Lebih kurang tiga jam sebelumnya …Dypta keluar dari kantor polisi setelah mengunjungi Audry kemudian melanjutkan perjalanannya ke resto tempatnya bekerja. Dypta sengaja tidak mengatakan pada Audry tentang pekerjaannya yang sesungguhnya lantaran tidak ingin membuat Audry merasa tertekan. Audry pasti akan merasa sedih seandainya tahu ia bekerja sebagai pencuci piring di restoran itu.Setelah turun dari ojek Dypta langsung masuk ke restoran melalui pintu khusus karyawan.Ia mengganti bajunya, memakai apron, lalu siap-siap bekerja. Tumpukan peralatan makan yang kotor sudah menantinya. Ia bertangggung jawab atas kebersihan peralatan itu. Atasannya sangat keras dan disiplin. Jika sedikit saja mendapati sisa noda atau menurut penilaiannya peralatan itu kurang bersih maka gaji Dypta akan dipotong.Terlebih dahulu Dypta memisahkan peralatan makan tersebut berdasarkan jenis dan fungsinya. Ia juga mengumpulkan sisa-sisa makanan yang terdapat di sana ke dalam plastik khusus. Ia mengingat dengan
"Ibu Audry, ada yang berkunjung."Audry yang sedang berbaring di dalam ruang tahanan segera duduk begitu petugas memberitahunya.Hari ini sudah dua orang yang datang mengunjunginya. Tadi Dypta, setelahnya Audi, dan sekarang entah siapa lagi.Audry melangkah pelan menuju ruang kunjungan. Langkahnya tiba-tiba tertahan beberapa meter sebelum memasuki tempat itu saat melihat siapa yang sedang menanti di sana. Seorang perempuan dewasa serta anak perempuan kecil. Audry hampir saja memutar tubuhnya dan kembali ke belakang ketika perempuan itu keburu melihat dan berseru memanggil namanya."Audry!"Audry membeku di tempat seakan ada yang memaku kakinya. Lalu terdengar ada langkah yang mendekat ke arahnya."Mommy ..."Audry tidak bisa mengelak lagi begitu sepasang tangan kecil melingkarinya dengan erat. Audry membungkukkan badan dan balas memeluk sosok dengan tubuh mungil itu."Tata kangen Mommy. Mommy kenapa nggak pulang-pulang?"Audry tidak sanggup menjawab pertanyaan yang meluncur dari bibi
Dypta sedang bergumul dengan pekerjaannya ketika ponselnya berbunyi. Ia mengeringkan tangannya yang basah kemudian mencaritahu siapa penelepon itu.Ternyata dari Inggrid.Dypta bermaksud mengabaikan panggilan tersebut. Namun Inggrid agaknya belum puas jika Dypta belum menerima telepon darinya.“Ada apa, Rid? Aku lagi kerja,” ucap Dypta to the point setelah terpaksa menjawab panggilan dari perempuan itu.”Dyp, aku lagi di kantor polisi. Tania ada di sini, dia mau ketemu kamu.”“Seharusnya kamu nggak perlu bawa dia ke sana, Rid,” jawab Dypta menyesalkan tindakan Inggrid.“Aku maunya juga gitu, tapi aku nggak kuat ngeliat dia nangis terus. Aku tuh perempuan, Dyp, walau belum punya anak tapi aku ngerti gimana rasanya. Ini Audry yang nyuruh aku buat telfon kamu.”“Sekarang kasih handphone kamu ke Tania, aku mau ngomong sebentar.”Selang dua detik kemudian ponsel beralih dari tangan Inggrid ke Tania.“Halo, Om Dypta.”“Halo, Sayang, anak Om Dypta. Tata lagi di mana?””Tata di kantor polisi,
Dypta menggeliatkan badan bersama kelopak matanya yang terbuka pelan-pelan. Kepalanya terasa berat. Sekujur tubuhnya remuk redam.Ia memegang kepalanya sembari mengumpulkan serpihan ingatan. Ia mencoba keras mengingat apa yang telah terjadi padanya kemarin malam. Rasa marah bergejolak dalam dirinya ketika ia berhasil mengingat. Ajudan Jeff menghajarnya bertubi-tubi. Pria itu juga menyiksanya hingga Dypta terkapar tak berdaya.Tapi siapa gerangan yang membawanya pulang hingga ia berada di kostnya? Siapa orang baik itu? Siapa malaikat penyelamatnya? Dypta tidak tahu apa-apa lantaran setelah Jeff menginjak perutnya ia tidak sadarkan diri.Dengan susah payah Dypta bangkit dari kasur. Ia masuk ke kamar mandi dengan berat di kepalanya. Satu-satunya yang masih ia syukuri di tengah kesulitan hidup adalah Tuhan masih melindungi dan memperpanjang nyawanya.Gula di toples ternyata kosong melompong saat ia keluar dari kamar mandi dan berencana membuat minuman untuk menghangatkan perutnya.Saat m
Audry tak berhenti merintih. Rasa sakit itu semakin menyerangnya. Ia ingin memanggil petugas dan berteriak keras-keras. Namun yang berhasil keluar dari mulutnya hanyalah erangan lirih kesakitan.Darah keluar semakin deras bersamaan dengan gelombang besar yang berasal dari perutnya. Sesuatu terasa mendorong dan mendesak ingin keluar. Dorongan itu tidak terbendung lagi. Bagaikan sebuah kendaraan yang melaju dengan mulus di jalan bebas hambatan.“Sakit … tolong saya …” Audry merintih lagi sambil berjuang melawan gelombang hebat yang menghantamnya. Namun tidak seorang pun mendengar alih-alih mengetahui keadaannya.Bulir-bulir keringat menyembul di mana-mana membuat Audry semakin basah. Ia sudah kehabisan tenaga. Yang bisa dilakukannya hanya pasrah. Audry rela jika ternyata Tuhan ingin mengambil nyawanya saat ini juga.Di detik-detik terakhir ia membuka mata, muka polos Tania serta raut gagah Dypta melintas di depannya. Lalu yang tersisa hanya gelap.***Audry melihat dirinya mengenakan ga
Hari ini menurut jadwal sidang perdana kasus Audry akan digelar. Hampir setiap hari Dypta mengunjungi Audry kecuali kemarin. Dari pagi hingga malam ia sibuk dengan pekerjaannya di resto.Dypta terkejut ketika pagi ini mendatangi kantor polisi dan menerima kabar bahwa Audry sudah melahirkan.Tanpa membuang waktu ia segera menuju rumah sakit. Namun semua tidaklah semudah yang ada di pikirannya. Pada mulanya ia tidak diizinkan bertemu dengan Audry. Dypta sampai harus berdebat dengan petugas yang menjaga Audry.Akhirnya Dypta pun diizinkan masuk setelah mereka mengenali bahwa ia adalah lelaki yang mengunjungi Audry selama di tahanan.Audry berbaring lemah di ranjang rumah sakit. Sorot matanya terlihat kosong. Bagai tersadar dari lamunan Audry tersenyum ketika melihat Dypta datang.Dypta langsung memeluk Audry dan mengecup lembut keningnya."Maaf aku baru datang, aku baru tahu sekarang. Kemarin aku nggak sempat ngunjungin kamu jadinya nggak tahu apa-apa." Perasaan bersalah tercetak denga
Audry pikir jika takdir baik tidak pernah berpihak padanya. Bahkan dulu ia sempat berburuk sangka pada sang pencipta kenapa hidupnya selalu menderita. Mulai dari mengorbankan diri untuk menanggung utang keluarga, dianiaya suami sendiri hingga menjadi tersangka kasus pembunuhan. Ia bahkan sudah pasrah jika sisa-sisa hidupnya akan berakhir di penjara. Meskipun Dypta selalu memberi semangat dan optimis jika kelak Audry pasti akan lepas dan keluar dari masalah ini. Ini hanya tentang waktu. Audry tidak pernah percaya pada keajaiban. Keajaiban itu tidak ada. Namun mulai detik ini cara Audry memandang hidup mulai berbeda. Keajaiban selalu ada untuk orang-orang yang bersabar dan tidak pernah berhenti berharap.Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Nora, perempuan itu mengaku jika ia melakukan percobaan bunuh diri lantaran ia hamil sedangkan kekasihnya tidak mau bertanggung jawab. Kekasihnya itu kabur entah ke mana tanpa meninggalkan jejak apa-apa. Sehingga Nora menjadi panik. Ia khawatir da
Audry hanya diam di sebelah Dypta di dalam taksi yang membawa mereka pulang. Namun pikirannya bertanya-tanya ke mana Dypta akan membawanya.Setelah melewati jalan raya yang ramai dan padat kendaraan, taksi berbelok memasuki gang sempit yang sunyi. Jalan yang mereka lewati saat ini adalah jalan kecil berbatu dan tidak beraspal. Saking sempitnya apabila ada kendaraan dari arah berlawanan maka salah satu harus berhenti dulu untuk memberi jalan pada yang lain."Berhenti di depan ya, Pak," pinta Dypta pada supir taksi."Baik, Mas," jawab pria itu patuh sambil memandang ke belakang melalui spion.Dypta terlebih dulu keluar dari taksi lalu membantu Audry turun dari sana."Dyp, kita mau ke mana?" Audry semakin heran ketika mereka memasuki sebuah gang kecil yang hanya bisa dilewati oleh sepeda motor."Kan ke rumahku.""Iya, aku tahu kita ke rumahmu, tapi ..."Dypta hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Audry. Ia tahu apa yang saat ini mengisi kepala perempuan itu.Setelah berjalan kaki sek