Hari ini menurut jadwal sidang perdana kasus Audry akan digelar. Hampir setiap hari Dypta mengunjungi Audry kecuali kemarin. Dari pagi hingga malam ia sibuk dengan pekerjaannya di resto.Dypta terkejut ketika pagi ini mendatangi kantor polisi dan menerima kabar bahwa Audry sudah melahirkan.Tanpa membuang waktu ia segera menuju rumah sakit. Namun semua tidaklah semudah yang ada di pikirannya. Pada mulanya ia tidak diizinkan bertemu dengan Audry. Dypta sampai harus berdebat dengan petugas yang menjaga Audry.Akhirnya Dypta pun diizinkan masuk setelah mereka mengenali bahwa ia adalah lelaki yang mengunjungi Audry selama di tahanan.Audry berbaring lemah di ranjang rumah sakit. Sorot matanya terlihat kosong. Bagai tersadar dari lamunan Audry tersenyum ketika melihat Dypta datang.Dypta langsung memeluk Audry dan mengecup lembut keningnya."Maaf aku baru datang, aku baru tahu sekarang. Kemarin aku nggak sempat ngunjungin kamu jadinya nggak tahu apa-apa." Perasaan bersalah tercetak denga
Audry pikir jika takdir baik tidak pernah berpihak padanya. Bahkan dulu ia sempat berburuk sangka pada sang pencipta kenapa hidupnya selalu menderita. Mulai dari mengorbankan diri untuk menanggung utang keluarga, dianiaya suami sendiri hingga menjadi tersangka kasus pembunuhan. Ia bahkan sudah pasrah jika sisa-sisa hidupnya akan berakhir di penjara. Meskipun Dypta selalu memberi semangat dan optimis jika kelak Audry pasti akan lepas dan keluar dari masalah ini. Ini hanya tentang waktu. Audry tidak pernah percaya pada keajaiban. Keajaiban itu tidak ada. Namun mulai detik ini cara Audry memandang hidup mulai berbeda. Keajaiban selalu ada untuk orang-orang yang bersabar dan tidak pernah berhenti berharap.Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Nora, perempuan itu mengaku jika ia melakukan percobaan bunuh diri lantaran ia hamil sedangkan kekasihnya tidak mau bertanggung jawab. Kekasihnya itu kabur entah ke mana tanpa meninggalkan jejak apa-apa. Sehingga Nora menjadi panik. Ia khawatir da
Audry hanya diam di sebelah Dypta di dalam taksi yang membawa mereka pulang. Namun pikirannya bertanya-tanya ke mana Dypta akan membawanya.Setelah melewati jalan raya yang ramai dan padat kendaraan, taksi berbelok memasuki gang sempit yang sunyi. Jalan yang mereka lewati saat ini adalah jalan kecil berbatu dan tidak beraspal. Saking sempitnya apabila ada kendaraan dari arah berlawanan maka salah satu harus berhenti dulu untuk memberi jalan pada yang lain."Berhenti di depan ya, Pak," pinta Dypta pada supir taksi."Baik, Mas," jawab pria itu patuh sambil memandang ke belakang melalui spion.Dypta terlebih dulu keluar dari taksi lalu membantu Audry turun dari sana."Dyp, kita mau ke mana?" Audry semakin heran ketika mereka memasuki sebuah gang kecil yang hanya bisa dilewati oleh sepeda motor."Kan ke rumahku.""Iya, aku tahu kita ke rumahmu, tapi ..."Dypta hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Audry. Ia tahu apa yang saat ini mengisi kepala perempuan itu.Setelah berjalan kaki sek
Tinggal sendiri di rumah, Audry tidak bisa mencegah pikirannya untuk mengelana ke mana-mana. Tentang dirinya, tentang semua peristiwa yang terjadi pada hidupnya dan juga tentang Dypta. Siapa Dypta sebenarnya? Kenapa pria itu terkesan misterius? Apa masih ada yang Audry tidak tahu mengenai Dypta selama ini? Seharusnya gampang saja jika Dypta mau meminta bantuan pada orang tuanya.Audry masih ingat Dypta begitu mengagumi papanya dan menyanjung-nyanjung kisah cinta kedua orang tuanya.Suara motor yang semakin lama terdengar bertambah dekat membuat Audry langsung waspada. Siapa yang datang tengah malam begini?Audry bangun dari berbaring lalu merapat ke dinding. Jantungnya berdetak dengan kencang. Lingkungan rumah kos tempat Dypta tinggal begitu sepi dan cukup jauh dari pemukiman penduduk.Terdengar suara mesin motor yang dimatikan setelah berhenti di depan rumah. Disusul derap langkah kaki mendekat.Audry semakin merapat ke dinding. Keringat menyembul di pelipisnya. Matanya dengan nyala
“Mau ikut aku mandi?” Ini entah senyum nakal Dypta ke berapa. Dari tadi tak habis-habisnya ia menggoda Audry.“Memang kamar mandinya muat kalau kita berdua?” Audry melempar pandang pada ruang sempit lain di tempat pengap itu.“Belum dicoba sih, tapi ada bathtub-nya.”Audry langsung berdiri dan menyadari kebodohannya setelah ikut melongok dan menyaksikan sendiri keadaan di dalam sana. Hanya ada ember hitam penampung air dari kran tergeletak di lantai.Keduanya lalu sama-sama terpingkal menertawai nasib mereka.Setelah mandi keduanya langsung ke rumah sakit. Hal terkuat yang mereka inginkan saat ini adalah bertemu dengan anak mereka.Tiba di rumah sakit keduanya langsung ke bagian administrasi dan menyerahkan uang."Makasih, Bu."Dypta menggenggam tanda terima deposit rumah sakit dari bagian administrasi dengan perasaan lega. Meski belum sepenuhnya namun setidaknya ada jaminan bahwa perawatan Rogen terus berlanjut. Thanks to Ello dan Ryver yang telah dikirimkan Tuhan."Kamu aja yang sim
Audry menarik mundur langkahnya ke belakang. Ia bersikap lebih waspada dari sebelumnya.Sementara seseorang yang baru saja keluar dari mobil mengunci Audry dengan tatapannya. Semakin Audry menghindar tatapannya semakin lekat. "Sedang apa di sini, Sayang?"Audry membuang muka, berpaling dari laki-laki tinggi tegap yang saat ini sedang berdiri tepat di hadapannya."Sebentar. Apa kamu ingin menemui anak kita? Aku tidak sengaja lewat di sini dan kebetulan melihatmu makanya aku berhenti. Tidak masalah kalau kamu ingin bertemu Tania, aku mengizinkannya."Jeff yang terdengar ramah dan bersahabat membuat Audry mengembalikan pandangan ke arah laki-laki itu.Jeff melengkungkan bibir, menguatkan pernyataannya barusan."Aku boleh bertemu dengan Tania?""Tentu saja, dia kan juga anakmu. Dia anak kita berdua."Audry menyipit sambil menatap dengan lekat pria yang hingga saat ini masih resmi berstatus sebagai suaminya. Apa Jeff benar-benar bisa dipercaya? "Sayang, aku tahu kejadian kemarin membuatm
"Dyp, ini beneran kamu yang ngomong? Ini datang dari hati yang paling dalam?" Audry tidak percaya jika Dypta mengucapkannya dengan penuh kesadaran."Aku udah nggak punya solusi. Aku udah coba tapi yang ada hanya jalan buntu.""Sebuntu apa pun tapi kembali pada Jeff bukan pilihan yang tepat, Dyp. Kamu sendiri yang bilang kalau dia berbahaya. Dia rajanya para setan, tuhannya para iblis. Apa kamu lupa itu, Dyp? Kamu kok oleng gini sih?""Maaf, Yang, aku lagi nggak bisa mikir jernih." Dypta mengusap mukanya seakan dengan begitu bisa menghilangkan semua kesemrawutan.Dypta sudah mencoba tapi tidak seorang pun bersedia membantu. Kalau pun ada yang terketuk hatinya, itu pun hanya sebatas simpati karena mereka juga memiliki keterbatasan.Tadi Ello juga mengabari Dypta. Ello bilang di perusahaan orang tua kekasihnya sedang tidak membuka lowongan kerja. Mereka juga tidak kekurangan karyawan."Sorry banget ya, Dyp. Ntar kalo ada gue bakal kabari lo lagi." Itu kata Ello sebelum menyudahi percakap
Dypta membawa Audry keluar dari ruangan NICU agar mereka leluasa berbicara.Audry menyentak tangannya dari Dypta. Ia menunjukkan sikap denial agar Dypta tahu bahwa Audry tidak menyetujui rencana laki-laki itu.Dypta hanya memandang pada Audry dengan sorot teduh yang khas. "Aku tahu kamu marah. Sekarang aku akan ceritakan semuanya agar kamu mengerti."Audry bersedekap menanti apa yang akan Dypta sampaikan. Caranya menatap laki-laki itu sudah berubah. Tidak ada lagi sorot mata lembut penuh cinta. Semuanya berganti dengan rasa kecewa yang begitu dalam."Kemarin sebelum pulang kerja aku ketemu dengan Audi di resto. Dia cukup sering datang ke sana, lebih tepatnya sejak dia tahu aku kerja di sana. Dulu waktu kamu ditahan dia pernah nawarin bantuan buat ngebebasin kamu dengan syarat aku harus menikahi dia. Aku menolak karena yakin masih ada cara lain agar kamu bebas dari semua tuduhan. Dan kemarin dia menawarkan lagi bantuan buat kita. Dia tahu keadaan Rogen. Dia tahu saat ini kita sedang