Listya berkata, "Aku berterima kasih pada Sofie, kakakku yang berbaik hati memberiku kesempatan untuk bersekolah di Universitas Seni Toron. Tapi, dia sebenarnya meremehkanku dan takut aku akan mempermalukan dirinya. Jadi, dia selalu ikut campur dalam pendidikanku.""Setiap kali guru memujiku, yang disebutnya adalah nama Sofie. Aku membenci Sofie. Jadi, saat Rosy membakarnya hingga mati, aku merasa lega karena akhirnya bisa lepas dari bayang-bayangnya," tambah Listya.Hawa dingin menjalari punggung Claire saat dia mendengar kata-kata Listya. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu bertanya, "Apa maksudmu mengatakan semua ini?"Listya kembali tertawa dan berkata, "Kamu nggak tahu kenapa Rosy berhasil membunuh Sofie, 'kan? Orang yang tertidur nyenyak sekalipun akan bangun saat tersedak kabut asap. Kalian kira Rosy membunuhnya, baru menyalakan api, bukan? Asumsi kalian salah besar."Claire tercengang. Selama ini, mereka percaya bahwa Rosy membunuh Sofie, lalu sengaja membuat kebakaran untuk me
Di sebuah sekolah swasta.Para siswa sekolah menengah berduyun-duyun keluar dari gedung sekolah. Mayoritas siswa di sekolah itu diantar jemput oleh keluarganya. Penampakan mobil mewah di luar area sekolah sudah bukan hal yang aneh.Lisa yang mengenakan pakaian Jessie berdiri di luar gerbang sekolah sambil menunggu temannya. Berhubung Jessie belum datang, dia mulai bergaya dan mengambil swafoto dengan ponselnya. Saat beberapa siswa meliriknya, Lisa segera menyimpan ponselnya dan menunduk malu.Beberapa siswa mengomentari pakaiannya, "Pakaiannya bagus juga, harganya pasti mahal.""Ada banyak orang kaya di sekolah ini, nggak heran kalau dia memakai pakaian bermerek."Lisa tahu mereka sedang mendiskusikan pakaiannya. Dia berpura-pura tidak mendengar, padahal hatinya sangat gembira."Lisa, mau ikut mobilku? Aku bisa mengantarmu pulang," ujar Jessie sambil menghampiri Lisa.Lisa sebenarnya ingin mengiakan, tetapi saat dia melihat tatapan Yura dan yang lainnya, dia langsung menunduk dan berka
Javier merangkul Claire dan membawanya ke ruang kerja. Usai menutup pintu, dia berujar, "Sudah ada titik terang soal latar belakang Sylvie.""Benarkah?" tanya Claire setelah tertegun sejenak.Javier mengeluarkan sebuah dokumen dari laci dan menaruhnya di atas meja sambil berkata, "Ini berkat Jody."Mata Claire mengambil dokumen itu dan terkejut saat membaca hasil laporan tes DNA di dalamnya. Tingkat kecocokan gen Sylvie dan Rosy mencapai 95%."Mereka kakak beradik?" tanya Claire tidak percaya."Saudara tiri," sahut Javier dengan datar.Claire tiba-tiba teringat bagaimana Sylvie mendeskripsikan ibunya di telepon tadi. Ternyata ibu Sylvie dan Rosy adalah wanita Ronan!"Sylvie juga mengetahui hal ini," ujar Claire setelah menarik napas dalam-dalam. Sylvie tahu bahwa Rosy adalah saudara satu ayahnya.Javier melonggarkan dasinya dan berujar lagi, "Coba lihat tanggal laporannya."Claire membaca tanggal yang tertera di dokumen itu. Hasil tes DNA ini dilakukan beberapa tahun yang lalu, tepat k
Wajah Lisa memucat. Kaki dan tangannya terasa sangat dingin. Wanita itu menyuruhnya mengajak Jessie bertemu. Namun, apa dia sanggup mengkhianati Jessie? Jessie itu temannya!Melihat kebimbangan di wajah Lisa, Sylvie pun melepaskannya. Kemudian, dia menegakkan tubuh dan berujar dingin, "Kalau kamu menolak, apa kamu mau mati menggantikannya?"Lisa yang ketakutan berkata dengan terisak-isak, "Ta ... tapi aku ....""Tapi apa? Pertemanan itu sesuatu yang sangat rapuh. Dia putri Keluarga Fernando, nyawanya lebih berharga darimu. Apa kamu pikir mati demi dia itu sepadan?" sela Sylvie.Sylvie berlutut, lalu membelai rambut Lisa dan melanjutkan, "Demi bertahan hidup, ada kalanya kita harus rela mengorbankan semuanya, termasuk teman.""Kalau kamu nggak tega mengorbankan temanmu, kamulah yang harus mati. Kamu mau hidup atau mati? Katakan!" bentak Sylvie sambil tiba-tiba menjambak rambut Lisa.Lisa kesakitan karena dijambak, tetapi dia tidak berani menangis dengan keras. Dia berkata, "Aku ... aku
Mendengar ucapan Jessie, air mata Lisa akhirnya mengalir. Namun, sebelum dia bisa berkata lebih banyak, Sylvie langsung memutuskan panggilan.Sylvie menyerahkan ponsel Lisa pada pria yang duduk di kursi penumpang. Kemudian, dia menatap Lisa yang menangis sedih dan menepuk-nepuk pundaknya. Dia mengulum senyum dan berkata, "Nggak usah takut. Kalian teman, bukan? Biarpun kamu mengkhianatinya, dia pasti memaafkanmu."Tak lama kemudian, Jessie menerima telepon dari Lisa. Katanya, temannya itu sudah berada di area parkir luar sekolah.Ketika Jessie berlari menuju gerbang sekolah, dia tiba-tiba dihentikan oleh pengawalnya dan ditanya, "Nona mau ke mana?""Aku mau jemput temanku," ujar Jessie sambil mendorong pengawal itu.Namun, pengawal itu bersikeras menghalangi jalannya dan berkata, "Nona tidak boleh keluar. Tuan Javier bilang, Nona dan Tuan Muda tidak boleh keluar tanpa izin sebelum jam pulang sekolah.""Apa maksudnya? Aku cuma mau keluar sebentar buat jemput temanku. Dia terlambat dan ta
Claire berdiri dan berujar pada polisi itu, "Terima kasih atas kerja keras kalian.""Sama-sama. Justru Bu Claire yang berjasa dalam membujuk pelaku untuk menyerahkan diri," sahut si polisi.Claire tersenyum. Daripada disebut membujuk pria itu menyerahkan diri, sebenarnya lebih tepat jika disebut mengancam. Pria ini sangat setia pada Sylvie. Dia bahkan memilih untuk menanggung semua tuduhan daripada harus melibatkan Sylvie.Setelah meninggalkan kantor polisi, Claire mengirim pesan pada Riandy. Bagaimanapun, dia sudah berjanji pada pamannya untuk menyampaikan hasilnya padanya. Di dalam mobil, ponsel Claire berdering. Sorot matanya berubah kelam saat melihat identitas penelepon. Dia menekan tombol jawab, tetapi tidak mengatakan apa-apa.Sylvie berkata sambil mengulum senyum, "Claire, kamu pasti senang karena anak-anakmu baik-baik saja.""Sebenarnya apa yang kamu inginkan?" tanya Claire dengan tenang."Jangan kira karena aku nggak bisa minggat, kalian bisa memaksaku untuk menyerah. Claire,
Begitu melihat kondisi mengenaskan Lisa, Claire langsung berseru dengan ekspresi muram, "Apa yang sudah kamu lakukan pada anak ini!"Pakaian Lisa dipenuhi noda darah. Wajahnya penuh bekas pukulan yang membengkak parah dan ada bekas darah di sudut mulutnya. Lisa yang tampak disiksa habis-habisan telah kehilangan sinar di matanya. Saat salah satu anak buah Sylvie mendorongnya, dia bahkan langsung terhuyung jatuh.Melihat ini, Claire sontak menggertakkan gigi dan melempar tatapan tajam pada Sylvie. Anak adalah permata di hati orang tua. Melihat Lisa disiksa sedemikian kejam, ibu mana pun akan meledak marah. Meskipun gadis itu bukan putrinya, Claire juga adalah seorang ibu. Dia tidak mungkin bisa bersikap tenang-tenang saja.Tatapan tajam Claire yang seperti ingin sekali mencabik-cabiknya malah membuat Sylvie tersenyum senang. Katanya, "Kamu kasihan pada anak ini? Kamu memang harus berterima kasih padanya. Dia sudah menggantikan putrimu disiksa olehku."Kedua tangan Claire yang diikat terk
Ketika Claire menghampirinya, Sylvie tertawa dan melambaikan remot kontrol di tangannya dengan liar. Dia berkata, "Datanglah kalau berani. Kamu akan hancur berkeping-keping."Langkah Claire terhenti. Dia memandang remot kontrol itu dengan raut yang sangat muram."Kamu nggak mengira aku nggak buat persiapan, bukan? Inilah alasannya aku berani membiarkanmu datang. Sebenarnya aku nggak takut apa kamu datang sendiri atau membawa pasukan. Kalaupun kamu memanggil Javier dan polisi, aku tetap nggak akan membiarkan kalian pergi hidup-hidup," ujar Sylvie sambil tertawa puas.Claire menarik napas dalam-dalam. Setelah sedikit tenang, dia berujar, "Kamu mau membunuh kita semua?" Claire menunjuk dua anak buah Sylvie yang terluka dan melanjutkan, "Mereka mempertaruhkan nyawa untukmu, bahkan ada seorang lagi yang menggantikanmu masuk penjara. Apa nyawa orang-orang ini sama sekali nggak penting buatmu?"Sylvie menjawab dengan dingin, "Hidup dan mati mereka nggak ada hubungannya denganku. Mereka bekerj