“Makasih, Pak." Dypta berterima kasih pada sekuriti penjaga rumah yang membukakan pintu pagar untuknya.Sementara itu tiga pasang mata tertuju padanya. Menatapnya dengan begitu lekat dan intens. Jeff, Audry dan Rogen.Dypta terpana melihat anak laki-laki yang berada dalam gendongan Audry. Anak itu terlihat comel. Kulitnya berwarna kuning langsat. Wajahnya menenangkan. Organ-organ di mukanya terpahat dengan sempurna. Meski baru bernapas di bumi hitungan bulan, namun tidak terlalu dini untuk menyimpulkan jika anak itu memiliki kerupawanan fisik masa depan.Apakah anak itu buah hatinya yang dirindukannya siang dan malam?Bagaikan ada ikatan batin yang mengikat mereka, Rogen meronta dalam gendongan Audry. Sang ibu pun menurunkannya.Rogen merangkak ke arah Dypta. Anak itu seakan tahu bahwa lelaki yang saat ini berdiri beberapa meter di hadapannya adalah separuh jiwanya.Dypta menyongsong Rogen. Ia mengangkat sosok mungil itu ke dalam dekapannya.Tidak sepatah kata pun yang terucap, tapi h
Dypta menyuruh Audry dan anak-anak beristirahat, sedangkan dirinya menyiapkan makanan untuk mereka. Ia mulai menyibukkan diri di dapur. Hidupnya yang biasa hampa kini menjadi penuh semangat. Semua karena Audry, Tania, dan terutama adalah kesayangannya, Rogen.Tania tampak bosan berada di tempat yang begitu kontras dengan istana mewahnya. Itu tercetak dari mukanya."Mommy, kita ngapain di sini? Kak Tata mau main," ujar anak itu ketika tiba di titik didih kebosanan."Nanti kita ambil bonekanya ya," kata Audry menjanjikan meskipun ia tahu tidak akan mungkin melakukannya."Di sini gerah, nggak enak." Tania mengibas-ngibas baju yang dikenakannya.Audry tersenyum sambil membelai rambut Tania. Bulir-bulir halus keringat tampak menyembul di dahi dan pelipisnya."Mommy kipasin mau?" Tania mengangguk cemberut. Anak dengan nama lengkap Titania Tamara Clayton itu memang tidak biasa hidup susah. Dari kecil ia sudah bergelimang harta dan berlimpah kemewahan. Jadi wajar saja jika Tania merasa cangg
Audry membiarkan saja ponselnya terus berdering. Audry masih mengingat pesan Dypta dengan baik bahwa mereka harus menghindari apa pun yang berhubungan dengan Jeff. Dan Nora adalah salah satu yang harus dihindari lantaran perempuan itu berkaitan erat dengan lelaki itu.Audry terus abaikan panggilan tersebut. Ia hampir saja me-reject, namun salah satu sisi hatinya mengatakan bahwa ia harus menerima panggilan dari mantan asisten suaminya. Mungkin saja ada yang penting ingin disampaikan Nora. Karena jika tidak, tidak mungkin perempuan itu terus menghubungi tanpa henti.Setelah perperangan batin yang hebat akhirnya Audry memutuskan untuk menerima panggilan tersebut.“Halo.” Audry menyapa pelan.“Halo, selamat siang, apa betul saya bicara dengan ibu Audry?” Terdengar suara perempuan bertanya di ujung telepon.”Iya, dengan saya sendiri. Maaf, saat ini saya sedang bicara dengan siapa ya?” Audry balas bertanya lantaran ia merasa suara perempuan yang sedang bicara saat ini dengannya bukanlah su
Dypta terdiam setelah mendengar penjelasan Audry. Memangnya hal penting apa yang ingin disampaikan Nora sehingga mereka harus bertemu langsung? Kenapa tidak melalui telepon saja?Dypta curiga jangan-jangan ini adalah jebakan yang disiapkan Jeff untuk menjatuhkan Audry. Lelaki itu menggunakan Nora karena sudah kehabisan cara. Ia ingin Audry kembali padanya. Bisa saja kan? "Kita nggak usah ke sana. Aku nggak percaya. Kalau memang ada yang penting seharusnya dia bisa sampaikan melalui telfon. Aku curiga ini adalah jebakan buat kita," kata Dypta menyampaikan hasil analisanya."Aku tadi juga berpikiran yang sama. Aku sempat ragu sih sebenarnya. Soalnya terakhir dia bilang, apa yang akan disampaikan adalah sebuah kebenaran.""Kamu jangan oleng. Jeff bisa pake cara apa pun untuk menyingkirkan kita. Dia akan memanfaatkan siapa pun dengan berbagai modus."Audry mengangguk mengerti. Mereka meninggalkan pembahasan mengenai Nora dan beralih membicarakan hal yang lain.Selagi Dypta bermain dengan
Audry dan Dypta begitu terkejut mendengar penuturan Nora. Detik itulah keduanya tidak menyesali keputusan untuk memenuhi undangan perempuan itu datang ke rumah sakit."Ibu Audry, Mas Dypta, saya nggak bohong. Semua yang saya katakan adalah fakta," imbuh Nora meyakinkan pasangan itu."Kami percaya," jawab Dypta. "Tapi kenapa kamu bohong dan memberi kesaksian palsu? Kenapa nggak bilang aja yang sebenarnya pada polisi?""Saya ditekan, Mas, saya diancam akan dibunuh," jawab Nora lagi.Nora kemudian menceritakan detail kejadiannya. Waktu itu ia meminta pertanggung jawaban dari Jeff. Ia meminta laki-laki itu untuk menikahinya. Akan tetapi, seperti dugaan, Jeff menolak dan meminta Nora untuk menggugurkan kandungannya.Nora bertahan. Ia akan terus mempertahankan anak itu hingga Jeff naik pitam.Flashback ...Nora berbaring gelisah di tempat tidur. Entah mengapa malam ini ia susah sekali memejamkan mata. Tadi Jeff mengajaknya menginap di rumah laki-laki itu. Jeff meminta untuk menjaga Tania y
“Ini surat apa, Rid?” tanya Audry setelah Inggrid meletakkan langsung amplop itu ke tangannya.“Lo lihat aja sendiri.”Audry membuka amplop lalu membaca dengan lantang di dalam hati kata demi kata yang tertera di sana.Jeff menggugat cerai sebelum Audry mengajukannya dengan resmi. Apa pria itu sadar saat melakukannya? Kenapa jadi segampang ini?“Lo sedih?” tanya Inggrid ketika Audry mengangkat muka setelah menekuri kertas di tangannya.“Nggak, gue cuma kaget,” jawab Audry sejujurnya.“Beneran?” Inggrid memiringkan kepala memandang Audry dengan sorot menyelidik.Audry mengangguk pelan. Seharusnya saat ini ia meloncat-loncat karena bahagia, tapi yang ada Audry mulai mencurigai Jeff. Kenapa Jeff tidak mempersulit? Iya, harusnya Audry bersyukur karena pria itu mempermudah segalanya. Tapi pasti ada sesuatu di baliknya. Apa yang telah direncanakan Jeff?”Bestie, jujur deh sama gue. Lo takut nggak bakal kebagian hartanya Jeff kan? Udah deh, gue ngerti perasaan lo. Tapi lo sendiri yang pergi
Hah? Syarat? Apa lagi yang diinginkan Jeff?“Apa syaratnya?" tanya Audry ingin tahu.Senyum laki-laki itu merekah semakin lebar. Berhasil mengintimidasi Audry adalah kebahagiaan terbesarnya. “Syaratnya tidak sulit. Aku hanya mau kita seperti dulu.”Audry langsung menggelengkan kepalanya. Ia menolak tegas permintaan itu. “Kalau maksudmu adalah kembali padamu, maaf, aku tidak bisa.”“Keputusan sepenuhnya ada padamu. Aku hanya memberi penawaran. Terserah mau diterima atau ditolak. Gampang kan?” ucap Jeff ringan sambil mengembangkan kedua tangannya.Jeff menunggu jawaban Audry selama beberapa detik, namun hanya tatapan penuh kebencian perempuan itu yang diterimanya sehingga ia pun pergi.Baru berjalan beberapa langkah, Jeff memutar badan. “Nanti sore aku akan jemput Tania.”Air mata Audry meluncur deras. Di saat itulah Dypta muncul dari belakang dan memeluknya.“Aku nggak sanggup pisah dengan Tania, Dyp. Aku nggak bisa bayangin gimana dia di bawah asuhan Jeff. Pokoknya aku nggak mau kasih
Dana menyetir sekencang mungkin. Setibanya di rumah, Dana membantu Jeff keluar dari mobil. Lelaki itu mengeluh padanya mengalami kesemutan. Sebagian tubuhnya tepat di bagian kiri tidak peka terhadap sentuhan apa pun.Seluruh pekerja di rumah Jeff tak pelak menjadi khawatir melihat kondisi memprihatinkan majikan mereka. “Kita bawa Bapak ke rumah sakit saja, Pak Dana,” kata Bi Dira memberi usul.“Gimana kalau kita panggil dokter saja ke sini,” Tanu si penjaga rumah memberi ide yang lain.“Tapi kondisinya darurat. Ini tidak bisa dibiarkan. Bapak butuh penanganan khusus. Masalahnya, tadi Bapak tiba-tiba langsung begini.”Setelah ketiganya berembuk, mereka memutuskan untuk membawa Jeff ke rumah sakit.Jeff benar-benar tidak berdaya. Ia ingin mengumpat, namun mulutnya begitu berat untuk digerakkan. Setelah tiba di rumah sakit, Jeff ditangani dengan cepat. Dokter memvonis Jeff mengalami gejala stroke.‘Tidak mungkin! Aku masih muda dan gagah. Aku tidak mungkin kena stroke!’ Jeff berteriak