Siswi berambut panjang berdiri di hadapan Lisa dan menatapnya dari atas. Dia berujar dengan sinis, "Kamu pikir bisa menjadi putri keluarga kaya hanya karena Jessie menganggapmu teman? Identitasmu sebagai orang miskin nggak akan pernah bisa berubah. Nggak ada salahnya menjadi orang miskin. Yang salah itu kamu nggak boleh pamer."Lisa mengepalkan tangannya dengan erat. Siswi itu setengah berjongkok. Dia menarik pergelangan tangan Lisa dan melihat jam tangannya, lalu bertanya, "Lihat. Memangnya kamu pantas pakai jam tangan 40 juta? Kamu sangat berterima kasih pada Jessie, 'kan? Apa dia tahu temannya yang satu ini tukang pamer?"Kedua pundak Lisa sudah gemetaran. Dia menunduk dan mengelak, "Aku bukan tukang pamer ....""Kamu masih berani bilang bukan tukang pamer?" Siswi itu berjalan mendekati Lisa sembari menambahkan, "Aku tahu rahasiamu."Wajah Lisa sontak memucat."Yura!" teriak Jessie yang akhirnya tiba. Jessie melihat Yura menarik Lisa yang masih duduk di atas lantai. Lantaran tidak t
Izza mengangguk. Kemudian, dia menyeret pria itu berdiri, lalu menendangnya ke dalam mobil tanpa belas kasihan.Di ruang privat Klub Garzia, beberapa pengawal menghajar pria itu habis-habisan. Berhubung kedua tangannya dibelenggu, dia sama sekali tidak bisa membalas. Para pengawal ini baru berhenti saat Claire tiba di sana.Claire duduk di sofa. Dia menatap pria yang terbaring dengan kondisi mengenaskan di lantai dan bertanya, "Kamu orang yang menabrak Lucy sampai mati, 'kan?"Melihat pria itu hanya diam, salah seorang pengawal lantas berkata, "Nyonya, orang ini sangat keras kepala. Bagaimana kalau kami menghajarnya lagi?""Biar dipukul sampai mati pun, dia nggak akan bicara. Kita nggak bisa pakai cara kekerasan saja," ujar Claire sambil tersenyum.Pengawal itu menggaruk kepalanya dan menyahut dengan canggung, "Nyonya benar juga."Claire berdiri, lalu menghampiri pria itu sambil berkata, "Listya ... ups salah, maksudku Sylvie. Sepertinya hubunganmu dengannya nggak sekadar berbasis untu
Izza yang telah mengintai sejak lama pun mendapatkan mangsanya.Javier bertanya sambil memicingkan matanya, "Apa orang-orang sudah disiapkan?""Sudah. Semua sudah bersiaga di dekat pelabuhan, bandara, dan juga jalan perbatasan darat," sahut Roger.Javier melangkah keluar sambil berkata, "Kalau begitu, kita bergerak sekarang."Ketika mobil Listya mendekati area sekitar dermaga, dari kejauhan dia melihat beberapa mobil terparkir di dermaga. Dia segera menghentikan mobilnya, lalu menelepon seseorang. "Kalian di mana?" tanyanya.Orang di seberang telepon menjawab bahwa mereka masih di dalam perjalanan. Dia menambahkan bahwa ada pemeriksaan mobil di jalan.Listya memandang mobil-mobil di dermaga. Sorot matanya perlahan berubah muram. Katanya, "Nggak usah datang, kalian cari cara untuk menjauh dulu."Tanpa menunggu jawaban dari orang yang diteleponnya, Listya langsung mematikan panggilan dengan tegas. Dia melirik ke arah dermaga lagi, lalu segera melajukan mobilnya pergi.Di sisi lain, Clair
Listya berkata, "Aku berterima kasih pada Sofie, kakakku yang berbaik hati memberiku kesempatan untuk bersekolah di Universitas Seni Toron. Tapi, dia sebenarnya meremehkanku dan takut aku akan mempermalukan dirinya. Jadi, dia selalu ikut campur dalam pendidikanku.""Setiap kali guru memujiku, yang disebutnya adalah nama Sofie. Aku membenci Sofie. Jadi, saat Rosy membakarnya hingga mati, aku merasa lega karena akhirnya bisa lepas dari bayang-bayangnya," tambah Listya.Hawa dingin menjalari punggung Claire saat dia mendengar kata-kata Listya. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu bertanya, "Apa maksudmu mengatakan semua ini?"Listya kembali tertawa dan berkata, "Kamu nggak tahu kenapa Rosy berhasil membunuh Sofie, 'kan? Orang yang tertidur nyenyak sekalipun akan bangun saat tersedak kabut asap. Kalian kira Rosy membunuhnya, baru menyalakan api, bukan? Asumsi kalian salah besar."Claire tercengang. Selama ini, mereka percaya bahwa Rosy membunuh Sofie, lalu sengaja membuat kebakaran untuk me
Di sebuah sekolah swasta.Para siswa sekolah menengah berduyun-duyun keluar dari gedung sekolah. Mayoritas siswa di sekolah itu diantar jemput oleh keluarganya. Penampakan mobil mewah di luar area sekolah sudah bukan hal yang aneh.Lisa yang mengenakan pakaian Jessie berdiri di luar gerbang sekolah sambil menunggu temannya. Berhubung Jessie belum datang, dia mulai bergaya dan mengambil swafoto dengan ponselnya. Saat beberapa siswa meliriknya, Lisa segera menyimpan ponselnya dan menunduk malu.Beberapa siswa mengomentari pakaiannya, "Pakaiannya bagus juga, harganya pasti mahal.""Ada banyak orang kaya di sekolah ini, nggak heran kalau dia memakai pakaian bermerek."Lisa tahu mereka sedang mendiskusikan pakaiannya. Dia berpura-pura tidak mendengar, padahal hatinya sangat gembira."Lisa, mau ikut mobilku? Aku bisa mengantarmu pulang," ujar Jessie sambil menghampiri Lisa.Lisa sebenarnya ingin mengiakan, tetapi saat dia melihat tatapan Yura dan yang lainnya, dia langsung menunduk dan berka
Javier merangkul Claire dan membawanya ke ruang kerja. Usai menutup pintu, dia berujar, "Sudah ada titik terang soal latar belakang Sylvie.""Benarkah?" tanya Claire setelah tertegun sejenak.Javier mengeluarkan sebuah dokumen dari laci dan menaruhnya di atas meja sambil berkata, "Ini berkat Jody."Mata Claire mengambil dokumen itu dan terkejut saat membaca hasil laporan tes DNA di dalamnya. Tingkat kecocokan gen Sylvie dan Rosy mencapai 95%."Mereka kakak beradik?" tanya Claire tidak percaya."Saudara tiri," sahut Javier dengan datar.Claire tiba-tiba teringat bagaimana Sylvie mendeskripsikan ibunya di telepon tadi. Ternyata ibu Sylvie dan Rosy adalah wanita Ronan!"Sylvie juga mengetahui hal ini," ujar Claire setelah menarik napas dalam-dalam. Sylvie tahu bahwa Rosy adalah saudara satu ayahnya.Javier melonggarkan dasinya dan berujar lagi, "Coba lihat tanggal laporannya."Claire membaca tanggal yang tertera di dokumen itu. Hasil tes DNA ini dilakukan beberapa tahun yang lalu, tepat k
Wajah Lisa memucat. Kaki dan tangannya terasa sangat dingin. Wanita itu menyuruhnya mengajak Jessie bertemu. Namun, apa dia sanggup mengkhianati Jessie? Jessie itu temannya!Melihat kebimbangan di wajah Lisa, Sylvie pun melepaskannya. Kemudian, dia menegakkan tubuh dan berujar dingin, "Kalau kamu menolak, apa kamu mau mati menggantikannya?"Lisa yang ketakutan berkata dengan terisak-isak, "Ta ... tapi aku ....""Tapi apa? Pertemanan itu sesuatu yang sangat rapuh. Dia putri Keluarga Fernando, nyawanya lebih berharga darimu. Apa kamu pikir mati demi dia itu sepadan?" sela Sylvie.Sylvie berlutut, lalu membelai rambut Lisa dan melanjutkan, "Demi bertahan hidup, ada kalanya kita harus rela mengorbankan semuanya, termasuk teman.""Kalau kamu nggak tega mengorbankan temanmu, kamulah yang harus mati. Kamu mau hidup atau mati? Katakan!" bentak Sylvie sambil tiba-tiba menjambak rambut Lisa.Lisa kesakitan karena dijambak, tetapi dia tidak berani menangis dengan keras. Dia berkata, "Aku ... aku
Mendengar ucapan Jessie, air mata Lisa akhirnya mengalir. Namun, sebelum dia bisa berkata lebih banyak, Sylvie langsung memutuskan panggilan.Sylvie menyerahkan ponsel Lisa pada pria yang duduk di kursi penumpang. Kemudian, dia menatap Lisa yang menangis sedih dan menepuk-nepuk pundaknya. Dia mengulum senyum dan berkata, "Nggak usah takut. Kalian teman, bukan? Biarpun kamu mengkhianatinya, dia pasti memaafkanmu."Tak lama kemudian, Jessie menerima telepon dari Lisa. Katanya, temannya itu sudah berada di area parkir luar sekolah.Ketika Jessie berlari menuju gerbang sekolah, dia tiba-tiba dihentikan oleh pengawalnya dan ditanya, "Nona mau ke mana?""Aku mau jemput temanku," ujar Jessie sambil mendorong pengawal itu.Namun, pengawal itu bersikeras menghalangi jalannya dan berkata, "Nona tidak boleh keluar. Tuan Javier bilang, Nona dan Tuan Muda tidak boleh keluar tanpa izin sebelum jam pulang sekolah.""Apa maksudnya? Aku cuma mau keluar sebentar buat jemput temanku. Dia terlambat dan ta