Pagi ini Dypta, Audry serta anak-anak terbang ke Montreal. Montreal merupakan ibu kota Quebec, sebuah provinsi di Canada. Di sanalah kedua orang tua Dypta tinggal.Montreal merupakan kota terbesar kedua di Canada sekaligus juga kota terbesar nomor satu di provinsi Quebec. Selain itu kota tersebut juga terkenal dengan hutan maple dan autumn wood-nya.Setibanya di Montreal, dari bandara, Dypta langsung membawa Audry dan anak-anak ke rumah orang tuanya.Semakin dekat jarak mereka, Audry tak kuasa menenangkan perasaan. Audry harap nanti orang tua Dypta benar-benar bisa menerimanya dan anak-anak. Semoga orang tua Dypta tidak seperti orang tua Jeff."Kamu nervous, Yang?" Dypta menggenggam tangan Audry yang duduk di sebelahnya."Bangeeeett," jawab Audry setelah memandang Dypta. Gimana mungkin Audry nggak gugup jika ini adalah pertemuan pertamanya dengan calon mertua.Dypta tersenyum lalu menenangkan Audry, meyakinkan jika semua akan baik-baik saja."Mama orangnya baik kok, kamu nggak bakal
Gista seketika terdiam. Ia tidak sanggup menjawab pertanyaan itu, karena dulu kisahnya jauh lebih pelik. Tapi siapa sangka jika kisah cinta anak lelakinya ternyata juga akan serumit ini. Gista sungguh tak ingin bagian kisah cintanya yang pahit akan terulang kembali pada putra putrinya."Cinta nggak salah, Dyp, tapi-" Gista menggantung ucapannya saat melihat Devan, suaminya keluar dari kamar. Hari itu Devan memang berada di rumah.Devan tentu terkejut ketika mengetahui keberadaan Dypta di sana. Baru dua puluh empat jam yang lalu ia dan sang istri membicarakan sang putra yang pergi dari rumah. Lelaki itu sangat merindukannya. Namun secepat itu juga harapannya terkabul."Dev, Dypta sudah pulang," beritahu Gista pada lelaki itu.Devan mengangguk singkat lantas melintas begitu saja tanpa berkata apa-apa."Ma, Papa masih marah ya sama aku?" tanya Dypta melihat reaksi yang ditunjukkan sang ayah.Gista hanya bisa mengembuskan napas panjang. Ia ikut meninggalkan Dypta di sana lalu menyusul sua
Hari itu akhirnya datang juga. Hari yang sangat membahagiakan bagi pasangan muda itu. Setelah liku-liku yang panjang perjalanan cinta mereka akhirnya Dypta dan Audry sampai di titik itu.Besok mereka akan menikah secara resmi. Keduanya akan menjadi pasangan yang sah baik secara agama maupun negara. Awalnya Dypta dan Audry ingin menikah di Indonesia, tapi kedua orang tua Dypta meminta agar dilangsungkan di negara mereka."Keluarga kita di sini, Dyp, ngapain nikah di Indonesia?" kata kedua orang tuanya kala itu.Akhirnya Dypta dan Audry setuju untuk melangsungkan pernikahan mereka di Canada. Orang tua Dypta benar, mereka tidak punya siapa-siapa di Indonesia. Hal yang paling Dypta syukuri adalah karena kedua orang tuanya dengan lapang dada menerima Audry dengan segala kisah masa lalunya. Latar belakang serta cerita kelam hidupnya dulu.Acara pernikahan mereka akan dilangsungkan besok. Dan saat ini mereka sedang menginap di salah satu resort yang terletak di dekat danau di bagian tengga
Pernikahan Audry dan Dypta akhirnya digelar hari ini. Intimate wedding tersebut berlangsung lancar, intim, dan berkesan. Audry tidak mengenal seorang pun tamu yang datang. Kebanyakan dari mereka adalah warga negara setempat.Acara pernikahan mereka diadakan di atas hamparan salju, tepat di samping resort yang bersebelahan dengan danau. tamu-tamu yang datang kebanyakan memakai coat yang membuat suasana musim dingin semakin kental terasa.Audry begitu jelita dalam balutan gaun pengantin putihnya. Gaun itu adalah pilihan sang mertua dan Audry sangat menyukainya. Senada dengan sang istri, Dypta mengenakan setelan tuxedo broken white yang membuatnya tampak gagak paripurna.Lantunan instrumental Beautiful in White terdengar mengalun hingga acara tersebut selesai.“Absurd banget ya kita,” cetus Audry begitu memasuki kamar pengantin.“Absurd gimana?” Dypta balas bertanya.“Udah tahu dingin kita malah nikah di luar, harusnya indoor aja.””Nggak apa-apa, kan cuma sekali seumur hidup.”Audry ter
Di antara semua kehamilannya, kehamilan kali ini adalah yang paling sulit dirasakan Audry. Salah satu penyebabnya adalah faktor usia yang tidak lagi muda. Kehamilannya sangat berisiko. Tidak hanya padanya, namun juga terhadap calon bayinya.Tanpa terasa saat ini kandungan Audry sudah memasuki bulan kesembilan. Tinggal beberapa hari lagi maka putri ketiganya akan launching ke dunia. Iya, putri. Dari hasil USG diperkirakan kalau anak keduanya dengan Dypta adalah perempuan. Pada akhirnya penantian panjang sepasang suami istri itu berakhir dengan manis.Audry menjalani kehamilannya dengan susah payah. Tidak hanya berkutat seputar morning sickness, namun juga pada tekanan darahnya yang tinggi. Beberapa kali Audry harus bed rest total. Dan dalam rentang waktu itu Dyptalah yang menggantikan tugasnya mengurus anak-anak.Dypta sedang memijit pinggang Audry saat Tania akan masuk ke kamar mereka. Langkah gadis itu terhenti ketika mendengar percakapan kedua orang tuanya."Sakit banget, Dyp, aku u
Detik demi detik berlalu. Dypta dan Tania menanti di luar dengan perasaan yang tidak bisa lagi dijabarkan dengan kata-kata. Berbagai pikiran buruk menjajah dengan liar tanpa bisa dikendalikan.Setelah lelah menangis Tania akhirnya terkulai sambil menyandarkan kepalanya di pundak Dypta. Dypta mengusap lengan gadis itu tanpa suara. Ia juga lelah dengan pikiran yang memengaruhinya.Namun, keduanya tak henti berdoa untuk keselamatan Audry serta anak dalam kandungannya."Kalo Kakak capek Kakak boleh istirahat di rumah," ujar Dypta sambil mengusap lagi lengan Tania."Tata di sini aja, Om, Tata nggak mau pulang." Gadis itu bersikeras untuk bertahan di sana. Ia tidak akan meninggalkan rumah sakit sebelum memastikan sendiri keadaan ibu dan adiknya."Nggak apa-apa, Kak, biar Om sendiri di sini. Kakak pasti capek," ucap Dypta pengertian."Tata nggak akan pulang sebelum tahu keadaan Mommy, Om." Tania bersikukuh tak ingin pergi."Ya udah. Kita tunggu sama-sama ya, semoga operasinya cepat selesai.
“Pa, itu Kakak!” Rogen berseru pada Dypta, lalu mereka berjalan mendekat. Tania mengembangkan senyum lebar menyambut orang-orang kesayangannya. Hari ini adalah hari wisuda Tania. Setelah lebih kurang empat tahun menempuh pendidikan di sebuah perguruan tinggi bergengsi, akhirnya Tania berhasil menyelesaikan pendidikannya dengan predikat cumlaude. Ia membuat bangga kedua orang tuanya. “Selamat ya, Sayang …” “Makasih, Mommy.” Tania menyambut pelukan Audry di tubuhnya. “Kakak hebat, Mommy bangga sama Kakak,” ucap Audry terharu. Bagaimana tidak. Tania adalah lulusan terbaik tahun ini di fakultasnya. “Mommy juga hebat, Tata begini adalah berkat Mommy dan Om juga,” ujar Tania sambil melirik Dypta yang berdiri tepat di sebelah Audry. Selama ini kedua orang tuanyalah yang paling berjasa menyokong kesuksesannya. Dypta menerbitkan senyum dari bibirnya. Sama seperti yang dilakukan Audry tadi, lelaki itu memberikan pelukan hangat untuk sang putri. Tania memejamkan matanya. Sekian tahun berl
Tania berbaring sambil memandangi satu demi satu foto-foto wisudanya tempo hari. Ada foto bersama orang tua dan adik-adik, teman-teman, hingga dosennya. Jari Tania berhenti menggulir menu di ponsel. Fotonya berdua dengan Dypta begitu menarik perhatiannya. Di foto itu Tania berdiri bersisian dengan Dypta. Lelaki itu merangkul punggungnya, sedangkan Tania menggenggam buket mawar merah. Buket bunga itu merupakan pemberian Dypta untuknya. Tanpa sadar senyum terselip di bibir Tania. Tania kemudian meletakkan ponsel. Ia beralih pada buket bunga yang diletakkannya di nakas. Tania mengambil lalu menciumnya. Pintu yang tiba-tiba terbuka membuat Tania terkejut. Ia langsung menyimpan senyum dan meletakkan buket bunga itu kembali ke tempatnya ketika mengetahui Audrylah yang datang. “Mommy boleh masuk?” tanya Audry dari sisi pintu. “Masuk aja, Mommy.” Audry menarik langkah menghampiri Tania. Ia ikut duduk di tepi ranjang bersama sang putri. Sepasang mata Audry tidak lepas dari buket bunga di
Rogen melangkah pelan setelah Davina menggandengnya. Anak-anak terkadang menempatkan orang dewasa dalam posisi yang tidak mudah.Athaya langsung bangun dari berbaring dan menyandarkan punggung ke headboard begitu Rogen ikut duduk di ranjang.“Istirahat aja, Ay, kamu pasti capek.” Rogen menyuruh Athaya kembali berbaring.Athaya tersenyum samar. Ia merasa canggung untuk berbaring di ranjang itu sedangkan ada Rogen di dekatnya.“Bunda kenapa bangun? Kita tidur sama-sama yuk! Papa juga.” Davina memandang Athaya dan Rogen bergantian.Rogen terpaksa menganggukkan kepala dan memberi Athaya isyarat dengan matanya agar menuruti kemauan Davina. Jadilah mereka berbaring bertiga. Rogen dan Athaya berada di sisi kanan dan kiri memagari Davina di tengah-tengah mereka.Davina tersenyum bahagia dan memandang kedua orang tuanya yang membelai kepalanya bergantian. Ini adalah pertama kalinya Davina tidur bertiga dengan Rogen dan Athaya.“Kenapa Papa dan Bunda tinggalnya pisah-pisah? Kenapa Bunda nggak ti
Rogen dan Belva duduk dengan tegang di kursi pasien di ruangan Gatra. Mereka sedang menanti hasil pemeriksaan kesehatan. Ini adalah pemeriksaan kesekian yang mereka lakukan.“Kalian berdua sehat, nggak ada masalah apa-apa.” Entah untuk keberapa kali Gatra mengatakan hal yang sama.“Kalau memang begitu kenapa Belva masih belum hamil, Bang?” tukas Rogen.Gatra mengerti bagaimana perasaan adik ipar dan istrinya. Dan sebagai orang yang dekat dengan mereka ia juga tidak pernah henti menyemangati.“Abang ngerti perasaan kalian, tapi ini hanya masalah waktu, Dek. Percaya sama Abang, kalau sudah waktunya Tuhan pasti kasih.”Belva yang sejak tadi diam terpaku di sebelah Gatra hanya tersenyum getir. Sudah hampir empat tahun menikah namun Tuhan belum mempercayakan seorang anak pun dititipkan ke dalam rahimnya. Sementara orang-orang di sekelilingnya saat ini sedang mengandung. Mulai dari Tania hingga Athaya. Saat ini Tania sedang mengandung anak keempat,
“Davina! Sini, Sayang, ada papa tuh!”“Yeay … Papa datang!!!” Bidadari cilik itu berlari kecil ke depan rumah saat mendengar suara Audry yang berseru memberitahunya.Rogen baru saja turun dari mobil. Segala rasa lelahnya sirna seketika ketika melihat wajah Davina, putri kecilnya. Rogen langsung mengangkat Davina dan menggendong anak itu.Tanpa terasa, tiga setengah tahun sudah berlalu. Davina kini tumbuh menjadi anak yang manis, tidak banyak tingkah dan menggemaskan.“Udah makan, Sayang?” “Udah, Pa.”“Beneran? bohong ah!” Rogen tidak percaya. Davina memang paling susah jika disuruh makan nasi.“Cium aja kalau Papa nggak percaya, pasti ada bau ayam goreng. ” Davina menyodorkan pipinya.Rogen tertawa lalu mengecup gemas pipi chubby sang putri. “Oh iya, bau ayam goreng. Iya deh, Papa percaya.”Davina tertawa sambil membelai dagu belah Rogen. Davina sangat suka melakukannya. Biasanya sebelum tidur ia akan mengelus-elus belahan di dagu Rogen hingga akhirnya ketiduran.“Tadi Davina ngapain
Athaya mengerutkan dahi. Suara itu terdengar sangat jelas dan dekat. Suara yang sudah familier dengannya tapi sudah lama tidak didengarnya.Nggak mungkin, pikir Athaya. Pasti ini hanya halusinasinya saja. Mana mungkin Rogen ada di sini. Saat ini Rogen pasti sedang bahagia-bahagianya dengan Belva menikmati masa-masa indah pengantin baru.Athaya memejamkan mata dan mencoba untuk fokus pada dirinya sendiri sambil menahan kontraksi yang hilang timbul. Ia menepis semua pikiran dan bayangan-bayangan lain yang melintas di kepalanya.“Sombong lo ya, jauh-jauh gue datang ke sini tapi dicuekin.”Suara itu membuat Athaya terkesiap. Ini nyata dan bukan halusinasinya. Tapi masa Rogen ada di sini?Sambil menahan rasa penasaran Athaya memutar tubuhnya dengan perlahan. Tepat di saat itu ia mendapati seseorang sudah berada di belakangnya, duduk di sisi ranjang.“Adek …” Athaya menggumam tidak percaya. Rogen benar-benar ada di sana. Di dekatnya, di tempat yang sama dengannya. Dan ini bukan mimpi.Roge
Enam bulan kemudian …Setelah kejadian malam itu, hidup Athaya berubah. Pelan-pelan ia mulai menepis Rogen dari hatinya dan membiarkan Kenzi yang mengisi. Athaya menyadari, tidak akan adil untuk Kenzi jika ia masih saja dibayang-bayangi Rogen. Mungkin Athaya harus berterima kasih pada Nora yang telah memilihkan Kenzi untuknya. Kenzi memang tidak sempurna, tapi dia adalah suami yang ideal untuk Athaya. Kenzi membuktikan kata-katanya. Dia menerima keadaan Athaya apa adanya. Dia juga tidak pernah mengungkit-ungkit kejadian itu. Malah Kenzi sangat perhatian pada kehamilan Athaya.“Ay, Rogen jadi menikah hari ini?” tanya Kenzi pagi itu sebelum berangkat ke kantor.“Jadi, Mas,” jawab Athaya.Tempo hari Belva mengabarinya dan bertanya apa Athaya bisa datang. Tapi Athaya menolak dengan alasan kandungannya sudah semakin besar dan hanya menunggu due date. Athaya sama sekali tidak mengungkit kejadian malam itu. Ia tidak ingin menyalahkan Belva. Yan
“Saya minta penjelasan dari kamu sekarang. Saya harus tahu semuanya. Karena apa? Karena saya adalah suami kamu. Saya pendamping hidup kamu. Dan terutama saya adalah orang yang bertanggung jawab atas hidup kamu setelah kita resmi menikah, bukan orang tua kamu. Jadi saya minta kamu untuk bicara sejujur mungkin."Suara dingin bernada tegas itu betul-betul membuat Athaya tidak berdaya. Satu-satunya yang harus ia lakukan adalah mengatakan segalanya pada Kenzi.“Pertama, saya mau minta maaf udah bikin Mas kecewa,” ucap Athaya pelan. “Saya memang salah karena nggak bilang semua ini dari awal. Saya nggak akan membela diri. Dan …” Athaya menggantung kalimatnya sembari mengamati ekspresi Kenzi.Lelaki itu masih seperti tadi. Menyorot Athaya dengan tatapannya yang datar dan penuh rasa kecewa.“Dan saat ini saya juga sedang hamil.” Athaya melanjutkan perkataannya dengan suara yang jauh lebih lirih.“HAMIL?” Kali ini Kenzi tidak mampu menyembunyikan r
Athaya memandang keluar jendela pesawat. Mereka baru saja memasuki kota Jayapura dan akan mendarat sebentar lagi. Seperti yang dikatakan Athaya pada Rogen, setelah ia menikah akan langsung berangkat ke Papua.Orang-orang terdekatnya melepas Athaya dengan berat hati, terutama Nora. Sedangkan Jeff hanya berbicara pada Kenzi agar menjaga Athaya baik-baik. Jeff tidak mengatakan apa-apa pada Athaya. Athaya bersyukur Rogen tidak ikut melepas keberangkatannya di bandara karena lelaki itu mengatakan padanya harus kerja pada hari tersebut. Kalau ada Rogen Athaya tidak menjamin jika ia akan kuat dan sanggup untuk pergi.“Aya, kita sebentar lagi landing.” Suara Kenzi membuyarkan lamunan Athaya.Athaya mengangguk pelan. Sepanjang penerbangan Kenzi sibuk sendiri membaca buku, sedangkan Athaya larut dalam lamunannya.Semilir angin menyapa halus begitu Athaya turun dari pesawat. Ia dan Kenzi langsung disambut oleh seorang laki-laki yang merupakan perwa
Hanya satu minggu setelah perkenalan Athaya dan Kenzi, pernikahan keduanya pun diselenggarakan. Rencana kepindahan Kenzi ke Papua ternyata cukup menguntungkan. Karena dengan begitu mereka jadi punya alasan untuk melaksanakan pernikahan tersebut sesegera mungkin.Pernikahan itu diadakan sebagaimana mestinya. Dalam artian tidak terlalu mewah dan besar-besaran. Jeff bilang bahwa itu hanya akan menghabiskan biaya.Bagi Athaya tidak masalah. Jika perlu tidak perlu ada pesta atau perayaan apa-apa. Cukup akad nikah saja. Yang penting sah secara agama dan diakui oleh negara. Bukankah itu yang lebih penting?Nora masuk ke kamar Athaya memberitahunya. “Aya, ada Belva tuh.”Athaya terkesiap. Sudah sejak tadi ia melamun sendiri setelah perias pengantin mendandaninya.“Belva sama siapa, Mi?” “Sama Rogen.”Deg …!!! Detak jantung Athaya mengencang dalam hitungan detik mendengar nama itu disebut. Lelaki yang dicintainya ternyata datang pada hari pernikahannya. Dan itu tidak mudah untuk Athaya.“Sur
“Adek, ini Mas Kenzi, calon suamiku.” Athaya menegur Rogen yang termangu sementara di hadapannya Kenzi mengulurkan tangan untuk bersalaman. Rogen terkesiap dan balas menjabat tangan pria di depannya. ‘Nggak banget selera lo, Ay.’ Ia membatin. Rogen mengurungkan niatnya untuk menghajar Kenzi. Lagi pula, sejak kapan ia peduli pada Athaya?Terlepas dari perbuatan Kenzi yang telah menodai Athaya, Rogen berkaca pada dirinya sendiri. Ia juga melakukan hal yang sama dengan Belva. Hanya saja Belva tidak sampai hamil.“Mas Kenzi, Adek ini saudaraku, dan ini Belva sahabatku sekaligus calon istrinya Rogen,” kata Athaya menjelaskan.“Adek?” ulang Kenzi tidak mengerti.“Rogen maksudnya. Kalau di keluarga kami dipanggilnya Adek soalnya dulu dia anak bungsu.” Athaya menjelaskan dengan detail.Kenzi manggut-manggut sambil tersenyum.“Mas Kenzi bentar ya, saya pinjam Athaya dulu,” kata Belva menyela.Kenzi mengangguk pelan.Belva kemudian menarik tangan Athaya menjauh. “Ay, lo serius mau nikah sama