"Sudah kubilang, tempatnya tidak steril. Lebih baik kita cari yang lain saja.""Kamu tahu dari mana kalau tempatnya tidak steril? Meskipun itu cuma warung pinggiran tapi bukan jaminan steril atau bukan. Lihat sendiri tuh tempatnya ramai. Itu artinya di sana makanannya enak."Sepasang suami istri itu tak henti berdebat mempertahankan keinginan dan pendirian masing-masing."Sudahlah, Sayang. Kalau kamu mau ayam kampung nanti biar kusuruh Bibi ke pasar dan memasakkannya untukmu.""Nggak usah, lupakan," jawab Audry. Ia hanya ingin makan ayam goreng kampung yang ada di warung tadi. Audry memandang spion. Dari sana ia bisa melihat keramaian di warung yang tertinggal bermeter-meter di belakangnya. Jeff memandang Audry sekilas dan mendapati rona kecewa di wajah istrinya itu. Jeff tidak mengerti kenapa tiba-tiba Audry menginginkan makanan pinggir jalan. Sepanjang ingatan Jeff, mereka hampir tidak pernah makan di tempat seperti itu."Sayang, Rogen sudah tujuh bulan. Dokter bilang padaku paling
Audry menenangkan Rogen yang terbangun tiba-tiba. Audry tidak tahu apa suaranya membuat anak itu merasa terusik sehingga membuat sang putra terjaga.”Dia kenapa?” tanya Jeff yang muncul dari luar. Suara tangis Rogen terdengar olehnya.“Nggak tahu, tiba-tiba dia bangun,” jawab Audry sambil mengusap-usap punggung Rogen agar kembali tidur.“Sini yuk sama Papi. Mommy lagi capek, biar Mommy istirahat dulu.” Jeff mengangkat Rogen dari ranjang kemudian menggendongnya. Laki-laki itu berjalan pelan sambil bersenandung kecil.Dari atas ranjang Audry memerhatikan semua itu. Jeff dengan segala kepedulian dan kasih sayangnya pada Rogen membuat Audry luluh. Namun ketika ingat semua kejahatan serta tindakan yang pernah dilakukan laki-laki itu, hati Audry kembali meragu. Jangan lupakan, Jeff pernah membunuh Dypta. Laki-laki itu juga pernah mencekokinya dengan obat halusinogen.Sebaris pertanyaan kini terbersit di benak Audry. Apakah penyakit jantung bawaan yang diderita Rogen merupakan efek dari obat
Audry menyeberangi jalan raya dengan tidak sabar. Beberapa langkah lagi ia akan sampai di warung itu, masuk ke sana dan membuktikan sendiri kebenaran siapa pemiliknya.Apa laki-laki itu benar-benar Dypta?Langkah kaki Audry tertahan tepat di depan pintu masuk. Bukan pintu juga sih namanya. Mungkin lebih tepat disebut celah.“Masuk aja, Mbak, jangan malu-malu. Masih ada yang kosong kok.”Audry terkesiap mendengar suara seseorang yang sepertinya ditujukan untuknya. Suara itu adalah milik seorang gadis berparas manis. Raut wajahnya sama persis dengan yang Audry lihat di sosmed. Dia gadis itu, yang berfoto bersama Dypta dengan wajah ceria. Audry benci mengatakan jika di foto tersebut keduanya juga tampak mesra. Padahal mereka hanya tersenyum biasa. Namun gestur gadis itu tidak membuat Audry simpati.“Silakan, Mbak.” Perempuan muda itu kembali menyapa Audry. Senyum ramah tersungging indah di bibirnya.Bangun dari ketermanguan, Audry melangkahkan kaki yang tadi tertahan. Ia kemudian memilih
Jeff sudah menunggu di depan rumah saat Audry kembali. Laki-laki itu berdiri sambil menggendong Rogen. Tadi Rogen tiba-tiba menangis begitu terbangun dan tidak menemukan Audry di dekatnya.Setelah turun dari mobil, Audry mengambil alih dari Jeff dan membawanya ke dalam rumah. Rogen pun diam setelah Audry memberinya susu. Tak lama kemudian anak itu kembali tidur.Jeff menyusul Audry masuk ke kamar dan memerhatikan istrinya itu yang sedang mengganti baju dari belakang. “Kamu dari mana saja?” tanyanya penuh selidik.Audry langsung memutar tubuh saat itu juga. “Aku nggak mengira kamu berbuat curang sehari setelah surat perjanjian itu.”“Maksudmu apa, Sayang?” Jeff memajukan langkah mendekati Audry.“Jangan berpura-pura lagi, aku sudah tahu semuanya,” desis Audry kecewa. Tadinya ia pikir kalau Jeff benar-benar sudah berubah.“Tapi aku benar-benar tidak mengerti apa maksudmu.”“Kamu memang jahanam!” kecam Audry sambil memukul dada Jeff.Pria itu terkejut karena ternyata istrinya memiliki k
“Makasih, Pak." Dypta berterima kasih pada sekuriti penjaga rumah yang membukakan pintu pagar untuknya.Sementara itu tiga pasang mata tertuju padanya. Menatapnya dengan begitu lekat dan intens. Jeff, Audry dan Rogen.Dypta terpana melihat anak laki-laki yang berada dalam gendongan Audry. Anak itu terlihat comel. Kulitnya berwarna kuning langsat. Wajahnya menenangkan. Organ-organ di mukanya terpahat dengan sempurna. Meski baru bernapas di bumi hitungan bulan, namun tidak terlalu dini untuk menyimpulkan jika anak itu memiliki kerupawanan fisik masa depan.Apakah anak itu buah hatinya yang dirindukannya siang dan malam?Bagaikan ada ikatan batin yang mengikat mereka, Rogen meronta dalam gendongan Audry. Sang ibu pun menurunkannya.Rogen merangkak ke arah Dypta. Anak itu seakan tahu bahwa lelaki yang saat ini berdiri beberapa meter di hadapannya adalah separuh jiwanya.Dypta menyongsong Rogen. Ia mengangkat sosok mungil itu ke dalam dekapannya.Tidak sepatah kata pun yang terucap, tapi h
Dypta menyuruh Audry dan anak-anak beristirahat, sedangkan dirinya menyiapkan makanan untuk mereka. Ia mulai menyibukkan diri di dapur. Hidupnya yang biasa hampa kini menjadi penuh semangat. Semua karena Audry, Tania, dan terutama adalah kesayangannya, Rogen.Tania tampak bosan berada di tempat yang begitu kontras dengan istana mewahnya. Itu tercetak dari mukanya."Mommy, kita ngapain di sini? Kak Tata mau main," ujar anak itu ketika tiba di titik didih kebosanan."Nanti kita ambil bonekanya ya," kata Audry menjanjikan meskipun ia tahu tidak akan mungkin melakukannya."Di sini gerah, nggak enak." Tania mengibas-ngibas baju yang dikenakannya.Audry tersenyum sambil membelai rambut Tania. Bulir-bulir halus keringat tampak menyembul di dahi dan pelipisnya."Mommy kipasin mau?" Tania mengangguk cemberut. Anak dengan nama lengkap Titania Tamara Clayton itu memang tidak biasa hidup susah. Dari kecil ia sudah bergelimang harta dan berlimpah kemewahan. Jadi wajar saja jika Tania merasa cangg
Audry membiarkan saja ponselnya terus berdering. Audry masih mengingat pesan Dypta dengan baik bahwa mereka harus menghindari apa pun yang berhubungan dengan Jeff. Dan Nora adalah salah satu yang harus dihindari lantaran perempuan itu berkaitan erat dengan lelaki itu.Audry terus abaikan panggilan tersebut. Ia hampir saja me-reject, namun salah satu sisi hatinya mengatakan bahwa ia harus menerima panggilan dari mantan asisten suaminya. Mungkin saja ada yang penting ingin disampaikan Nora. Karena jika tidak, tidak mungkin perempuan itu terus menghubungi tanpa henti.Setelah perperangan batin yang hebat akhirnya Audry memutuskan untuk menerima panggilan tersebut.“Halo.” Audry menyapa pelan.“Halo, selamat siang, apa betul saya bicara dengan ibu Audry?” Terdengar suara perempuan bertanya di ujung telepon.”Iya, dengan saya sendiri. Maaf, saat ini saya sedang bicara dengan siapa ya?” Audry balas bertanya lantaran ia merasa suara perempuan yang sedang bicara saat ini dengannya bukanlah su
Dypta terdiam setelah mendengar penjelasan Audry. Memangnya hal penting apa yang ingin disampaikan Nora sehingga mereka harus bertemu langsung? Kenapa tidak melalui telepon saja?Dypta curiga jangan-jangan ini adalah jebakan yang disiapkan Jeff untuk menjatuhkan Audry. Lelaki itu menggunakan Nora karena sudah kehabisan cara. Ia ingin Audry kembali padanya. Bisa saja kan? "Kita nggak usah ke sana. Aku nggak percaya. Kalau memang ada yang penting seharusnya dia bisa sampaikan melalui telfon. Aku curiga ini adalah jebakan buat kita," kata Dypta menyampaikan hasil analisanya."Aku tadi juga berpikiran yang sama. Aku sempat ragu sih sebenarnya. Soalnya terakhir dia bilang, apa yang akan disampaikan adalah sebuah kebenaran.""Kamu jangan oleng. Jeff bisa pake cara apa pun untuk menyingkirkan kita. Dia akan memanfaatkan siapa pun dengan berbagai modus."Audry mengangguk mengerti. Mereka meninggalkan pembahasan mengenai Nora dan beralih membicarakan hal yang lain.Selagi Dypta bermain dengan