“Here we are ….” Tania berbisik di dalam hati saat kakinya menapak di geladak Daydreaming Cruise.Daydreaming Cruise merupakan sebuah kapal pesiar yang akan membawa mereka berlayar selama beberapa hari ke depan.Gatra benar-benar merealisasikan rencana liburan mereka dengan membawa kedua belah pihak keluarga. Hanya saja dari keluarga Gatra cuma ada Lena, minus Niken yang saat ini sedang sibuk koas.Kemarin keluarga bahagia itu berangkat dari Indonesia dan menginap di Singapura. Siang ini mereka memulai pelayaran dari Marina Bay Cruise Centre, Singapura. Mereka mendapatkan kartu multifungsi sebelum naik kapal. Kartu bertuliskan nama penumpang itu berfungsi sebagai kunci kamar, akses keluar masuk kapal di persinggahan, juga saat ingin membayar belanjaan atau menyantap makanan dan minuman yang tidak termasuk dalam layanan gratis.Kapal Pesiar Daydreaming Cruise memiliki seribu lima ratus kamar dengan interior yang megah dan mewah. Tujuh ratus lima puluh diantaranya memiliki balkon pribad
Sejak masih sama-sama sekolah, Athaya menyimpan cinta yang begitu mendalam pada Rogen. Namun Rogen tidak pernah menganggap Athaya ada. Baginya Athaya tidak lebih dari makhluk astral yang tidak berwujud. Bertahun-tahun Athaya menyimpan perasaannya sendiri. Hingga pada suatu hari Rogen datang mendekatinya. Athaya pikir Rogen benar-benar menyukainya. Ternyata ia salah. Rogen hanya menginginkan Belva, sahabat Athaya sendiri.Dia cuma gabut, harusnya aku cabut, bukannya jadi badut~##“Iya, Mommy, aku bakalan datang kok, ini aku udah on the way, nggak mungkinlah aku nggak datang.”“On the way kamu tuh biasanya baru di kamar mandi atau baru bangun tidur.”Rogen terkekeh pelan mendengar celotehan Audry di ujung telepon sana.Hari ini tepat dua puluh lima tahun pernikahan Audry dan Dypta. Untuk memperingati hari ulang tahun perkawinan perak itu, keduanya merayakan dengan makan malam bersama di sebuah fine dining resto. Tidak hanya dengan Rogen tapi keduanya juga mengajak Tania, Gatra dan anak
“Kok malah bengong? Masuk gih! Tadi katanya kebelet.”Rogen tersentak ketika mendengar suara Athaya tepat di depan mukanya. Matanya dengan refleks mengerjap ketika sesaat yang lalu dirinya membeku.Rogen merekahkan senyum di bibirnya. Bukan pada Athaya, melainkan pada gadis muda yang baru keluar dari toilet dan katanya adalah teman Athaya. Namun gadis itu tidak merespon senyum Rogen. Alih-alih akan membalasnya dia malah membuang muka.“Udah yuk, Ay, betah amat lo di sini.” Gadis itu menyentuh pundak Athaya, mengajaknya pergi dari sana“Dek, aku duluan ya …” Athaya tersenyum pada Rogen sebelum meninggalkan tempat itu.Rogen mengiringi langkah kedua gadis tersebut hingga menghilang dari radar matanya. Rogen tidak pernah melihat teman Athaya itu sebelumnya. Atau lebih tepatnya ia memang tidak tahu siapa-siapa saja teman Athaya. Bukan urusannya juga. Akan tetapi … gadis itu menyita habis atensinya.Rogen berdecak, menyayangkan sikapn
Hal yang paling dibenci Belva setiap kali pulang ke rumah adalah karena ia harus bertemu dengan keluarganya. Ayah, ibu, kakak laki-laki, serta dua orang adik perempuannya. Bukannya Belva tidak sayang pada mereka. Hanya saja ia merasa lebih baik tidak punya siapa-siapa.Baron, ayahnya yang pengangguran dan seorang penjudi yang selalu meminta uang padanya. Yudi, kakak lelakinya yang sudah menikah dan tinggal di tempat lain tapi masih sering datang ke rumah, menginap di sana dan memaksa Belva agar diberi uang. Jika tidak diberikan jangan harap dia akan beranjak dari hadapan Belva.Sudah bertahun-tahun ibu kandung Belva meninggal. Lalu Baron, ayahnya, menikah lagi dengan perempuan lain, namanya Hesti. Belva tidak mengerti apa yang membuat Baron memilih Hesti. Dari segi fisik Hesti kalah jauh dari ibu kandung Belva yang cantik jelita. Sudah begitu, Hesti membawa dua orang anak perempuan yang saat ini menjadi adik tiri Belva. Namanya Amel dan Ika. Amel saat ini sedang kuliah di sebuah perg
Hari ini Athaya bangun jauh lebih pagi dari biasa. Telepon dari Rogen kemarin malam bagaikan suntikan semangat baginya. Athaya sudah tidak sabar ingin segera ke kantor dan bertemu Rogen.“Cantik banget sih, Ay?” sapa Nora ketika Athaya muncul di ruang makan dan bergabung bersamanya.Athaya mengukir senyum lalu memerhatikan sekilas pakaiannya. Hari itu ia tampil feminin dengan mengenakan rok selutut serta kemeja floral berwarna pink lembut yang kedua ujungnya diselipkan ke dalam rok. Seingat Athaya jarang-jarang ia berpakaian begini. Namun alasannya hanya satu. Karena nanti ia akan bertemu dengan Rogen.“Seingat Mami hari ini kita nggak ada meeting sama klien deh,” kata Nora kemudian. “Aya … ada janji mau ketemu seseorang?” sambungnya lagi sambil memerhatikan lurus-lurus wajah Athaya.Athaya tersenyum dan berusaha keras menyembunyikan perasaan bahagianya. Dari dulu sampai sekarang hanya dirinya sendiri yang tahu sebesar apa perasaannya pada Rogen. “Nggak mau ketemu siapa-siapa, Mi, is
Rogen menyesap orange juice-nya sambil menanti Belva yang masih belum terlihat batang hidungnya. Sedang Athaya yang duduk di hadapannya tampak sedang mengaduk-aduk minumannya setelah sedari tadi sibuk mencuri-curi pandang pada Rogen.“Ay, lo deket sama Belva?” Pertanyaan Rogen membuat Athaya berhenti mengaduk minuman dengan sedotan dan memandang ke arah laki-laki itu. “Deket banget. Dia sahabat aku dari dulu.”Jawaban yang didengarnya dari Athaya membuat Rogen bersorak girang di dalam hati. Itu artinya ia akan semakin mudah mendekati Belva.“Berarti lo tau apa aja tentang dia?” selidik Rogen lagi.“Ya taulah.”“Dia tinggal di apartemen mana, Ay?” Rogen belum berhenti. Siapa tahu letak apartemen mereka berdekatan.“Dia nggak tinggal di apartemen, Dek, tapi di rumah orang tuanya.” Athaya kemudian menyebut secara garis besar alamat lengkap tempat tinggal Belva. Rogen merekam di benaknya. ‘Jalan Mutiara no. 10,’ batinnya berulang-ulang seperti mantra.“Nah, itu dia datang.”Rogen langsu
Setelah makan siang tadi Belva melanjutkan pekerjaannya. Selagi berkonsentrasi, fokus perhatiannya pun terusik ketika ponselnya berdering nyaring. Seharusnya tadi Belva men-silent-kan saja agar tidak mengganggu konsentrasinya.Ternyata Hesti yang menelepon. Belva terpaksa menerima panggilan tersebut karena ia tahu ibu tirinya itu tidak akan berhenti sebelum Belva menjawab.“Bel, udah ada uangnya? Mama harap kamu nggak lupa. Besok sudah harus dibayar.”“Iya, Ma, aku lagi usahain,” jawab Belva lesu.“Jangan cuma diusahain, tapi harus ada hari ini juga biar besok adekmu langsung tinggal bayar. Mama juga berharap kalau kamu nggak akan pernah melupakan jasa-jasa Mama membiayai kuliah kamu dulu!” kata Hesti penuh penekanan.“Iya, Ma.” Bersama jawabannya Belva langsung mengakhiri panggilan. Tidak peduli apakah di seberang sana Hesti mengomel panjang lebar.Belva membuang napas panjang. Ia memijit pelipisnya. Kepalanya semakin berat setelah mendapat tekanan dari ibu tirinya. Belva menyentuh k
Belva basah kuyup ketika tiba di rumah. Tadi hujan menyapanya ketika ia masih berada di setengah perjalanan. Dan sialnya Belva lupa membawa jas hujan.Belva masuk ke kamarnya lalu mengganti pakaian dan mengeringkan rambutnya yang basah. Hawa dingin yang melingkupinya membuat Belva menggigil.Tiba-tiba pintu kamarnya dibuka dari luar. Baron masuk tanpa aba-aba yang membuat Belva terkejut. Saking terburu-buru, Belva lupa mengunci pintu.“Ada apa, Pa?” Perasaan Belva tidak enak melihat gelagat yang ditunjukkan sang ayah.“Bel, Papa butuh duit. Tolong kasih Papa duit, Bel,” pinta Baron dengan muka memelas, dan biasanya cara itu cukup ampuh. Belva akan luluh dan memenuhinya.“Aku nggak punya duit, Pa,” jawab Belva. Lama-lama ia mulai muak atas tingkah orang-orang di rumah yang selalu memerasnya tanpa mau tahu betapa susahnya Belva mendapatkan itu semua.“Ayolah, Bel, jangan bohong sama Papa. Pinjam Papa dulu, besok Papa ganti.” Baron terus memaksa. Aroma alkohol yang kuat menguar dari mul