“Pengantin baru kenapa ada di sini? Bukannya honeymoon?” Dypta tersenyum sambil memandang ke arah Tania dan Gatra bergantian.“Kami belum ada rencana honeymoon sih, Pa, apalagi lusa Tata udah mulai ngantor lagi.” Gatra yang menjawab mewakili dirinya dan Tania.“Beneran, Ta? Masa baru nikah udah langsung ngantor?”“Iya, Om. Jatah cuti Tata kan udah nggak ada lagi,” jawab Tania. Waktu trip ke Canada kala itu Tania sudah menghabiskan semuanya. Yang tersisa hanyalah cuti menikah yang diatur terpisah di luar annual leave.Dypta manggut-manggut lantas masuk ke dalam rumah. Audry mengikuti di belakangnya sembari mengajak Tania dan Gatra.Pasangan muda itu saling berpandangan dengan pikiran yang sama tersimpan di kepala mereka. Bagaimana caranya berbicara bertiga saja dengan Dypta sementara ada Audry di sana?“Pa, Papa mau istirahat ya?” Gatra berseru memanggil Dypta sebelum mertuanya itu benar-benar menghilang dari ruang pandangnya.Dypta menoleh ke belakang, “Ada apa, Gat?”“Saya minta wakt
“Aku akan jelasin semua sekarang, tapi tolong sebelum semua selesai jangan ada yang memotong, termasuk Kakak.” Setelah memandang sang istri Dypta mengalihkan tatapannya pada sang putri.Tania menjawab dengan anggukan kepala.“Yang, Gat, jadi begini ceritanya. Malam itu, Papa menjemput Tata ke kelab. Papa dan Mommy cemas karena Tata masih belum pulang. Padahal sebelumnya Tata udah janji kalau acaranya nggak sampai selarut itu. Mommy menyuruh Papa menjemput Tata. Dan ternyata Papa menemukan Tata dalam keadaan mabuk berat. Jujur waktu itu Papa agak kecewa saat tahu Tata melanggar janji.”Tania baru akan memprotes ketika Dypta mengangkat tangan, meminta agar tidak seorang pun memotong pembicaraannya selagi dirinya berbicara.“Awalnya Claudia yang akan mengantar Tata pulang. Tapi karena Papa udah datang, akhirnya Papa yang bawa Tata pulang. Tata yang lagi mabuk berat ngeracau nggak jelas termasuk saat udah berada di mobil, itu adalah puncaknya.”“Puncak apa, Dyp?" Audry menyela meskipun ta
Setelah klarifikasi dari Dypta, hubungan mereka kini membaik. Tidak ada lagi kesalahpahaman di antara mereka. Baik itu di antara Tania dan Dypta, maupun di antara Audry dan Dypta. Mereka sudah membicarakan semuanya secara terbuka dan saling memaafkan satu sama lain. Yang ada tersisa hanyalah rasa lega dan bahagia.Tanpa terasa satu bulan berlalu setelah pernikahan Gatra dan Tania. Tania disibukkan dengan rutinitasnya sebagai pekerja kantoran. Sedangkan Gatra mengisi waktu luangnya dengan bekerja di Tamara Latte. Canggung. Itu adalah hal pertama yang dirasakannya. Bagaimana tidak. Gatra yang biasanya memegang stetoskop kini harus berhadapan dengan cangkir-cangkir kopi dan gelas-gelas minuman. Namun lama kelamaan setelah beradaptasi Gatra mulai terbiasa. Hingga detik ini Tania tidak tahu dari mana Gatra belajar cara menggunakan mesin kopi dan membuat espresso. Sedangkan Gatra masih enggan memberitahunya dan merahasiakan pada Tania.Jika dulu setelah pulang kerja Tania akan langsung ke
Gatra membantu memijit tengkuk Tania yang masih memuntahkan hampir seluruh isi perutnya. Ketika semuanya pindah ke lantai kamar mandi, Tania terkulai lemas. Seumur hidup baru kali ini Tania muntah parah seperti sekarang.Setelah Tania selesai membersihkan mulutnya, Gatra memapahnya ke kamar dan membaringkannya di ranjang. Gatra menaikkan suhu pendingin ruangan di kamar mereka agar tidak terlalu dingin.“Gimana rasanya sekarang?” tanya Gatra sambil meletakkan tangannya di pundak Tania.“Masih lemes, Gat, pusing sama mual,” jawab Tania lemah.“Aku bikinin teh hangat bentar ya, kamu tunggu di sini dulu.” Gatra keluar dari kamar sebelum mendengar jawaban Tania.Tinggal sendiri, Tania meringkuk memeluk guling sambil mengingat-ingat apa ada salah makan sesuatu. Seingatnya ia makan biasa-biasa saja. Tadi pagi sarapan oatmeal, siangnya di kantor makan soto daging di lantai dasar. Terakhir makan cheese cake di cafe serta beberapa potong kentang beku yang tadi digorengnya. Tidak ada yang aneh.
Seperti yang sudah diprediksi, Audry dan Lena begitu bahagia ketika Gatra memberitahu mengenai kehamilan Tania. Keduanya banyak memberi nasihat dan berbagi pengalaman mereka saat hamil di masa muda dulu. Hanya saja mengenang masa silam bukanlah hal yang menyenangkan bagi Audry.“Kakak beruntung memiliki suami seperti Gatra. Dulu Mommy cuma sendiri. Papi nggak peduli pada apapun yang Mommy rasakan. Mau Mommy muntah sampai tepar, mau Mommy nggak bisa bangun, Papi nggak pernah ada buat Mommy. Dia sibuk kerja,” kata Audry mengenang kembali masa-masa suram itu. Audry terpaksa menceritakannya pada Tania bukan karena ingin menjelek-jelekkan Jeff, tapi karena tadi sang putri memintanya berkisah tentang pengalamannya dulu. Tania diam saja. Tidak sepatah kata pun keluar dari mulutnya karena ia juga bingung bagaimana cara mengomentarinya. Tania bisa merasakan bagaimana perasaan Audry kala itu. Dan mau tidak mau Tania membandingkannya dengan kehidupannya saat ini. Segaris senyum terkembang di bi
“Gatra!” sapa perempuan yang saat ini sedang berdiri di depan Gatra. Ekspresinya sama seperti Gatra tadi. Kaget. Setelah cukup lama tidak bertemu siapa yang akan menyangka jika mereka akan berjumpa di tempat yang tidak terduga seperti saat ini.Gatra hanya menatap dengan tatapan datar lalu memungut kantong obatnya yang terjatuh di lantai. Ia ingin segera pergi dari tempat itu secepatnya. Ia tidak ingin berinteraksi lagi dengan perempuan itu.“Aku nggak nyangka kita bakalan ketemu di sini,” kata Kiera, perempuan yang hampir Gatra tabrak.Reaksi Gatra masih sedatar tadi. Gatra hendak menarik langkahnya ketika Kiera menahannya.“Aku nggak nyangka sikapmu akan se-childish itu. Walaupun kita gagal menikah bukan berarti kita musuhan kan, Gat?” ucapnya seakan ingin menyalahkan Gatra.Senyum asimetris terbit di bibir Gatra. Gatra bukanlah tipe laki-laki pengecut yang akan menganggap mantan sendiri sebagai musuh. Tapi setelah apa yang dilakukan Kiera padanya Gatra sudah kehilangan respek pada
Beberapa bulan kemudian ...“Gaaaaat! Sini deh!”“Iya, bentar! Lagi nanggung nih.” Gatra menyahut dari dapur ketika Tania memanggilnya agar datang ke kamar. Saat itu Gatra sedang berkutat menyiapkan tumis tiram pedas untuk menu makan malam mereka.Di dalam kamar Tania sedang berbaring sendiri. Tania baru saja pulang kerja. Namun tiba-tiba ia merasakan gerakan kencang dari dalam perutnya yang langsung membuatnya jadi excited. Ini adalah gerakan pertama si baby sepanjang kehamilannya. Tidak ingin kehilangan momen itu, Tania buru-buru keluar dari kamar dan menemui Gatra di dapur.“Gat, dia gerak. Gerakannya kuat banget, Gat! Dia kayak lagi nendang-nendang aku,” kata Tania melaporkan dengan muka berbinar-binar.Detik itu juga Gatra menelusupkan tangan ke balik baju Tania tepat di bagian perut perempuan itu.“Beneran kan, Gat? Kamu bisa ngerasain sendiri kan?” Tania masih seantusias tadi.Gatra menganggukkan kepala tanpa sepatah kata pun yang terlontar dari mulutnya. Semua ini membuatnya t
24 weeks pregnancy …Tania membuka matanya ketika merasakan tendangan yang super kuat dari dalam perutnya. Bersamaan dengan itu segaris senyum lebar tercetak sempurna di bibirnya.“Morning, Babies … udah bangun, Nak?” Tania mengusap perutnya yang membuncit tinggi bahkan nyaris melampaui tinggi dadanya. Ia juga baru menyadari jika saat itu tangan Gatra juga sedang melingkari tubuhnya.“Awww ….” Pekikan tertahan meluncur dari bibir Tania ketika tendangan berikutnya kembali menghantam. Kali ini jauh lebih kuat daripada sebelumnya. Calon anak-anak itu seperti kompak menjawab sapaan Tania.Tania menempelkan tangan di perutnya tepat di sebelah tangan Gatra yang juga berada di sana. Senyumnya merekah sempurna begitu mengingat step by step yang dilaluinya dalam rangka menjadi seorang ibu.Tanpa terasa saat ini sudah enam bulan lamanya Tania mengandung. Meskipun berbeda dengan kehamilan normal tapi Tania sangat menikmati setiap detail prosesnya. Mungkin semua akan terasa berat jika Tania menja