tapi lidahnya kelu. Sekilas, matanya melirik Mayang yang berdiri di ambang pintu kamar, masih dalam keadaan rambut basah dan mengenakan daster tipis. Tatapan kosong wanita itu justru membuat semuanya terasa lebih nyata."Ma, aku bisa jelasin. Tadi itu … tadi itu aku nggak—""Tadi kenapa?! Kamu sudah bohong! Kamu pergi ke sini janjian sama Mayang, kan? Sudah berapa ronde sampai dia basah kuyup kayak gitu?! Bungkusan nasi itu kamu belikan buat dia juga, kan?!" potong Tantri langsung.Mendengar itu, Sherly menoleh kaget. Matanya membelalak mendenga

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   95. Kos Melati

    “Setahuku di sini sih, Te. Masa ada Kos Melati lain?” gumam Sherly seraya memandangi papan nama di atas gerbang.Taksi yang mereka tumpangi berhenti di depan kompleks rumah kos yang tampak asri, dengan dominasi cat hijau muda yang sudah mulai pudar di beberapa bagian. Area kos ini tepat berada di belakang sebuah kampus seperti yang Sherly maksud.Tadi setelah menyelesaikan masakan mereka, dan makan bersama, keduanya memutuskan untuk kemari sambil membawa makanan hasil kegiatan masak tersebut.Sopir taksi yang mengantar mereka menoleh ke belakang. “Benar, Bu. Kos Melati adanya cuma di sini saja, kok,” terangnya ikut melebur ke dalam percakapan Tantri dan Sherly.Tantri manggut-manggut mengerti sembari memindai lanskap di luar kaca jendela taksi.“Oh, gitu ya … baik, baik, terima kasih banyak infonya, Pak,” ungkapnya kepada sang sopir.Dari pantulan spion di depan, pria itu mengunggah senyum ramah. “Iya, sama-sama, Bu.”Usai membayar ongkos taksi, Tantri melangkah turun lebih dulu, lalu

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   94. Keganjilan Harto

    Tantri baru saja selesai menaburkan garam ke ikan yang sedang ia goreng di atas wajan besar ketika ponselnya berbunyi pelan. Satu pesan masuk dari Sagara.[Ma, pagi ini aku dan Radeva sudah melakukan tes DNA. Bantu doa ya semoga hasilnya akurat dan memuaskan. Kita tinggal tunggu hasilnya bersama.]Tantri menatap layar ponsel itu cukup lama. Senyum kecil kemudian mengembang di bibirnya yang semula sempat menegang karena panasnya dapur.“Alhamdulillah ….” gumamnya pelan.Ia mengembuskan napas lega. Setidaknya satu langkah penting sudah dilakukan. Hati kecilnya selalu merasa bahwa Radeva adalah anak Sagara. Matanya tak pernah bisa bohong, dari cara anak itu berbicara sampai tertawa hingga dua lesung pipinya menyembul, semuanya sama persis seperti Sagara dulu.Kini segalanya akan segera terjawab, batinnya.Namun sebelum ia sempat membalas pesan itu, bel rumah tiba-tiba berbunyi.Tantri buru-buru menyeka tangannya dengan handuk kecil di dekatnya, lantas berjalan cepat ke pintu depan. Ketik

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   93. Tes DNA Paternitas

    Diam-diam, Acel mengirimkan sejumlah desain terbaru Flare & Co ke Rio. Dengan jari lincah, ia menekan tombol "kirim" pada ponselnya. Matanya kemudian berbinar penuh kemenangan.Ini adalah langkah besar! Sebuah tiket emas yang akan semakin mendekatkannya dengan Rio.Di tempat lain, di tengah jalannya rapat yang dipenuhi suara diskusi serius, ponsel Rio bergetar pelan di atas meja. Ia melirik layar sebentar sebelum meraihnya. Begitu melihat isi pesan, bibirnya terangkat membentuk senyum miring.Rio menggeser satu per satu gambar desain perhiasan yang dikirim Acel. Setiap detail yang rumit dan elegan itu memancarkan keahlian tangan Ranaya yang tak tertandingi. Pria sipit itu mengangguk pelan, mengagumi keindahan rancangan-rancangan Ranaya."Sayang sekali, Ran. Kamu sudah mengecewakanku," gumamnya sambil mengetuk pelipisnya menggunakan jemari."Andaikan kamu mendengar nasihatku untuk nggak melakukan kerja sama dan dekat dengan Sagara lagi, semuanya nggak bakal seperti ini. Aku terpaksa m

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   92. Jangan Bodoh Ya, Sher!

    Ranaya masih berdiri di ruang tamu dengan perasaan was-was. Pikirannya berkelindan dengan berbagai pertanyaan yang belum menemukan jawaban. Apa yang sebenarnya diinginkan Tantri dan Harto darinya? Bagaimana mereka bisa tahu keberadaannya di sini?Dan yang paling membuatnya cemas: apakah Sagara juga sudah tahu tempat tinggalnya sekarang?"Ranaya, kamu duduk saja dulu. Radeva biar ikut Ibu," ucap Ida dengan suara lembut tapi penuh penekanan.Ranaya memandang putranya dengan enggan. Radeva yang sedari tadi memegangi tangannya erat, tampak ragu untuk melepaskan genggaman ibunya. Matanya menatap Ranaya seakan meminta kepastian."Ayo, Deva, sama Oma dulu." Ida kembali membujuk. Tangannya terulur kepada Radeva.Dengan berat hati, Radeva akhirnya melepaskan genggaman tangan Ranaya dan berjalan perlahan ke arah neneknya. Ranaya menatap punggung kecil itu sebelum akhirnya mengalihkan pandangan ke depan. Ia bergegas duduk di sofa yang ditempati Ida tadi, dan menghadapi kedua tamunya.Ranaya tent

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   91. Phising

    Ranaya melangkah dengan anggun. Sesekali ia mengamati sekeliling dengan tatapan tenang namun penuh pengawasan. Begitu berbelok ke salah satu ruangan, seorang pegawainya segera berdiri menyambutnya dengan sikap hormat."Ada yang bisa kami bantu, Bu Ranaya?" tanya pegawai itu dengan nada sopan.Ranaya tersenyum tipis. "Aku hanya ingin memastikan apakah desain yang kemarin sudah dikirim ke tim produksi? Karena produksi harus dilakukan hari ini juga."Pegawai itu langsung mengangguk cepat merespons ucapan pimpinannya. "Benar, Bu. Semua sudah kami proses sesuai instruksi Anda.""Bagus," ujar Ranaya mengangguk puas. "Terima kasih."“Baik, Bu, sama-sama.”Ranaya lalu melanjutkan langkahnya keluar dan berjalan dengan tenang di sepanjang koridor. Namun, tanpa sengaja, ia justru berpapasan dengan Acel. Perempuan berambut pendek itu juga tengah melangkah penuh percaya diri sembari sibuk berbicara di telepon.Pandangan mereka sempat bertemu sekilas, tapi hanya sebatas itu. Keduanya melangkah mele

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   90. Membeli Kepercayaan

    “Ranaya?”“Kamu sedang apa?”Ranaya buru-buru melirik ponselnya yang masih memanggil nomor misterius itu dan langsung mematikannya."Oh, nggak, ini aku lagi barusan nonton video." Ia mencoba mencari alasan. Dengan gerakan canggung ia meletakkan kembali ponselnya ke atas meja. "Kenapa, Rio?""Nggak apa-apa. Kamu masih lama di sini, kan? Seumpama aku pulang dulu nggak apa-apa? Soalnya aku harus menemui rekan kerja dulu di dekat sini.""Nggak papa banget, kok. Kamu duluan aja. Ini Deva juga masih makan,” sanggah Ranaya menggeleng seraya melambaikan kedua tangannya dan mengusung senyum.Ia sama sekali tidak merasa keberatan. Lagian, sepertinya Radeva juga masih betah berada di sini. Sesekali anaknya itu melenguh keenakan karena ayam goreng yang ia santap terasa sangat gurih di lidahnya."Oke, Ran. Sekali lagi aku minta maaf, ya."Rio memasukkan barang-barangnya dengan tergesa―termasuk dua ponselnya, meraih jaket, kemudian keluar dari tempat makan dengan langkah cepat.Usai Ranaya mengangk

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status