Hendri melihat Widya, lalu memperlambat langkahnya.Widya pun menghentikan langkahnya, lalu membalikkan tubuhnya berhadapan dengan Hendri. Senyuman di wajahnya kelihatan sangat cerah. “Tapi aku ingin berterima kasih sama kamu. Aku merasa kamu seperti bintang keberuntunganku saja.”Hendri terbengong sejenak. “Bintang keberuntungan?”“Iya, kamu bisa membawa keberuntungan untuk orang lain.” Widya masih tersenyum.Hendri mengatakan, “Apa iya?” Dia memalingkan kepala melihat ke sisi lain. “Baguslah kalau aku bisa mendatangkan keberuntungan untuk orang lain.”Namun, Hendri tidak bisa mendatangkan keberuntungan untuk Joseph. Ketika menyadari tatapan Hendri berubah muram, Widya berjalan ke hadapannya, lalu menggoyangkan tangan di hadapannya. “Kalau kamu bisa mendatangkan keberuntungan untuk semua orang, bukannya kamu itu Tuhan?”Hendri pun tersenyum.Tiba-tiba Widya tercium sesuatu. Dia pun melihat ke arah datangnya aroma wangi itu. “Sepertinya aku kecium bau satai.”Hendri merangkul pundak W
Jangka panjang ….Jantung Widya berdegup kencang. Kepalanya tidak menuruti perintah, malah langsung mengangguk.Hendri mengecup Widya beberapa kali. Widya memejamkan matanya dengan perlahan. Hatinya bagai tersengat listrik saja.….Beberapa hari kemudian, di Kediaman Gozali.Widya menekan bel. Pelayan yang membukakan pintu. Dia pun bertanya, “Apa ibuku di rumah?”Pelayan mengiakan. Widya berjalan ke dalam ruang tamu. Giselle yang mendengar suara bel langsung menuruni tangga. Dia sungguh terkejut ketika melihat sosok Widya. “Widya?”Widya menggigit bibirnya, lalu tersenyum. “Ibu.”Giselle berjalan ke sisi sofa, lalu menuangkan teh untuknya. “Waktu itu suasana hati Ibu lagi tidak bagus. Ibu tidak menjaga perasaanmu. Widya, Ibu minta maaf sama kamu.”Giselle meletakkan gelas teh ke hadapan Widya. “Ibu tahu kamu sudah dewasa. Tapi terkadang Ibu masih saja ingin mengurusmu. Kamu jangan merasa Ibu cerewet, ya? Ibu tidak menyalahkanmu. Ibu hanya berharap kamu bisa menemukan kebahagiaanmu saja
Sore harinya, Widya berjalan ke area parkiran. Dia mengangkat kepalanya, lalu tampak dua orang rekan kerja masih berdiri di tempat. Widya spontan melihat ke sisi lain. “Kalian masih belum pulang?”Seorang karyawan wanita berjalan ke hadapan Widya, lalu merangkul lengannya. “Widya, temanku baru saja buka toko baru. Gimana kalau kita makan bersama? Aku traktir, deh.”“Iya, ayo pergi bareng. Dua hari ini kamu traktiran terus. Kita nggak boleh cuma terima saja, kan?”Widya sungguh kehabisan akal ketika dihadapkan dengan sikap ramah rekan kerjanya. Dia juga tidak bisa langsung menolak, terpaksa berkata dengan lembut, “Maaf, ya. Malam ini aku ada urusan. Aku nggak bisa ikut.”“Jangan-jangan kamu sudah pacaran?”“Kak Widya, cerita dong sama kita. Sama siapa?”“Boleh ajak kekasihmu juga, kok.”Baru saja Widya hendak berbicara, terdengar suara klakson dari kejauhan. Dia spontan memalingkan kepalanya. Lantaran takut rekan kerjanya memergoki lelaki di dalam mobil, Widya pun segera berpamitan. “Ak
“Nggak ada!” Widya segera menyangkal.Ketika melihat Hendri mencicipi makanannya, Widya langsung bertanya, “Enak?”Hendri mengangguk. “Enak juga.”Widya menopang dagu dengan kedua tangannya. Senyuman di wajahnya semakin cerah lagi. Hendri mengambil sepotong daging meletakkannya di depan mulut Widya. Widya tertegun sejenak, lalu langsung menggigit daging tanpa sungkan.Hari sudah semakin larut.Selesai mereka berdua makan malam, mereka pun duduk di sofa untuk menonton serial drama. Widya sedang memeluk bantal. Saat drama sedang menyiarkan adegan ciuman hangat, dia melirik Hendri dengan penuh hati-hati.Hendri juga memalingkan kepala untuk menatapnya. “Kenapa?”Widya segera mengalihkan pandangannya. “Nggak kenapa-napa.”Ujung bibir Hendri melengkung ke atas. “Apa yang kamu pikirkan?”“Nggak … nggak ada.” Widya merasa gugup. Dia tidak pernah berkencan sebelumnya. Dia tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan sepasang kekasih pada umumnya.Hendri menyandarkan lengannya di atas sofa, lalu me
Widya malah tiba berbicara lagi.Naomi menatap ekspresinya. “Kenapa?”Widya menunduk sembari mengaduk kopinya. “Kita masih belum ada rencana untuk beri tahu orang-orang.”Naomi merasa syok. “Kenapa?”Sebenarnya Widya tidak pernah bertanya kepada Hendri mengenai masalah ini. Hanya saja, jika hubungan mereka diekspos, dia juga takut perusahaan akan mengatakan yang tidak-tidak tentang dirinya. Sebab, pasangannya adalah adiknya Bu Claire.Widya menghela napas dengan tidak berdaya. “Nggak leluasa.”“Apa cowokmu nggak ingin beri tahu orang-orang?”“Bukan juga.”“Atau kamu nggak ingin orang lain tahu identitasnya?”Widya tertegun sejenak. Sepertinya Naomi berhasil menebaknya.Naomi pun tersenyum. “Coba aku tebak, apa cowok itu adiknya Bu Claire?”Widya merasa sangat syok. Dia pun berkata dengan terbata-bata, “Kenapa kamu bisa tahu dia itu adiknya Bu Claire?”“Waktu itu Bu Claire bawa kamu untuk menghadiri acara perayaan adiknya. Kata kakak iparku, ada sesuatu dengan kalian berdua. Waktu itu a
“Iya, dulu kami juga pernah membantu keluarga kalian. Sekarang kamu sudah sukses, kamu malah melupakan kebaikan kami?”Jari tangan Hendri saling bertautan. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan, lalu duduk dengan kaki terbuka lebar. “Kalian membantu keluarga kami juga demi mendapatkan keuntungan dari pamanku. Kalian melakukannya juga bukan tanpa mengharapkan imbalan. Ditambah lagi, aku juga tidak akrab dengan semuanya. Kalian juga tidak pernah membantuku. Untuk apa aku membantu kalian?”“Hendri, kenapa kamu berbicara seperti ini?”“Aku tegaskan sekali lagi, aku tidak bisa membantu kalian. Mohon tinggalkan tempat ini.”Raut wajah para sanak saudara tampak muram. Siapa pun tidak menyangka Hendri akan bersikap sesadis ini. Lantaran mereka tidak berhasil mendapatkan keuntungan, mereka juga tidak berani untuk tinggal lama lagi. Dia emosi langsung meninggalkan tempat.Sesuai dugaan, setelah mereka pulang, mereka pun mengadu kepada Gabriana. Gabriana langsung menelepon Hendri untuk memastikan.
Widya memapah tubuh berat Hendri dengan terhuyung-huyung. Dia tidak tergolong tinggi, hanya sekitar 1,63 meter saja. Tubuhnya tergolong kurus dan kecil. Jadi, dia hampir saja tidak sanggup memapah Hendri yang memiliki tinggi badan 1,82 meter. “Kamu … kenapa kamu minum sebanyak ini?”Hendri menyandarkan dagunya di atas pundak Widya. Dia tersenyum, lalu mengembuskan napas ke leher Widya. Rasanya sangat geli. “Temani klien. Minumnya agak banyak.”Widya tidak berani memapah Hendri ke dalam rumah, sebab ada Melia di dalam sana. Dia takut akan membangunkan Melia. Jadi, dia terpaksa membawa Hendri ke rumahnya. “Berapa kode sandi pintu rumahmu?”Hendri mendekatkan bibirnya di samping daun telinga Melia. Dia memberi tahu kode sandi kepada Widya. Widya pun memasukkan kode dengan serius.Setelah memapah Hendri ke kamar, baru saja Widya membaringkan Hendri ke atas ranjang. Tetiba Hendri mengulurkan tangan untuk memeluknya. “Jangan pergi.”“Oke, oke, oke, aku nggak pergi.” Widya menjawab, lalu mel
Tiba-tiba wajah Widya menjadi panas. Bel pintu tetiba berbunyi.Widya terkejut langsung menarik selimut. “Jangan-jangan kakakku?”Celaka! Bagaimana Widya menjelaskannya sekarang?Hendri menatap sikap gugup Widya. Dia spontan tersenyum. “Aku pergi bukain pintu.”Hendri mengenakan pakaian, lalu pergi membukakan pintu. Namun, orang yang berdiri di depan pintu bukanlah Melia, melainkan ayahnya, Riandy.Hendri tertegun sejenak. “Ayah, kenapa kamu bisa ke sini?”“Tentu saja untuk melihatmu. Semalam nenekmu meneleponku lagi ….” Saat Riandy hendak memasuki rumah, Hendri malah menghalanginya di depan pintu. Dia melihat ke sisi kamar sekilas.Riandy pun terbengong. Tetiba dia melihat ada bayangan seseorang dari dalam celah pintu kamar. Firasat Riandy mengatakan bayangan itu adalah bayangan tubuh seorang wanita.Widya segera mengenakan pakaiannya. Saat dia hendak melirik celah pintu kamar, tak disangka orang yang datang bukanlah kakaknya, melainkan anggota keluarga Hendri?“Apa ada orang di ruma