Si lelaki tersenyum datar. “Sepertinya adikmu punya seorang kakak yang baik.”“Hubungan kami biasa saja.” Melia menunduk melihat jam tangan sekilas. “Aku masih harus ke perusahaan. Aku pamit dulu.”Si lelaki mengangguk.Saat pelayan toko membereskan tempat, tetiba dia memungut sebuah kartu pekerja. “Bos, sepertinya Nona yang tadi meninggalkannya.”Si lelaki langsung melihatnya.[ Direktur Teknik Perusahaan Teknologi Juana: Melia Gozali. ]Pada saat yang sama, Gabriana tiba di resepsionis Agensi Pencari Bakat. Dia ingin bertemu dengan cucunya, Hendri. Resepsionis sudah dipesan untuk mengatakan Hendri sedang tidak ada di tempat.Raut wajah Gabriana langsung berubah. “Mana mungkin dia tidak ada di perusahaan? Ini adalah perusahaan cucuku. Aku itu neneknya. Apa kalian semua tidak tahu diri? Biarkan aku mencarinya.”Karyawan di resepsionis mengangkat kepalanya. “Ibu, kalau kamu membuat onar lagi, aku akan panggil sekuriti.”Baru saja Gabriana ingin memaki, sanak saudara langsung menariknya.
Widya sangat optimis dalam menghadapi hidupnya. Dia tidak menginginkan terlalu banyak, hanya perlu pas-pasan saja. Namanya juga hidup, hanya perlu disyukuri saja.Hendri melirik Widya sekilas. Sebenarnya setelah berhubungan, Hendri baru menyadari sebenarnya Widya adalah wanita yang gampang puas. Kedua matanya juga sangat berkilauan bagai bisa menetralkan kekelaman di dunia ini.Setelah orang-orang masuk ke dunia kerja, jarang ada yang masih bisa mempertahankan sikap polos mereka. Sebab, mereka telah berhubungan dengan banyak orang rumit. Wajar kalau masalah menjadi lebih rumit.Malam harinya, Gabriana dan sanak saudara tidak berhasil menunggu kepulangan Hendri. Setelah menelepon beberapa kali, ponsel masih dalam keadaan tidak aktif. Dengan sangat terpaksa, Gabriana pun menghubungi Riandy.Riandy mengangkat panggilan. Gabriana pun langsung menyalahkannya. Belum sempat Gabriana menyelesaikan omongannya, panggilan pun diputuskan oleh Riandy.“Ayah dan anak ini memang sengaja memancing emo
Melia mendorong pintu, berjalan memasuki kafe. Pelayan sudah pulang kerja, hanya tersisa pemilik kafe sedang memeriksa bon di depan meja. Pencahayaan di dalam ruangan kuning redup. Si lelaki mengenakan kemeja dengan vest di bagian depannya. Dia menggulung ujung kemejanya ke atas, lalu menunjukkan kulitnya. Tali pinggang dan jam tangan yang dikenakan adalah model kuno yang jarang dijumpai di pasaran.Tidak terlihat satu pun barang bermerek di tubuh si lelaki. Semuanya adalah buatan tangan. Penampilannya kelihatan nyaman dan juga segar.Si lelaki mengangkat kepalanya, lalu membuka laci. “Aku kira tadi sore kamu bakal kembali untuk mengambil barangmu yang ketinggalan di sini.”Melia berjalan maju dengan canggung. Dia melihat kartu pekerja yang diletakkan di atas meja. “Maaf sekali. Aku benar-benar nggak sadar kartu pekerjaku ketinggalan di kafemu.”Seingat Melia, dia meletakkan kartu pekerja di dalam tasnya. Dia tidak pernah mengeluarkannya. Jangan-jangan dia menjatuhkannya ketika hendak
Raut wajah Hendri tampak muram. “Nek, tidak masalah kalau kamu tidak suka dengan Kak Claire, tapi kamu tidak boleh memfitnahnya.”Saat Gabriana hendak emosi, Riandy segera mencegatnya. “Ibu, Hendri bawa kekasihnya datang untuk menjengukmu. Kenapa kamu malah marah-marah?”Kekasih?Kedua sanak saudara spontan melihat ke sisi Widya.Widya tersenyum kepada mereka dengan santun. Kemudian, dia menyerahkan buah tangan kepada mereka. “Nek, kamu lagi dirawat di rumah sakit, kamu jangan marah lagi, ya. Sering marah-marah nggak bagus untuk kesehatan. Ini suplemen untuk Nenek.”Gabriana mengamati Widya beberapa saat. Dia berpakaian biasa seperti anak miskin saja. Bisa jadi wanita ini menginginkan harta cucunya. “Apa kerjaan orang tuamu?”Senyuman di wajah Widya langsung menjadi kaku.Gabriana tidak menerima barang pemberiannya, lalu berkata dengan melipat kedua tangannya, “Kalau kamu ingin masuk ke dalam Keluarga Adhitama, kamu mesti adalah putri dari keluarga kaya. Jangan harap wanita biasa seper
“Dia tidak pernah mengajariku mana yang benar dan mana yang salah. Asalkan aku ingin, tak peduli benar salahnya masalah itu, dia akan selalu membantuku. Alhasil, tertanam di benakku, apa pun yang aku lakukan, Nenek pasti akan membantuku.”“Tapi kenyataannya, aku salah. Aku semakin hancur dan menjadi jahat. Aku tidak tahu betapa mengerikan dunia di luar sana. Kalau bukan karena Kak Claire, sepertinya masa depanku sudah hancur.”“Apa kamu tahu kakak kandungku, Lucy? Hanya karena dia adalah seorang anak wanita, nenekku memandang rendah dirinya. Tapi hidupnya sudah hancur lantaran ajaran Nenek. Saat ibuku meninggal, bahkan ketika kakakku mengalami kecelakaan hingga merenggut nyawanya, Nenek tidak meneteskan setetes air mata sama sekali. Di matanya, sanak saudaranya itu jauh lebih penting daripada keluarga intinya.”Hati Widya seketika gemetar. Dia menopang kedua pipi Hendri. “Aku bisa memahami perasaanmu.”Hendri memeluk Widya, lalu membenamkan kepalanya di dalam leher Widya dengan terseny
Gabriana terlalu suka pamer. Mereka sendiri juga bisa merasakannya. Namun kenyataannya, hidup Gabriana biasa-biasa saja.Awalnya mantan menantunya meninggal, disusul dengan kematian putranya, kemudian cucu perempuannya juga telah meninggal. Sekarang cucu perempuan yang satu lagi juga tidak bisa diandalkan. Biasanya, orang tua hanya perlu menikmati hidupnya saja. Namun, Gabriana tidak kelihatan hidup nikmat, mereka malah merasa hidupnya sangat lara.Jika bukan karena Gabriana memamerkan cucunya telah menjadi seorang bos, bahkan mengatakan cucunya pasti akan membantu sanak saudaranya, mereka juga tidak mungkin akan tidak tahu malu pergi ke perusahaan Hendri. Kedua sanak saudara juga sudah malas untuk membuat onar bersama Gabriana lagi. Mereka semua meninggalkan tempat, meninggalkan Gabriana sendirian. Hatinya seketika terasa penat.Izza berdiri di sisi tangga melihat kepergian kedua sanak saudara. Dia mengambil ponselnya, lalu menelepon Claire untuk melaporkan kondisi Gabriana di rumah
Gabriana kelihatan sangat tidak puas. “Baru didorong sedikit saja, kenapa air ketuban malah bisa pecah? Dulu saat perutku sebesar kamu, aku masih bisa potong kayu bakar. Kamu memang manja sekali.”Saat darah mengalir dari dalam pahanya, Gabriana baru menyadari kondisi tidaklah optimis.Belum sempat Gabriana merespons, Izza segera berlari ke dalam rumah. Dia pun terbengong. “Siapa kamu?”Izza tidak menghiraukan Gabriana. Dia segera menghubungi ambulans.….Riandy menerima panggilan bahwa istrinya diantar ke rumah sakit lantaran air ketubannya pecah. Dia segera bergegas ke rumah sakit ibu dan anak di Kota Jimbar.Berhubung sang istri melahirkan sebelum waktunya dan kehilangan banyak darah, suster pun menyuruh anggota keluarga untuk menandatangani surat persetujuan operasi. Saat Riandy hendak menandatanganinya, Gabriana langsung menghalanginya. “Kenapa malah tanda tangan? Wanita mana yang tidak berdarah ketika melahirkan. Operasi hanya akan membuang uang saja.”Suster yang berdiri di samp
“Ayah tidak mengakuimu juga karena ulahmu.” Hendri melewati sisi Gabriana, lalu berjalan ke dalam kamar pasien.Raut wajah Gabriana kelihatan sangat pucat. Tidak lagi terlihat sikap arogan di dirinya.Keesokan harinya, Riandy segera pindah dari Kediaman Adhitama. Para tetangga telah mendengar kabar Gabriana hampir membuat menantunya keguguran. Mereka semua juga tidak merasa iba dengan apa yang menimpa Gabriana.Mereka semua tinggal di satu gang. Mereka juga sudah terbiasa dengan sikap ketus Gabriana. Sekarang keluarganya telah menjadi berantakan. Dia telah ditinggalkan oleh anak cucunya. Satu minggu kemudian.Claire berjalan ke dalam kamar pasien untuk menjenguk tantenya. Dia menggendong bayi di dalam pelukannya. Sang bayi juga sedang tidur lantaran baru selesai minum susu.Claire duduk di samping ranjang. “Apa kondisimu sudah membaik?”“Sudah membaik.” Istri baru Riandy mengangguk sembari tersenyum. Dia telah mendengar kabar Claire menyelamatkannya. Dia sungguh berterima kasih kepada