Widya memapah tubuh berat Hendri dengan terhuyung-huyung. Dia tidak tergolong tinggi, hanya sekitar 1,63 meter saja. Tubuhnya tergolong kurus dan kecil. Jadi, dia hampir saja tidak sanggup memapah Hendri yang memiliki tinggi badan 1,82 meter. “Kamu … kenapa kamu minum sebanyak ini?”Hendri menyandarkan dagunya di atas pundak Widya. Dia tersenyum, lalu mengembuskan napas ke leher Widya. Rasanya sangat geli. “Temani klien. Minumnya agak banyak.”Widya tidak berani memapah Hendri ke dalam rumah, sebab ada Melia di dalam sana. Dia takut akan membangunkan Melia. Jadi, dia terpaksa membawa Hendri ke rumahnya. “Berapa kode sandi pintu rumahmu?”Hendri mendekatkan bibirnya di samping daun telinga Melia. Dia memberi tahu kode sandi kepada Widya. Widya pun memasukkan kode dengan serius.Setelah memapah Hendri ke kamar, baru saja Widya membaringkan Hendri ke atas ranjang. Tetiba Hendri mengulurkan tangan untuk memeluknya. “Jangan pergi.”“Oke, oke, oke, aku nggak pergi.” Widya menjawab, lalu mel
Tiba-tiba wajah Widya menjadi panas. Bel pintu tetiba berbunyi.Widya terkejut langsung menarik selimut. “Jangan-jangan kakakku?”Celaka! Bagaimana Widya menjelaskannya sekarang?Hendri menatap sikap gugup Widya. Dia spontan tersenyum. “Aku pergi bukain pintu.”Hendri mengenakan pakaian, lalu pergi membukakan pintu. Namun, orang yang berdiri di depan pintu bukanlah Melia, melainkan ayahnya, Riandy.Hendri tertegun sejenak. “Ayah, kenapa kamu bisa ke sini?”“Tentu saja untuk melihatmu. Semalam nenekmu meneleponku lagi ….” Saat Riandy hendak memasuki rumah, Hendri malah menghalanginya di depan pintu. Dia melihat ke sisi kamar sekilas.Riandy pun terbengong. Tetiba dia melihat ada bayangan seseorang dari dalam celah pintu kamar. Firasat Riandy mengatakan bayangan itu adalah bayangan tubuh seorang wanita.Widya segera mengenakan pakaiannya. Saat dia hendak melirik celah pintu kamar, tak disangka orang yang datang bukanlah kakaknya, melainkan anggota keluarga Hendri?“Apa ada orang di ruma
Javier membuka pintu. Claire dapat melihat bayangan tubuhnya dari jendela kaca. Dia membalikkan tubuhnya, lalu tersenyum dengan kaget. “Kenapa kamu bisa ke sini?”Javier meletakkan jas ke atas bangku, lalu mengangkat bekal di tangannya. “Antar makanan buat istriku.”Claire meletakkan kopi, lalu berlari ke dalam pelukan Javier. Javier ditabrak hingga mundur dua langkah. Dia merangkul pinggang Claire. “Segembira ini?”“Mana mungkin aku nggak gembira? Suamiku antar makanan sendiri buat aku.” Claire mengambil bekal dari tangan Javier, lalu berjalan ke depan meja untuk membukanya. Semuanya adalah makanan kesukaan Claire.Javier memeluk Claire dari belakang, lalu menyandarkan dagu ke atas pundak Claire. “Hari ini aku akan pergi dinas.”Bekal di tangan Claire seketika terasa tidak lezat. Dia memalingkan kepalanya untuk menatap Javier. “Ke mana?”“Apa kamu lupa? Hans ingin menyerahkan proyek Hotel Luxe kepadaku.” Javier mencium daun telinganya. “Jadi aku mesti pergi ke sana untuk mengawasi pro
“Kamu masih bilang tidak mau ikut campur. Jangan-jangan bukan kamu yang menghasut Hendri?” Gabriana yakin Claire yang telah menghasut Hendri. Sebab Hendri yang dulu tidak mungkin akan menolak semua permintaannya.Claire berdiri di hadapan Gabriana dengan tersenyum tipis. “Nek, manusia bisa berubah. Kenapa kamu nggak berpikir, kenapa Hendri memilih untuk meninggalkan Kota Jimbar dan memilih untuk hidup mandiri?”Gabriana terbengong sejenak. Mana mungkin dia tidak pernah memikirkan persoalan itu?Saat Hendri mengatakan dirinya ingin mengembangkan kariernya di ibu kota, mereka juga sudah menyetujuinya. Ditambah lagi, bukankah hal buruk jika Hendri datang mencari Claire. Namun siapa sangka Hendri malah tidak pulang-pulang selama beberapa tahun ini. Jadi, bagaimana mungkin Gabriana tidak mencurigai semua ini adalah hasil hasutan Claire?“Kamu jangan omong kosong sama aku. Semua hal yang melibatkanmu pasti bukan hal bagus. Asal kamu tahu, sekarang kamu sudah menikah, kamu sudah bukan anggota
Melia menyimpan rekaman video itu. “Astaga, ada pemerasan di sini. Kamu malah ingin bawa anak harammu dengan lelaki lain untuk menjebak adik iparku?”“Siapa adik iparmu? Apa kamu gila!” Yolana berdiri, lalu berjalan ke sisi Melia hendak merebut ponselnya. Melia langsung menyembunyikan ponselnya.“Adik iparku itu adalah Hendri yang kamu sebut tadi.” Melia menarik kerah pakaian Yolana, lalu tersenyum sinis. “Padahal kita sama-sama wanita, apa kamu bisa jaga harga diri seorang wanita? Ini pertama kalinya aku bertemu dengan orang yang begitu memalukan.”“Kamu ….”“Kamu apa kamu! Gagap? Nggak bisa bicara lagi? Asal kamu tahu, aku paling nggak suka sama wanita yang kerjaannya peras uang lelaki saja. Memangnya kamu itu pengemis?”Wajah Yolana tampak pucat. “Apa katamu?”Tamu lain melihat ke sisinya.Pada saat ini, manajer kafe datang. “Maaf, Nona. Kata Bos, dia tidak menyambut kedatangan kalian. Mohon segera tinggalkan tempat ini.”Saat Melia hendak mengatakan sesuatu, manajer kafe langsung m
Si lelaki tersenyum datar. “Sepertinya adikmu punya seorang kakak yang baik.”“Hubungan kami biasa saja.” Melia menunduk melihat jam tangan sekilas. “Aku masih harus ke perusahaan. Aku pamit dulu.”Si lelaki mengangguk.Saat pelayan toko membereskan tempat, tetiba dia memungut sebuah kartu pekerja. “Bos, sepertinya Nona yang tadi meninggalkannya.”Si lelaki langsung melihatnya.[ Direktur Teknik Perusahaan Teknologi Juana: Melia Gozali. ]Pada saat yang sama, Gabriana tiba di resepsionis Agensi Pencari Bakat. Dia ingin bertemu dengan cucunya, Hendri. Resepsionis sudah dipesan untuk mengatakan Hendri sedang tidak ada di tempat.Raut wajah Gabriana langsung berubah. “Mana mungkin dia tidak ada di perusahaan? Ini adalah perusahaan cucuku. Aku itu neneknya. Apa kalian semua tidak tahu diri? Biarkan aku mencarinya.”Karyawan di resepsionis mengangkat kepalanya. “Ibu, kalau kamu membuat onar lagi, aku akan panggil sekuriti.”Baru saja Gabriana ingin memaki, sanak saudara langsung menariknya.
Widya sangat optimis dalam menghadapi hidupnya. Dia tidak menginginkan terlalu banyak, hanya perlu pas-pasan saja. Namanya juga hidup, hanya perlu disyukuri saja.Hendri melirik Widya sekilas. Sebenarnya setelah berhubungan, Hendri baru menyadari sebenarnya Widya adalah wanita yang gampang puas. Kedua matanya juga sangat berkilauan bagai bisa menetralkan kekelaman di dunia ini.Setelah orang-orang masuk ke dunia kerja, jarang ada yang masih bisa mempertahankan sikap polos mereka. Sebab, mereka telah berhubungan dengan banyak orang rumit. Wajar kalau masalah menjadi lebih rumit.Malam harinya, Gabriana dan sanak saudara tidak berhasil menunggu kepulangan Hendri. Setelah menelepon beberapa kali, ponsel masih dalam keadaan tidak aktif. Dengan sangat terpaksa, Gabriana pun menghubungi Riandy.Riandy mengangkat panggilan. Gabriana pun langsung menyalahkannya. Belum sempat Gabriana menyelesaikan omongannya, panggilan pun diputuskan oleh Riandy.“Ayah dan anak ini memang sengaja memancing emo
Melia mendorong pintu, berjalan memasuki kafe. Pelayan sudah pulang kerja, hanya tersisa pemilik kafe sedang memeriksa bon di depan meja. Pencahayaan di dalam ruangan kuning redup. Si lelaki mengenakan kemeja dengan vest di bagian depannya. Dia menggulung ujung kemejanya ke atas, lalu menunjukkan kulitnya. Tali pinggang dan jam tangan yang dikenakan adalah model kuno yang jarang dijumpai di pasaran.Tidak terlihat satu pun barang bermerek di tubuh si lelaki. Semuanya adalah buatan tangan. Penampilannya kelihatan nyaman dan juga segar.Si lelaki mengangkat kepalanya, lalu membuka laci. “Aku kira tadi sore kamu bakal kembali untuk mengambil barangmu yang ketinggalan di sini.”Melia berjalan maju dengan canggung. Dia melihat kartu pekerja yang diletakkan di atas meja. “Maaf sekali. Aku benar-benar nggak sadar kartu pekerjaku ketinggalan di kafemu.”Seingat Melia, dia meletakkan kartu pekerja di dalam tasnya. Dia tidak pernah mengeluarkannya. Jangan-jangan dia menjatuhkannya ketika hendak
“Oh, ya, di mana Kak Ariel?” tanya Bastian.Jodhiva membalas, “Dia lagi temani ayahnya untuk jalan-jalan. Sekarang aku juga mau nyusul ke sana. Aku permisi dulu.”Usai berbicara, Jodhiva meninggalkan tempat.Bastia berdecak sembari menggeleng. “Orang yang sudah punya istri memang berbeda.”“Kamu ngomongnya seolah-olah kamu nggak sama dengan dia.” Yura juga meninggalkan tempat.Bastian meletakkan gelasnya, lalu mengikuti langkah Yura. “Hei, kenapa kamu malah meninggalkanku. Tunggu aku.”Claire berhenti di hadapan Javier. Javier menggandeng tangannya. “Sudah selesai mengenang masa lalu?”“Menurutmu? Bukannya sore nanti, kamu dan Ayah akan pergi ke Kediaman Keluarga Tanaka?”Javier tersenyum. “Aku lagi menunggumu untuk makan di sana.”Roger berjalan di sisi Izza, lalu menatap mereka. “Tuan Javier, Nyonya Claire. Kalau begitu, kamu pergi cari Ayah Angkat dulu.”Javier mengangguk. Dia merangkul pundak Claire, lalu berjalan ke koridor. Cahaya matahari dipantulkan ke sisi jendela. Bayangan d
Jessie tersenyum lebar. “Kalau begitu, aku akan mengenakan mahkota ini saat pernikahanku nanti. Anggap saja sebagai iklan desain ibuku.”Jules memeluk Jessie dari belakang. “Yang penting kamu suka.”…Anggota Keluarga Fernando baru tiba di Negara Hyugana dua hari sebelum resepsi pernikahan. Mereka tinggal di hotel yang dipesan Jules. Seluruh hotel ini telah dipesan oleh anggota keluarga kerajaan untuk menjamu para hadirin.Keluarga Chaniago dan Keluarga Kenata juga telah datang. Tobias juga tidak absen. Bahkan Shinta, Erin, Levin, dan Samuel yang berasal dari dunia hiburan juga telah datang. Tentu saja, Yura dan Bastian juga masuk dalam daftar undangan.Claire tiba di restoran. Pelayan membawanya ke dalam ruangan VIP. Ketika melihat pria yang duduk di dalam sana, dia pun tersenyum. “Ayah Angkat.”Owl memutar tubuhnya dengan perlahan. Sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Owl masih seperti dulu saja, tapi tubuhnya kelihatan lebih kurus dari sebelumnya. Claire langsung maju untuk m
Orang lainnya juga ikut tersenyum.Menjelang malam, seluruh kota diselimuti dengan cahaya lampu neon. Setelah Jessie dan Jules menyelesaikan makan malam, mereka pun kembali ke Kompleks Amara.Jessie baru selesai mandi. Rambutnya pun masih basah. Jules mengambil handuk dari tangan Jessie, lalu membantunya untuk mengeringkan rambut.Saat ini, Jessie duduk di depan meja rias sembari menatap orang di dalam cermin. Senyuman merekah di atas wajahnya. “Kak Jules, aku sangat menantikan resepsi pernikahan kita.”“Oh, ya?” Jules mengusap rambut lembut Jessie. “Aku juga menantikannya.”“Aku merasa hidupku sangat sempurna karena bisa menikah dengan orang yang paling aku cintai, apalagi bisa bersama orang yang aku cintai berjalan ke jenjang berikutnya.”Jules pun tertawa, lalu membungkukkan tubuhnya untuk berbisik di samping telinga Jessie. “Apa kamu tahu, keinginan dalam hidupku juga sudah terwujud.”Jessie menoleh untuk menatapnya. “Keinginan apa?”Jules berbisik di samping telinga Jessie, “Menik
Hiro mengiakan.“Setelah di luar beberapa saat, kamu menjadi semakin dewasa saja.” Naomi menepuk-nepuk pundaknya. “Semoga kamu bisa semakin baik lagi.”Hiro hanya tersenyum dan tidak berbicara.…Dalam sekejap mata, akhirnya telah sampai ke akhir bulan. Liburan Jessie dan yang lain sudah berakhir. Mereka pun kembali ke ibu kota.Claire dan Javier berdiri di depan halaman untuk menunggu mereka. Setelah mereka menuruni mobil, Jessie langsung berlari ke sisi mereka. “Ayah, Ibu!” Dia langsung memeluk kedua orang tuanya.Javier mengusap kepala Jessie dengan tidak berdaya. “Padahal kamu sudah dewasa, masih saja minta dipeluk.”Senyuman di wajah Jessie semakin lebar lagi. “Tapi, di mata kalian, selamanya aku itu anak kecil!”Claire tersenyum tipis. Dia menatap beberapa orang yang berjalan kemari. “Baguslah kalau kalian bermain dengan gembira. Ayo, kita ke dalam dulu. Nanti malam kita makan bersama.”Setelah Dacia dan Ariel memasuki rumah, mereka duluan naik ke lantai atas untuk melihat anak.
Jules menatap mereka. “Kebetulan sekali kalian juga ada di sini.”Yura membalas, “Aku dan Bastian memang ada di sini. Setelah lihat unggahan Jessie, aku baru tahu ternyata kalian juga di sini.”Jessie membawanya ke tempat duduk. “Kalau begitu, kita tinggal beberapa hari bersama.”Setelah Bastian duduk, Jodhiva memperkenalkannya kepada Dacia dan Jessie. “Ini adik iparku, Dacia, dan adikku, Jessie.”“Aku pernah bertemu mereka di pernikahanmu.” Bastian masih mengingatnya. Dia pun berkata, “Adikmu itu satu sekolah dengan istriku. Istriku sering mengungkitnya.”Yura menatapnya. “Istrimu? Belum pasti aku akan menjadi istrimu.”Kening Bastian berkerut. “Kita saja sudah tunangan. Apa kamu masih bisa menikah sama orang lain?”Semua orang pun tertawa. Hanya Jessie saja yang terbengong. “Tunangan apaan? Yura, kamu sudah tunangan?”Yura berdeham ringan. “Aku lupa beri tahu kamu.”“Kamu nggak setia kawan banget, sih. Malah nggak beri tahu aku. “Jessie mencemberutkan bibirnya. Dia benar-benar tidak
Bos pemilik permainan berkata, “Dua puluh ribu diberi tiga kesempatan.”“Mahal sekali? Dua puluh ribu hanya diberi tiga kali kesempatan saja?” Dacia merasa sangat tidak menguntungkan.Bos mengangkat kepalanya. “Ini sudah paling murah. Tempat lain malah tiga puluh ribu.”Jessie menarik Dacia. “Dua puluh ribu juga nggak masalah. Nggak gampang bagi mereka untuk berbisnis. Kita juga cuma main-main saja.”Seusai berbicara, Jessie mengeluarkan uang tunai sebesar empat puluh ribu kepada bos. “Berarti enam kali kesempatan, ya.”Bos menyerahkan enam gelang kepada Jessie. Jessie menyukai sebuah gelang. Dia tahu gelang itu hanya barang KW, tapi kelihatannya sangat cantik. Jessie melempar ke sana, tetapi dia tidak berhasil mendapatkannya.Setelah melempar dua kali lagi, Jessie masih saja tidak berhasil mendapatkan targetnya. Sekarang hanya tersisa tiga kali kesempatan.Ketika melihat Jessie putus asa, Ariel pun mengambil sisa gelang dari tangan Jessie. “Coba lihat aku.”Ariel melirik tepat ke sisi
Larut malam, kota kuno ini terasa sunyi dan hening, hanya suara serangga yang bergema di antara rerumputan.Sebuah lampu menerangi rerumputan di luar tenda, menambah suasana menjadi semakin hening dan tenang.Jessie membalikkan tubuhnya masih belum tertidur. Saat sebuah tangan panjang merangkul pinggangnya, lalu memasukkan Jessie ke dalam pelukannya. “Tidak bisa tidur?”“Emm.” Jessie bersandar di dalam pelukannya. “Kak Jules, aku ingin ke toilet, tapi aku nggak berani.”Jules mencium kening Jessie. “Biar aku temani.”Mereka berdua berjalan keluar tenda. Jules mengeluarkan senter, lalu berjalan bersama Jessie. Saat mereka tiba di depan pepohonan, Jessie membalikkan tubuhnya untuk menatap Jules. “Tunggu aku di sini.”Jules mengangguk. “Panggil aku kalau ada apa-apa.”Jessie berjalan ke dalam pepohonan, tetapi dia juga tidak berani berjalan terlalu jauh.Setelah buang air, Jessie segera keluar dan memeluk lengannya. “Selesai.”Jules mengulurkan tangan untuk merangkul Jessie.Setelah kemba
Jodhiva juga tersenyum. “Cepat juga, tapi masih tergolong pagi.”Jessie menyandarkan kepalanya di atas paha Jules sembari memandang langit. Beberapa saat kemudian, dia bertanya, “Kenapa rasanya bakal turun hujan?”Orang-orang langsung melihat ke sisi Jessie.Jerremy menarik napas dalam-dalam. “Kamu jangan sembarangan bicara.”Dacia memandang ke atas langit. Langit memang kelihatan cerah, tetapi malah kelihatan mendung di bagian atas gunung. “Mungkin cuma mendung saja?”Sudah jam segini, tapi matahari masih belum menampakkan diri. Seharusnya hanya mendung, tidak sampai tahap turun hujan.Ariel berkata, “Ramalan cuaca hari ini tidak mengatakan akan turun hujan hari ini. Aku merasa seharusnya tidak akan turun hujan.”Kecuali, ramalan cuaca tidak akurat!Beberapa orang tinggal sejenak. Jules merasa ada tetesan air di wajahnya. Dia mengusap sejenak. “Eh, turun hujan, deh.”Ariel duduk di tempat. “Apa?”Jessie menunjukkan senyuman canggung di wajahnya. “Firasatku mengatakan bakal turun hujan
Yang lain juga sudah setuju.Setelah masakan disajikan, Jessie melihat makanan berwarna putih dengan berbentuk seperti kipas. Dia bertanya pada bos, “Apa ini?”Bos memperkenalkan dengan tersenyum, “Ini namanya ‘milk fan’, terbuat dari susu. Karena warnanya putih dan agak transparan, ditambah bentuknya seperti kipas, makanan ini pun diberi nama ‘milk fan’.”Ariel mencicipinya. “Emm, rasanya enak juga.”Dacia dan Jerremy juga telah mencicipinya. Rasanya memang cukup enak.Setelah masakan selesai dimasak, Bos pun menyajikan ke atas meja. “Ini adalah mie beras dengan ditaburi ayam dingin dan berbagai bahan tambahan. Ayam dimasak dengan bumbu khas, lalu disiram dengan saus buatan sendiri, minyak cabai, minyak lada hitam, dan ditambahkan kenari panggang. Ini adalah salah satu makanan khas daerah kami. Biasanya para wisatawan juga sangat menyukainya.”Jessie mencicipi sesuap. Ariel pun bertanya, “Gimana rasanya?”Jessie mengangguk, lalu menyantapnya dengan suapan besar.Yang lain juga ikut me