Tinggal sendiri di rumah, Audry tidak bisa mencegah pikirannya untuk mengelana ke mana-mana. Tentang dirinya, tentang semua peristiwa yang terjadi pada hidupnya dan juga tentang Dypta. Siapa Dypta sebenarnya? Kenapa pria itu terkesan misterius? Apa masih ada yang Audry tidak tahu mengenai Dypta selama ini? Seharusnya gampang saja jika Dypta mau meminta bantuan pada orang tuanya.Audry masih ingat Dypta begitu mengagumi papanya dan menyanjung-nyanjung kisah cinta kedua orang tuanya.Suara motor yang semakin lama terdengar bertambah dekat membuat Audry langsung waspada. Siapa yang datang tengah malam begini?Audry bangun dari berbaring lalu merapat ke dinding. Jantungnya berdetak dengan kencang. Lingkungan rumah kos tempat Dypta tinggal begitu sepi dan cukup jauh dari pemukiman penduduk.Terdengar suara mesin motor yang dimatikan setelah berhenti di depan rumah. Disusul derap langkah kaki mendekat.Audry semakin merapat ke dinding. Keringat menyembul di pelipisnya. Matanya dengan nyala
“Mau ikut aku mandi?” Ini entah senyum nakal Dypta ke berapa. Dari tadi tak habis-habisnya ia menggoda Audry.“Memang kamar mandinya muat kalau kita berdua?” Audry melempar pandang pada ruang sempit lain di tempat pengap itu.“Belum dicoba sih, tapi ada bathtub-nya.”Audry langsung berdiri dan menyadari kebodohannya setelah ikut melongok dan menyaksikan sendiri keadaan di dalam sana. Hanya ada ember hitam penampung air dari kran tergeletak di lantai.Keduanya lalu sama-sama terpingkal menertawai nasib mereka.Setelah mandi keduanya langsung ke rumah sakit. Hal terkuat yang mereka inginkan saat ini adalah bertemu dengan anak mereka.Tiba di rumah sakit keduanya langsung ke bagian administrasi dan menyerahkan uang."Makasih, Bu."Dypta menggenggam tanda terima deposit rumah sakit dari bagian administrasi dengan perasaan lega. Meski belum sepenuhnya namun setidaknya ada jaminan bahwa perawatan Rogen terus berlanjut. Thanks to Ello dan Ryver yang telah dikirimkan Tuhan."Kamu aja yang sim
Audry menarik mundur langkahnya ke belakang. Ia bersikap lebih waspada dari sebelumnya.Sementara seseorang yang baru saja keluar dari mobil mengunci Audry dengan tatapannya. Semakin Audry menghindar tatapannya semakin lekat. "Sedang apa di sini, Sayang?"Audry membuang muka, berpaling dari laki-laki tinggi tegap yang saat ini sedang berdiri tepat di hadapannya."Sebentar. Apa kamu ingin menemui anak kita? Aku tidak sengaja lewat di sini dan kebetulan melihatmu makanya aku berhenti. Tidak masalah kalau kamu ingin bertemu Tania, aku mengizinkannya."Jeff yang terdengar ramah dan bersahabat membuat Audry mengembalikan pandangan ke arah laki-laki itu.Jeff melengkungkan bibir, menguatkan pernyataannya barusan."Aku boleh bertemu dengan Tania?""Tentu saja, dia kan juga anakmu. Dia anak kita berdua."Audry menyipit sambil menatap dengan lekat pria yang hingga saat ini masih resmi berstatus sebagai suaminya. Apa Jeff benar-benar bisa dipercaya? "Sayang, aku tahu kejadian kemarin membuatm
"Dyp, ini beneran kamu yang ngomong? Ini datang dari hati yang paling dalam?" Audry tidak percaya jika Dypta mengucapkannya dengan penuh kesadaran."Aku udah nggak punya solusi. Aku udah coba tapi yang ada hanya jalan buntu.""Sebuntu apa pun tapi kembali pada Jeff bukan pilihan yang tepat, Dyp. Kamu sendiri yang bilang kalau dia berbahaya. Dia rajanya para setan, tuhannya para iblis. Apa kamu lupa itu, Dyp? Kamu kok oleng gini sih?""Maaf, Yang, aku lagi nggak bisa mikir jernih." Dypta mengusap mukanya seakan dengan begitu bisa menghilangkan semua kesemrawutan.Dypta sudah mencoba tapi tidak seorang pun bersedia membantu. Kalau pun ada yang terketuk hatinya, itu pun hanya sebatas simpati karena mereka juga memiliki keterbatasan.Tadi Ello juga mengabari Dypta. Ello bilang di perusahaan orang tua kekasihnya sedang tidak membuka lowongan kerja. Mereka juga tidak kekurangan karyawan."Sorry banget ya, Dyp. Ntar kalo ada gue bakal kabari lo lagi." Itu kata Ello sebelum menyudahi percakap
Dypta membawa Audry keluar dari ruangan NICU agar mereka leluasa berbicara.Audry menyentak tangannya dari Dypta. Ia menunjukkan sikap denial agar Dypta tahu bahwa Audry tidak menyetujui rencana laki-laki itu.Dypta hanya memandang pada Audry dengan sorot teduh yang khas. "Aku tahu kamu marah. Sekarang aku akan ceritakan semuanya agar kamu mengerti."Audry bersedekap menanti apa yang akan Dypta sampaikan. Caranya menatap laki-laki itu sudah berubah. Tidak ada lagi sorot mata lembut penuh cinta. Semuanya berganti dengan rasa kecewa yang begitu dalam."Kemarin sebelum pulang kerja aku ketemu dengan Audi di resto. Dia cukup sering datang ke sana, lebih tepatnya sejak dia tahu aku kerja di sana. Dulu waktu kamu ditahan dia pernah nawarin bantuan buat ngebebasin kamu dengan syarat aku harus menikahi dia. Aku menolak karena yakin masih ada cara lain agar kamu bebas dari semua tuduhan. Dan kemarin dia menawarkan lagi bantuan buat kita. Dia tahu keadaan Rogen. Dia tahu saat ini kita sedang
Masih berdiri di sisi pintu, Dypta mengeluarkan sesuatu dari balik jaket. Ia kemudian memberikan pada Jeff."Apa ini?" tanya Jeff."Om buka aja dulu."Jeff kemudian membuka amplop coklat seukuran kertas HVS yang diberikan Dypta padanya. Ada selembar kertas di dalam amplop itu."Surat perjanjian?" Jeff memandangi Dypta setelah membaca tulisan di kertas tersebut."Benar, Om. Itu isinya adalah surat perjanjian. Aku akan berikan Tante Audry dengan syarat Om menandatangani surat itu.""Jadi kamu tidak percaya padaku?""Aku hanya ingin menjamin keselamatan Tante Audry dan anakku saat tinggal bersama Om. Itu saja.""Ck ck ck! Tapi kenapa harus melibatkan pengacaraku segala?" Jeff terkekeh sambil geleng-geleng kepala."Agar surat ini sah, legal dan berkekuatan hukum. Aku nggak main-main dalam hal ini, Om.""Baik, akan kutelepon pengacaraku dulu."Dypta dan Audry kemudian masuk ke rumah lalu duduk di ruang tamu sedangkan Jeff menelepon pengacaranya. Tak lama kemudian, sang kuasa hukum pun data
Operasi terhadap baby Rogen sudah berlangsung sejak beberapa saat yang lalu. Audry, Dypta dan Jeff menanti dengan perasaan khawatir. Namun yang paling cemas di antara ketiganya adalah Audry. Bagaimana jika operasi tersebut berujung dengan kegagalan? Tidak hanya akan kehilangan Rogen namun ia juga kehilangan Dypta lantaran laki-laki itu sudah terlanjur mengembalikannya pada Jeff.Jeff menepuk pundak Dypta dari belakang. ”Kamu pergi saja dulu, biar aku dan Audry yang di sini.”“Aku juga ingin tahu keadaannya, Om.” Dypta menolak dan memilih bertahan di tempat itu. Ia akan menunggu hingga proses operasi Rogen selesai.“Bukannya kamu harus kerja? Kasihan piring kotormu sudah menunggu.” Jeff tersenyum mengejek.Jika saja Dypta tidak membutuhkan bantuan dari laki-laki itu maka detik ini juga akan mendaratkan bogem mentah di wajah Jeff. Sayangnya keselamatan sang putra bergantung pada laki-laki itu.‘Tahan, Dyp. Jangan emosi. Kamu butuh dia.’ Suara dari dalam hatinya berbisik mengingatkan D
The person who gives you all that security can’t be the same person who gives you the thrill~***“Mmuuahh … adek wangi banget …”Dari tadi tak henti-hentinya Tania menciumi adiknya. Sejak kehadiran Rogen di rumah mereka, hari-hari menjadi lebih berwarna. Tania tidak lagi merasa kesepian seperti dulu.Rumah besar itu menjadi lebih ramai. Kadang terdengar suara tangisan. Di saat yang lain terdengar suara tawa Tania yang mencandai adiknya.“Mommy, biar Tata yang kasih minyak rambut adek ya,” pinta Tania. Saat itu Rogen baru saja selesai mandi.“Oke, Kakak …” Audry memberi botol berisi minyak rambut bayi pada Tania. Ia kemudian mengulas senyum menyaksikan interaksi kedua kesayangannya itu. Keduanya begitu harmonis dan tampak manis. Tania memang sangat menyayangi Rogen, meskipun anak laki-laki yang saat ini berumur tujuh bulan itu adalah saudara tirinya. Namun tentu saja ia tidak mengetahui akan hal tersebut. Ia hanya tahu bahwa Rogen adalah adik yang lucu dan menggemaskan.It seems like
Rogen melangkah pelan setelah Davina menggandengnya. Anak-anak terkadang menempatkan orang dewasa dalam posisi yang tidak mudah.Athaya langsung bangun dari berbaring dan menyandarkan punggung ke headboard begitu Rogen ikut duduk di ranjang.“Istirahat aja, Ay, kamu pasti capek.” Rogen menyuruh Athaya kembali berbaring.Athaya tersenyum samar. Ia merasa canggung untuk berbaring di ranjang itu sedangkan ada Rogen di dekatnya.“Bunda kenapa bangun? Kita tidur sama-sama yuk! Papa juga.” Davina memandang Athaya dan Rogen bergantian.Rogen terpaksa menganggukkan kepala dan memberi Athaya isyarat dengan matanya agar menuruti kemauan Davina. Jadilah mereka berbaring bertiga. Rogen dan Athaya berada di sisi kanan dan kiri memagari Davina di tengah-tengah mereka.Davina tersenyum bahagia dan memandang kedua orang tuanya yang membelai kepalanya bergantian. Ini adalah pertama kalinya Davina tidur bertiga dengan Rogen dan Athaya.“Kenapa Papa dan Bunda tinggalnya pisah-pisah? Kenapa Bunda nggak ti
Rogen dan Belva duduk dengan tegang di kursi pasien di ruangan Gatra. Mereka sedang menanti hasil pemeriksaan kesehatan. Ini adalah pemeriksaan kesekian yang mereka lakukan.“Kalian berdua sehat, nggak ada masalah apa-apa.” Entah untuk keberapa kali Gatra mengatakan hal yang sama.“Kalau memang begitu kenapa Belva masih belum hamil, Bang?” tukas Rogen.Gatra mengerti bagaimana perasaan adik ipar dan istrinya. Dan sebagai orang yang dekat dengan mereka ia juga tidak pernah henti menyemangati.“Abang ngerti perasaan kalian, tapi ini hanya masalah waktu, Dek. Percaya sama Abang, kalau sudah waktunya Tuhan pasti kasih.”Belva yang sejak tadi diam terpaku di sebelah Gatra hanya tersenyum getir. Sudah hampir empat tahun menikah namun Tuhan belum mempercayakan seorang anak pun dititipkan ke dalam rahimnya. Sementara orang-orang di sekelilingnya saat ini sedang mengandung. Mulai dari Tania hingga Athaya. Saat ini Tania sedang mengandung anak keempat,
“Davina! Sini, Sayang, ada papa tuh!”“Yeay … Papa datang!!!” Bidadari cilik itu berlari kecil ke depan rumah saat mendengar suara Audry yang berseru memberitahunya.Rogen baru saja turun dari mobil. Segala rasa lelahnya sirna seketika ketika melihat wajah Davina, putri kecilnya. Rogen langsung mengangkat Davina dan menggendong anak itu.Tanpa terasa, tiga setengah tahun sudah berlalu. Davina kini tumbuh menjadi anak yang manis, tidak banyak tingkah dan menggemaskan.“Udah makan, Sayang?” “Udah, Pa.”“Beneran? bohong ah!” Rogen tidak percaya. Davina memang paling susah jika disuruh makan nasi.“Cium aja kalau Papa nggak percaya, pasti ada bau ayam goreng. ” Davina menyodorkan pipinya.Rogen tertawa lalu mengecup gemas pipi chubby sang putri. “Oh iya, bau ayam goreng. Iya deh, Papa percaya.”Davina tertawa sambil membelai dagu belah Rogen. Davina sangat suka melakukannya. Biasanya sebelum tidur ia akan mengelus-elus belahan di dagu Rogen hingga akhirnya ketiduran.“Tadi Davina ngapain
Athaya mengerutkan dahi. Suara itu terdengar sangat jelas dan dekat. Suara yang sudah familier dengannya tapi sudah lama tidak didengarnya.Nggak mungkin, pikir Athaya. Pasti ini hanya halusinasinya saja. Mana mungkin Rogen ada di sini. Saat ini Rogen pasti sedang bahagia-bahagianya dengan Belva menikmati masa-masa indah pengantin baru.Athaya memejamkan mata dan mencoba untuk fokus pada dirinya sendiri sambil menahan kontraksi yang hilang timbul. Ia menepis semua pikiran dan bayangan-bayangan lain yang melintas di kepalanya.“Sombong lo ya, jauh-jauh gue datang ke sini tapi dicuekin.”Suara itu membuat Athaya terkesiap. Ini nyata dan bukan halusinasinya. Tapi masa Rogen ada di sini?Sambil menahan rasa penasaran Athaya memutar tubuhnya dengan perlahan. Tepat di saat itu ia mendapati seseorang sudah berada di belakangnya, duduk di sisi ranjang.“Adek …” Athaya menggumam tidak percaya. Rogen benar-benar ada di sana. Di dekatnya, di tempat yang sama dengannya. Dan ini bukan mimpi.Roge
Enam bulan kemudian …Setelah kejadian malam itu, hidup Athaya berubah. Pelan-pelan ia mulai menepis Rogen dari hatinya dan membiarkan Kenzi yang mengisi. Athaya menyadari, tidak akan adil untuk Kenzi jika ia masih saja dibayang-bayangi Rogen. Mungkin Athaya harus berterima kasih pada Nora yang telah memilihkan Kenzi untuknya. Kenzi memang tidak sempurna, tapi dia adalah suami yang ideal untuk Athaya. Kenzi membuktikan kata-katanya. Dia menerima keadaan Athaya apa adanya. Dia juga tidak pernah mengungkit-ungkit kejadian itu. Malah Kenzi sangat perhatian pada kehamilan Athaya.“Ay, Rogen jadi menikah hari ini?” tanya Kenzi pagi itu sebelum berangkat ke kantor.“Jadi, Mas,” jawab Athaya.Tempo hari Belva mengabarinya dan bertanya apa Athaya bisa datang. Tapi Athaya menolak dengan alasan kandungannya sudah semakin besar dan hanya menunggu due date. Athaya sama sekali tidak mengungkit kejadian malam itu. Ia tidak ingin menyalahkan Belva. Yan
“Saya minta penjelasan dari kamu sekarang. Saya harus tahu semuanya. Karena apa? Karena saya adalah suami kamu. Saya pendamping hidup kamu. Dan terutama saya adalah orang yang bertanggung jawab atas hidup kamu setelah kita resmi menikah, bukan orang tua kamu. Jadi saya minta kamu untuk bicara sejujur mungkin."Suara dingin bernada tegas itu betul-betul membuat Athaya tidak berdaya. Satu-satunya yang harus ia lakukan adalah mengatakan segalanya pada Kenzi.“Pertama, saya mau minta maaf udah bikin Mas kecewa,” ucap Athaya pelan. “Saya memang salah karena nggak bilang semua ini dari awal. Saya nggak akan membela diri. Dan …” Athaya menggantung kalimatnya sembari mengamati ekspresi Kenzi.Lelaki itu masih seperti tadi. Menyorot Athaya dengan tatapannya yang datar dan penuh rasa kecewa.“Dan saat ini saya juga sedang hamil.” Athaya melanjutkan perkataannya dengan suara yang jauh lebih lirih.“HAMIL?” Kali ini Kenzi tidak mampu menyembunyikan r
Athaya memandang keluar jendela pesawat. Mereka baru saja memasuki kota Jayapura dan akan mendarat sebentar lagi. Seperti yang dikatakan Athaya pada Rogen, setelah ia menikah akan langsung berangkat ke Papua.Orang-orang terdekatnya melepas Athaya dengan berat hati, terutama Nora. Sedangkan Jeff hanya berbicara pada Kenzi agar menjaga Athaya baik-baik. Jeff tidak mengatakan apa-apa pada Athaya. Athaya bersyukur Rogen tidak ikut melepas keberangkatannya di bandara karena lelaki itu mengatakan padanya harus kerja pada hari tersebut. Kalau ada Rogen Athaya tidak menjamin jika ia akan kuat dan sanggup untuk pergi.“Aya, kita sebentar lagi landing.” Suara Kenzi membuyarkan lamunan Athaya.Athaya mengangguk pelan. Sepanjang penerbangan Kenzi sibuk sendiri membaca buku, sedangkan Athaya larut dalam lamunannya.Semilir angin menyapa halus begitu Athaya turun dari pesawat. Ia dan Kenzi langsung disambut oleh seorang laki-laki yang merupakan perwa
Hanya satu minggu setelah perkenalan Athaya dan Kenzi, pernikahan keduanya pun diselenggarakan. Rencana kepindahan Kenzi ke Papua ternyata cukup menguntungkan. Karena dengan begitu mereka jadi punya alasan untuk melaksanakan pernikahan tersebut sesegera mungkin.Pernikahan itu diadakan sebagaimana mestinya. Dalam artian tidak terlalu mewah dan besar-besaran. Jeff bilang bahwa itu hanya akan menghabiskan biaya.Bagi Athaya tidak masalah. Jika perlu tidak perlu ada pesta atau perayaan apa-apa. Cukup akad nikah saja. Yang penting sah secara agama dan diakui oleh negara. Bukankah itu yang lebih penting?Nora masuk ke kamar Athaya memberitahunya. “Aya, ada Belva tuh.”Athaya terkesiap. Sudah sejak tadi ia melamun sendiri setelah perias pengantin mendandaninya.“Belva sama siapa, Mi?” “Sama Rogen.”Deg …!!! Detak jantung Athaya mengencang dalam hitungan detik mendengar nama itu disebut. Lelaki yang dicintainya ternyata datang pada hari pernikahannya. Dan itu tidak mudah untuk Athaya.“Sur
“Adek, ini Mas Kenzi, calon suamiku.” Athaya menegur Rogen yang termangu sementara di hadapannya Kenzi mengulurkan tangan untuk bersalaman. Rogen terkesiap dan balas menjabat tangan pria di depannya. ‘Nggak banget selera lo, Ay.’ Ia membatin. Rogen mengurungkan niatnya untuk menghajar Kenzi. Lagi pula, sejak kapan ia peduli pada Athaya?Terlepas dari perbuatan Kenzi yang telah menodai Athaya, Rogen berkaca pada dirinya sendiri. Ia juga melakukan hal yang sama dengan Belva. Hanya saja Belva tidak sampai hamil.“Mas Kenzi, Adek ini saudaraku, dan ini Belva sahabatku sekaligus calon istrinya Rogen,” kata Athaya menjelaskan.“Adek?” ulang Kenzi tidak mengerti.“Rogen maksudnya. Kalau di keluarga kami dipanggilnya Adek soalnya dulu dia anak bungsu.” Athaya menjelaskan dengan detail.Kenzi manggut-manggut sambil tersenyum.“Mas Kenzi bentar ya, saya pinjam Athaya dulu,” kata Belva menyela.Kenzi mengangguk pelan.Belva kemudian menarik tangan Athaya menjauh. “Ay, lo serius mau nikah sama