Semua terjadi begitu cepat. Nora terkapar di tempat tidur dengan kondisi yang sangat mengejutkan. Dia mencoba bunuh diri dengan cara memotong urat nadinya. Semua syok mengetahuinya. Yang mereka tahu Nora adalah pribadi yang ceria dan enerjik. Lantas apa masalahnya Nora ingin menghadap pencipta secepat itu?Tak lama berselang polisi pun datang mengamankan. Mereka memasang police line di sepanjang rumah Jeff. Mereka juga mengamankan satu-satunya barang bukti yang ditemukan di sana. Yaitu sebuah pisau silet yang tajam.Rumah mewah itu diperiksa. Termasuk para penghuninya diwawancara satu demi satu. Audry sangat syok juga merasa ketakutan dan tertekan. Cara mereka memeriksanya begitu mengintimidasi Audry.“Ibu sedang berada di mana saat kejadian?”“Saya sedang tidur di kamar, Pak,” jawab Audry deg-degan. Bukan apa-apa. Ini adalah pertama kali dalam hidupnya menjalani pemeriksaan formal untuk kasus kriminal yang mengerikan.“Apa Ibu mendengar sesuatu di saat atau sebelum kejadian? Misaln
Audry terkulai lemas. Tubuhnya lunglai seketika mendengar kabar yang disampaikan oleh Inggrid padanya.Bagaimana mungkin itu terjadi? Kenapa statusnya bisa langsung naik dari saksi jadi tersangka?"Yang, siapa yang barusan nelfon?" Suara Dypta membangunkan Audry dari ketermanguan."Inggrid," jawab Audry lirih dengan wajah pucat pasi."Dia bilang apa, Yang?" tanya Dypta lagi."Inggrid minta aku untuk pulang sekarang. Katanya statusku naik jadi tersangka."Tentu Dypta terkejut mendengarnya. Tahu mengenai kasus itu saja sudah membuatnya kaget bukan kepalang, apalagi ketika Audry ditetapkan sebagai pelakunya."Gimana bisa kamu jadi tersangka?""Katanya mereka ngeliat aku di CCTV masuk ke kamar Nora," jawab Audry menyampaikan sesuai dengan yang dikatakan Inggrid padanya tadi."Memangnya kamu masuk ke kamar itu, Yang? Apa yang kamu lakukan di sana?" tanya Dypta menyelidik sambil memerhatikan setiap inci wajah perempuan yang dicintainya."Aku nggak melakukan apa-apa, Dyp. Aku nggak masuk ke
Audry dan Dypta tidak langsung turun. Mereka masih berada di dalam taksi dengan tangan saling menggenggam, menguatkan satu sama lain.“Dyp …,” gumam Audry dengan ketukan jantung yang semakin menghentak. Meski sudah mencoba menguatkan nyali, namun Audry tidak akan mengingkari jika ketakutannya lebih mendominasi.“Nggak usah takut, Yang, ada aku. Apa pun yang terjadi setelah ini nggak akan berpengaruh apa-apa pada hubungan kita. Walaupun dunia meninggalkanmu aku akan tetap mencintaimu,” ucap Dypta lembut dengan mata teduhnya.Audry menatap Dypta dengan perasaan terharu, matanya hampir saja berkabut.Keduanya kemudian turun dari taksi setelah menguatkan diri. Dypta berjalan sambil merangkul Audry. Langkah mereka diiringi puluhan pasang mata. Audry memberi senyum pada mereka semua seakan tidak terjadi apa-apa karena memang ia tidak melakukan apa pun. Audry tidak bersalah. Ia yakin sepenuhnya malam itu tidur di kamar dengan Tania sampai pagi.Jeff menyongsong ketika melihat Audry datang de
Laki-laki itu memandang Audry. Netranya menyorot begitu lekat, seakan ingin mengukur kedalaman mata perempuan itu.“Pak, hanya Bapak yang bisa membantu saya. Bapak adalah harapan terakhir saya.” Audry memohon sekali lagi dengan mata berkaca-kaca.Namun rupanya air mata Audry tidak menggoyahkan hati laki-laki itu. Dia sama sekali tidak merasa tergugah.“Sebelumnya tolong maafkan saya, Bu Audry, saya memang pengacara, namun saya juga harus memegang teguh kode etik profesi saya. Saya tidak mungkin membela orang yang jelas-jelas bersalah.”Apa yang baru saja didengarnya membuat kekecewaan Audry menjadi berlipat-lipat. Harapannya kandas detik itu juga.“Saya setuju dengan pendapat Bapak, tapi Bapak belum mencoba untuk membela saya, Bapak belum melakukan apa-apa, jadi bagaimana mungkin Bapak langsung memvonis saya dengan mutlak?””Saya mengerti perasaan Ibu, saya ikut prihatin. Tapi, Bu, tanpa bermaksud menyinggung saya ingin mengatakan, saya adalah praktisi hukum sementara Ibu adalah orang
Jeff menoleh ke sumber suara dan melempar senyum pada Dypta yang berdiri beberapa meter di belakangnya. Ia menunggu hingga Dypta berjalan mendekat."Om, aku mau bicara sebentar sama Om.""Mau bicara apa? Waktuku tidak banyak," jawab Jeff dingin."Kenapa Om tega memfitnah istri Om sendiri? Aku dan Audry memang bersalah tapi aku sama sekali nggak menyangka kalau ternyata Om akan sekejam itu. Audry lagi hamil, Om, dan sekarang dia dipenjara.""Wajar saja dia ditahan karena dia memang bersalah. Siapa pun yang terbukti bersalah tidak akan bisa lolos dari jerat hukum.""Tapi Audry tidak bersalah. Ini semua pasti permainan busuk Om. Apa tidak ada sedikit saja rasa kasihan di hati Om? Apa Om tidak punya hati nurani?"Jeff tersenyum asimetris kemudian memasukkan kedua tangannya ke saku celana. "Sebaiknya tanyakan itu pada dirimu sendiri. Apa kamu tidak punya hati nurani sehingga dengan tega meniduri istriku, hmm?""Masalah itu sudah lama kita bahas, Om. Semuanya sudah berlalu. Yang aku bicarak
Manajer resto tentu saja terkejut mendengar jawaban Dypta. Tadinya ia pikir Dypta akan menolak. Pria itu kemudian memperbaiki letak kacamatanya yang melorot ke hidung sambil menatap Dypta dengan lebih lekat. Ia heran kenapa Dypta bersedia menerima tawarannya.“Kenapa kamu mau? Kamu tidak merasa gengsi?”“Tidak, Pak.” Dypta menjawab tanpa ragu. “Saya butuh uang, sebentar lagi istri saya akan melahirkan,” sambungnya berbohong.“Baik. Kalau begitu kamu bisa langsung kerja sekarang.”“Sekarang, Pak?””Kamu keberatan?”“Sama sekali tidak, Pak,” jawab Dypta sekali lagi. Ia hanya terkejut karena ternyata semua sekilat itu.Manajer resto kemudian memanggil salah seorang staf dapur dan mengenalkan Dypta padanya. Dypta diberi pakaian ganti dan sebuah apron yang harus dipakai. Pria itu juga mengenalkan area dapur dan menguraikan secara singkat tugas dan tanggung jawab Dypta apa saja. Lalu lelaki itu pergi meninggalkan Dypta sendiri.Dypta memandang nanar pada tumpukan peralatan makan yng menggun
“Mau apa ke sini?” tanya Jeff dingin pada Inggrid yang muncul tanpa pemberitahuan sebelumnya.“Aku ke sini ingin melihat keadaan kalian. Aku akan mengantar Tania ke sekolah,” jawab Inggrid.“Tania tidak sekolah dulu.” Mengingat kasus yang menimpanya, Jeff yakin jika saat ini apa pun tentangnya akan menjadi sorotan, termasuk anaknya.“Kenapa begitu? Kasihan Tania, dia butuh hiburan. Dia pasti trauma karena kejadian itu. Kalau kamu sibuk dan nggak punya waktu biar aku yang urus dia.” Inggrid menawarkan diri.”Tante Inggrid!” Tania tiba-tiba muncul dari belakang. Anak itu tampak lesu dan lemas.”Hei, anak Tante Inggrid, sini Sayang!” Inggrid tersenyum sambil mengembangkan tangan untuk menyambut Tania.Tania berjalan mendekat dan membiarkan Inggrid memeluk tubuhnya. Ia merasa nyaman dengan kehadiran perempuan itu.“Tante Inggrid ke sini mau jemput Tata. Kita sekolah dan jalan-jalan ya, Nak,” ucap Inggrid lembut sambil mengusap-usap punggung Tania.“Tata nggak mau sekolah dan jalan-jalan,
Lebih kurang tiga jam sebelumnya …Dypta keluar dari kantor polisi setelah mengunjungi Audry kemudian melanjutkan perjalanannya ke resto tempatnya bekerja. Dypta sengaja tidak mengatakan pada Audry tentang pekerjaannya yang sesungguhnya lantaran tidak ingin membuat Audry merasa tertekan. Audry pasti akan merasa sedih seandainya tahu ia bekerja sebagai pencuci piring di restoran itu.Setelah turun dari ojek Dypta langsung masuk ke restoran melalui pintu khusus karyawan.Ia mengganti bajunya, memakai apron, lalu siap-siap bekerja. Tumpukan peralatan makan yang kotor sudah menantinya. Ia bertangggung jawab atas kebersihan peralatan itu. Atasannya sangat keras dan disiplin. Jika sedikit saja mendapati sisa noda atau menurut penilaiannya peralatan itu kurang bersih maka gaji Dypta akan dipotong.Terlebih dahulu Dypta memisahkan peralatan makan tersebut berdasarkan jenis dan fungsinya. Ia juga mengumpulkan sisa-sisa makanan yang terdapat di sana ke dalam plastik khusus. Ia mengingat dengan