“Ini surat apa, Rid?” tanya Audry setelah Inggrid meletakkan langsung amplop itu ke tangannya.“Lo lihat aja sendiri.”Audry membuka amplop lalu membaca dengan lantang di dalam hati kata demi kata yang tertera di sana.Jeff menggugat cerai sebelum Audry mengajukannya dengan resmi. Apa pria itu sadar saat melakukannya? Kenapa jadi segampang ini?“Lo sedih?” tanya Inggrid ketika Audry mengangkat muka setelah menekuri kertas di tangannya.“Nggak, gue cuma kaget,” jawab Audry sejujurnya.“Beneran?” Inggrid memiringkan kepala memandang Audry dengan sorot menyelidik.Audry mengangguk pelan. Seharusnya saat ini ia meloncat-loncat karena bahagia, tapi yang ada Audry mulai mencurigai Jeff. Kenapa Jeff tidak mempersulit? Iya, harusnya Audry bersyukur karena pria itu mempermudah segalanya. Tapi pasti ada sesuatu di baliknya. Apa yang telah direncanakan Jeff?”Bestie, jujur deh sama gue. Lo takut nggak bakal kebagian hartanya Jeff kan? Udah deh, gue ngerti perasaan lo. Tapi lo sendiri yang pergi
Hah? Syarat? Apa lagi yang diinginkan Jeff?“Apa syaratnya?" tanya Audry ingin tahu.Senyum laki-laki itu merekah semakin lebar. Berhasil mengintimidasi Audry adalah kebahagiaan terbesarnya. “Syaratnya tidak sulit. Aku hanya mau kita seperti dulu.”Audry langsung menggelengkan kepalanya. Ia menolak tegas permintaan itu. “Kalau maksudmu adalah kembali padamu, maaf, aku tidak bisa.”“Keputusan sepenuhnya ada padamu. Aku hanya memberi penawaran. Terserah mau diterima atau ditolak. Gampang kan?” ucap Jeff ringan sambil mengembangkan kedua tangannya.Jeff menunggu jawaban Audry selama beberapa detik, namun hanya tatapan penuh kebencian perempuan itu yang diterimanya sehingga ia pun pergi.Baru berjalan beberapa langkah, Jeff memutar badan. “Nanti sore aku akan jemput Tania.”Air mata Audry meluncur deras. Di saat itulah Dypta muncul dari belakang dan memeluknya.“Aku nggak sanggup pisah dengan Tania, Dyp. Aku nggak bisa bayangin gimana dia di bawah asuhan Jeff. Pokoknya aku nggak mau kasih
Dana menyetir sekencang mungkin. Setibanya di rumah, Dana membantu Jeff keluar dari mobil. Lelaki itu mengeluh padanya mengalami kesemutan. Sebagian tubuhnya tepat di bagian kiri tidak peka terhadap sentuhan apa pun.Seluruh pekerja di rumah Jeff tak pelak menjadi khawatir melihat kondisi memprihatinkan majikan mereka. “Kita bawa Bapak ke rumah sakit saja, Pak Dana,” kata Bi Dira memberi usul.“Gimana kalau kita panggil dokter saja ke sini,” Tanu si penjaga rumah memberi ide yang lain.“Tapi kondisinya darurat. Ini tidak bisa dibiarkan. Bapak butuh penanganan khusus. Masalahnya, tadi Bapak tiba-tiba langsung begini.”Setelah ketiganya berembuk, mereka memutuskan untuk membawa Jeff ke rumah sakit.Jeff benar-benar tidak berdaya. Ia ingin mengumpat, namun mulutnya begitu berat untuk digerakkan. Setelah tiba di rumah sakit, Jeff ditangani dengan cepat. Dokter memvonis Jeff mengalami gejala stroke.‘Tidak mungkin! Aku masih muda dan gagah. Aku tidak mungkin kena stroke!’ Jeff berteriak
Sudah sejak tadi Audry mengawasi pergerakan penunjuk waktu di dinding. Sepuluh menit berlalu sejak pukul lima sore. Detak jantung Audry semakin menghentak bersama jarum jam yang tak henti berputar.Sudah terlambat dari waktu yang dijanjikan Jeff untuk menjemput Tania. Tapi Audry yakin lelaki itu tidak mungkin membatalkannya. Mungkin saat ini Jeff sedang berada di jalan. Sebentar lagi dia akan segera tiba lalu membawa Tania pergi darinya."Dyp, apa kita kabur aja?" Ide itu tercetus begitu saja di benak Audry. Audry tidak siap jika harus memberikan Tania pada mantan suaminya."Mau kabur ke mana, Yang?" tanya Dypta balik. "Ke mana aja, pokoknya jauh dari sini. Aku nggak mau memberikan Tania. Jeff sebentar lagi akan ke sini.""Oke, kalau pun kita bisa kabur apa kamu yakin Jeff nggak bakal menemukan kita?" tanya Dypta lagi sambil memandangi wajah Audry lekat-lekat.Audry terdiam tanpa kata. Ia tidak tahu apa jawabannya. Yang ia tahu, Jeff tidak akan membiarkan mereka lolos. Pria itu pasti
Seminggu berlalu sejak hari itu. Jeff tak kunjung datang menjemput Tania. Audry dan Dypta bertanya-tanya apa yang terjadi pada laki-laki itu. Apa mungkin dia membatalkan rencananya? Atau jangan-jangan sedang menyusun strategi baru.Hingga saat ini kedua pasangan itu tetap waspada. Mereka menjaga Tania sebaik mungkin. Tidak mengizinkannya keluar jauh dari rumah tanpa pengawasan."Menurutmu kenapa Jeff nggak jadi ngejemput Tania?" tanya Audry sambil memberi makan Rogen, sedangkan Dypta sibuk membumbui potongan ayam.Dypta menolehkan kepala mendengar pertanyaan Audry. "Kamu mau aku datang ke sana dan cari info?"Audry memang merasa penasaran, tapi ia tidak ingin Dypta mengantar nyawa dengan langsung mendatangi rumah Jeff."Jangan ke rumah, coba ke cafe aja."Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Dypta berangkat ke Manhattan Cafe atas permintaan Audry."Dyp, hati-hati ya ...," ucap Audry di depan pintu rumah.Dypta tersenyum sambil menganggukkan kepala."Pa, itut! Dek ituuttt!" Rogen meman
"Gimana, Dyp?" Audry menyambut dengan pertanyaan begitu Dypta tiba di rumah.Dypta menggandeng tangan Audry agar duduk bersamanya. "Aku udah ke cafe. Ternyata tutup. Terus ketemu sama Inggrid. Dia bilang Jeff sakit.""Dia sakit apa?" tanya Audry ingin tahu."Dia kena stroke.""Stroke?" Audry mengulangi dengan nada yang lebih tinggi dari Dypta.Dypta menganggukkan kepala. Ia ikut prihatin dan berempati pada kejadian yang menimpa Jeff. Dan sama seperti Dypta serta yang lainnya, orang-orang yang mengenal Jeff juga tidak menyangka."Kamu mau kita ke sana?" ujar Dypta menanyakannya. Ia tidak keberatan jika Audry ingin membesuk mantan suaminya."Menurutmu gimana?""Aku kasihan sama Om Jeff. Dia sudah kehilangan istri dan anak lalu sekarang sakit keras. Walau gimana-gimana dia tetap keluargaku meskipun hubungan kekerabatan kami nggak terlalu dekat."Dypta dan Audry akhirnya memutuskan untuk membesuk Jeff. Mereka membawa anak-anak.Karena tidak tahu persis di mana keberadaan Jeff, keduanya me
Dypta sudah menunggu di depan rumah dengan Rogen saat Audry muncul. Lelaki itu tampak sedang termenung. Sebatang rokok terselip di antara jari-jemarinya."Dyp ..."Dypta tersentak ketika Audry menyentuh pundaknya. Ia langsung menoleh. "Udah selesai, Yang?"Audry menganggukkan kepala."Bentar ya, aku pesan taksi dulu."Dypta membuang rokok kemudian menggulir menu di ponselnya.Selagi menunggu taksi datang, mereka duduk menanti di dekat pos sekuriti penjaga rumah.Audry dan Dypta sama-sama diam. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Sedangkan anak-anak bermain berdua.Tania mengajari Rogen berjalan dengan membimbing tangan adiknya itu. Saat Rogen tersandung dan hampir terjatuh, Tania dengan sigap menyambut tubuhnya. Audry dan Dypta tersenyum haru melihat anak mereka. Meski keduanya bukan saudara kandung namun mereka saling sayang satu sama lain."Mas Dypta, saya mau bicara sebentar." Tiba-tiba Dana datang menghampiri keduanya."Iya, Pak," sahut Dypta datar. Dypta sudah kehilangan
Hari ini Audry dan Dypta mengemasi barang-barang. Dypta sudah mendapat rumah kosong yang pas untuk ditempati berempat. Walau tidak terlalu besar tapi jauh lebih luas dari sebelumnya. Anak-anak juga jadi memiliki ruangannya sendiri.Wulan yang ikut membantu nampak sedih karena akan berpisah dengan Dypta.“Cemberut aja, Lan, ada masalah?” tegur Dypta yang menyadari perubahan ekspresi Wulan.“Ulan sedih, Bang,” jawab Wulan jujur.“Sedih kenapa? Diputusin pacar? Sedih sih boleh aja tapi jangan sampai bunuh diri ya.”“Ih, Abang, bukan ituuu …” Gadis itu memberengut. “Ulan mana punya pacar.”Dypta tertawa pelan. ”Jadi sedih kenapa dong?”Wulan mengangkat wajahnya, lantas menatap Dypta dengan tatapan yang begitu dalam. “Ulan sedih karena Bang Dypta mau pindah.”“Emang kenapa kalo Abang pindah?”“Ulan jadi nggak bisa ketemu Abang lagi.”“Siapa bilang? Masih kok. Kita masih bisa ketemu di resto.”Dypta sudah memutuskan tetap mempekerjakan Wulan bersamanya. Gadis muda itu berjasa begitu banyak