“Iya, dulu kami juga pernah membantu keluarga kalian. Sekarang kamu sudah sukses, kamu malah melupakan kebaikan kami?”Jari tangan Hendri saling bertautan. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan, lalu duduk dengan kaki terbuka lebar. “Kalian membantu keluarga kami juga demi mendapatkan keuntungan dari pamanku. Kalian melakukannya juga bukan tanpa mengharapkan imbalan. Ditambah lagi, aku juga tidak akrab dengan semuanya. Kalian juga tidak pernah membantuku. Untuk apa aku membantu kalian?”“Hendri, kenapa kamu berbicara seperti ini?”“Aku tegaskan sekali lagi, aku tidak bisa membantu kalian. Mohon tinggalkan tempat ini.”Raut wajah para sanak saudara tampak muram. Siapa pun tidak menyangka Hendri akan bersikap sesadis ini. Lantaran mereka tidak berhasil mendapatkan keuntungan, mereka juga tidak berani untuk tinggal lama lagi. Dia emosi langsung meninggalkan tempat.Sesuai dugaan, setelah mereka pulang, mereka pun mengadu kepada Gabriana. Gabriana langsung menelepon Hendri untuk memastikan.
Widya memapah tubuh berat Hendri dengan terhuyung-huyung. Dia tidak tergolong tinggi, hanya sekitar 1,63 meter saja. Tubuhnya tergolong kurus dan kecil. Jadi, dia hampir saja tidak sanggup memapah Hendri yang memiliki tinggi badan 1,82 meter. “Kamu … kenapa kamu minum sebanyak ini?”Hendri menyandarkan dagunya di atas pundak Widya. Dia tersenyum, lalu mengembuskan napas ke leher Widya. Rasanya sangat geli. “Temani klien. Minumnya agak banyak.”Widya tidak berani memapah Hendri ke dalam rumah, sebab ada Melia di dalam sana. Dia takut akan membangunkan Melia. Jadi, dia terpaksa membawa Hendri ke rumahnya. “Berapa kode sandi pintu rumahmu?”Hendri mendekatkan bibirnya di samping daun telinga Melia. Dia memberi tahu kode sandi kepada Widya. Widya pun memasukkan kode dengan serius.Setelah memapah Hendri ke kamar, baru saja Widya membaringkan Hendri ke atas ranjang. Tetiba Hendri mengulurkan tangan untuk memeluknya. “Jangan pergi.”“Oke, oke, oke, aku nggak pergi.” Widya menjawab, lalu mel
Tiba-tiba wajah Widya menjadi panas. Bel pintu tetiba berbunyi.Widya terkejut langsung menarik selimut. “Jangan-jangan kakakku?”Celaka! Bagaimana Widya menjelaskannya sekarang?Hendri menatap sikap gugup Widya. Dia spontan tersenyum. “Aku pergi bukain pintu.”Hendri mengenakan pakaian, lalu pergi membukakan pintu. Namun, orang yang berdiri di depan pintu bukanlah Melia, melainkan ayahnya, Riandy.Hendri tertegun sejenak. “Ayah, kenapa kamu bisa ke sini?”“Tentu saja untuk melihatmu. Semalam nenekmu meneleponku lagi ….” Saat Riandy hendak memasuki rumah, Hendri malah menghalanginya di depan pintu. Dia melihat ke sisi kamar sekilas.Riandy pun terbengong. Tetiba dia melihat ada bayangan seseorang dari dalam celah pintu kamar. Firasat Riandy mengatakan bayangan itu adalah bayangan tubuh seorang wanita.Widya segera mengenakan pakaiannya. Saat dia hendak melirik celah pintu kamar, tak disangka orang yang datang bukanlah kakaknya, melainkan anggota keluarga Hendri?“Apa ada orang di ruma
Javier membuka pintu. Claire dapat melihat bayangan tubuhnya dari jendela kaca. Dia membalikkan tubuhnya, lalu tersenyum dengan kaget. “Kenapa kamu bisa ke sini?”Javier meletakkan jas ke atas bangku, lalu mengangkat bekal di tangannya. “Antar makanan buat istriku.”Claire meletakkan kopi, lalu berlari ke dalam pelukan Javier. Javier ditabrak hingga mundur dua langkah. Dia merangkul pinggang Claire. “Segembira ini?”“Mana mungkin aku nggak gembira? Suamiku antar makanan sendiri buat aku.” Claire mengambil bekal dari tangan Javier, lalu berjalan ke depan meja untuk membukanya. Semuanya adalah makanan kesukaan Claire.Javier memeluk Claire dari belakang, lalu menyandarkan dagu ke atas pundak Claire. “Hari ini aku akan pergi dinas.”Bekal di tangan Claire seketika terasa tidak lezat. Dia memalingkan kepalanya untuk menatap Javier. “Ke mana?”“Apa kamu lupa? Hans ingin menyerahkan proyek Hotel Luxe kepadaku.” Javier mencium daun telinganya. “Jadi aku mesti pergi ke sana untuk mengawasi pro
“Kamu masih bilang tidak mau ikut campur. Jangan-jangan bukan kamu yang menghasut Hendri?” Gabriana yakin Claire yang telah menghasut Hendri. Sebab Hendri yang dulu tidak mungkin akan menolak semua permintaannya.Claire berdiri di hadapan Gabriana dengan tersenyum tipis. “Nek, manusia bisa berubah. Kenapa kamu nggak berpikir, kenapa Hendri memilih untuk meninggalkan Kota Jimbar dan memilih untuk hidup mandiri?”Gabriana terbengong sejenak. Mana mungkin dia tidak pernah memikirkan persoalan itu?Saat Hendri mengatakan dirinya ingin mengembangkan kariernya di ibu kota, mereka juga sudah menyetujuinya. Ditambah lagi, bukankah hal buruk jika Hendri datang mencari Claire. Namun siapa sangka Hendri malah tidak pulang-pulang selama beberapa tahun ini. Jadi, bagaimana mungkin Gabriana tidak mencurigai semua ini adalah hasil hasutan Claire?“Kamu jangan omong kosong sama aku. Semua hal yang melibatkanmu pasti bukan hal bagus. Asal kamu tahu, sekarang kamu sudah menikah, kamu sudah bukan anggota
Melia menyimpan rekaman video itu. “Astaga, ada pemerasan di sini. Kamu malah ingin bawa anak harammu dengan lelaki lain untuk menjebak adik iparku?”“Siapa adik iparmu? Apa kamu gila!” Yolana berdiri, lalu berjalan ke sisi Melia hendak merebut ponselnya. Melia langsung menyembunyikan ponselnya.“Adik iparku itu adalah Hendri yang kamu sebut tadi.” Melia menarik kerah pakaian Yolana, lalu tersenyum sinis. “Padahal kita sama-sama wanita, apa kamu bisa jaga harga diri seorang wanita? Ini pertama kalinya aku bertemu dengan orang yang begitu memalukan.”“Kamu ….”“Kamu apa kamu! Gagap? Nggak bisa bicara lagi? Asal kamu tahu, aku paling nggak suka sama wanita yang kerjaannya peras uang lelaki saja. Memangnya kamu itu pengemis?”Wajah Yolana tampak pucat. “Apa katamu?”Tamu lain melihat ke sisinya.Pada saat ini, manajer kafe datang. “Maaf, Nona. Kata Bos, dia tidak menyambut kedatangan kalian. Mohon segera tinggalkan tempat ini.”Saat Melia hendak mengatakan sesuatu, manajer kafe langsung m
Si lelaki tersenyum datar. “Sepertinya adikmu punya seorang kakak yang baik.”“Hubungan kami biasa saja.” Melia menunduk melihat jam tangan sekilas. “Aku masih harus ke perusahaan. Aku pamit dulu.”Si lelaki mengangguk.Saat pelayan toko membereskan tempat, tetiba dia memungut sebuah kartu pekerja. “Bos, sepertinya Nona yang tadi meninggalkannya.”Si lelaki langsung melihatnya.[ Direktur Teknik Perusahaan Teknologi Juana: Melia Gozali. ]Pada saat yang sama, Gabriana tiba di resepsionis Agensi Pencari Bakat. Dia ingin bertemu dengan cucunya, Hendri. Resepsionis sudah dipesan untuk mengatakan Hendri sedang tidak ada di tempat.Raut wajah Gabriana langsung berubah. “Mana mungkin dia tidak ada di perusahaan? Ini adalah perusahaan cucuku. Aku itu neneknya. Apa kalian semua tidak tahu diri? Biarkan aku mencarinya.”Karyawan di resepsionis mengangkat kepalanya. “Ibu, kalau kamu membuat onar lagi, aku akan panggil sekuriti.”Baru saja Gabriana ingin memaki, sanak saudara langsung menariknya.
Widya sangat optimis dalam menghadapi hidupnya. Dia tidak menginginkan terlalu banyak, hanya perlu pas-pasan saja. Namanya juga hidup, hanya perlu disyukuri saja.Hendri melirik Widya sekilas. Sebenarnya setelah berhubungan, Hendri baru menyadari sebenarnya Widya adalah wanita yang gampang puas. Kedua matanya juga sangat berkilauan bagai bisa menetralkan kekelaman di dunia ini.Setelah orang-orang masuk ke dunia kerja, jarang ada yang masih bisa mempertahankan sikap polos mereka. Sebab, mereka telah berhubungan dengan banyak orang rumit. Wajar kalau masalah menjadi lebih rumit.Malam harinya, Gabriana dan sanak saudara tidak berhasil menunggu kepulangan Hendri. Setelah menelepon beberapa kali, ponsel masih dalam keadaan tidak aktif. Dengan sangat terpaksa, Gabriana pun menghubungi Riandy.Riandy mengangkat panggilan. Gabriana pun langsung menyalahkannya. Belum sempat Gabriana menyelesaikan omongannya, panggilan pun diputuskan oleh Riandy.“Ayah dan anak ini memang sengaja memancing emo