Setelah berbicara dengan polisi, Javier pun berjalan mendekati Claire dan memeluknya erat-erat. Dia terus mengencangkan pelukannya. Begitu mencium aroma harum di tubuh Javier, Claire berkata sambil tersenyum pelan, "Sudah kuduga, kamu pasti bakal datang tepat waktu."Sementara itu, Javier mencium kepala istrinya dengan sekuat tenaga. Dia tertawa mendengarnya, tetapi tidak lupa menegur, "Kamu selalu saja bertindak sembrono seperti ini. Kalau aku tidak datang tepat waktu, sekarang kamu mungkin sudah kehilangan nyawa."Claire mendongak untuk menatapnya, lalu berkata, "Soalnya aku percaya padamu dan Jerry."Dalam perjalanan untuk mencari Sylvie, Claire menerima telepon dari Javier. Kala itu, Jerry juga berada di samping ayahnya. Mereka berhasil menemukan lokasi terakhir Sylvie dan mengunci wilayah tempat wanita itu berada. Selama ada jangkauan jaringan, posisi dan jalur pelarian mereka bisa dilacak.Berhubung tempat yang dipilih Sylvie tidak memiliki jalur pelarian yang sesuai, itu menunju
Begitu kata-kata ini dipikirkan lagi sekarang, itu sungguh membuat orang merinding.Keesokan harinya, Roger datang ke vila Javier untuk melaporkan sesuatu. Dia mengatakan bahwa Sylvie telah didiagnosis mengalami masalah gangguan mental di Pusat Laboratorium Forensik. Saat ini, wanita itu sedang ditahan untuk sementara.Claire yang mendengar kabar itu pun terdiam. Tak lama kemudian, dia bertanya, "Gangguan mental?"Roger mengangguk sambil menjelaskan, "Mereka bilang itu adalah gangguan eksplosif intermiten, yang juga merupakan gejala skizofrenia."Mendengar ini, Claire mengerucutkan bibirnya tanpa berkata-kata. Javier memegang punggung tangannya, lalu menatap Roger sembari berkata, "Dalam keadaan normal, ketika orang dengan gangguan eksplosif intermiten melakukan kejahatan, mereka tetap harus bertanggung jawab secara pidana seperti orang normal."Javier menambahkan, "Kalau Sylvie berusaha menggunakan gangguan mental sebagai alasan untuk menghindari tanggung jawab pidana, aku bakal menye
Pengacara penggugat berkata sambil tersenyum, "Tersangka kecelakaan tabrak lari mengaku bersalah karena ingin menggantikan terdakwa untuk diadili. Karena dia bisa mengganti laporan, itu artinya pengakuan lisannya juga bisa dipalsukan."Pengacara penggugat pun bangkit perlahan dan menyerahkan dokumennya. Setelah dokumen diserahkan, hakim mulai membaca dokumen tersebut sambil mengernyit.Pengacara Javier berkata, "Ini adalah semua bukti kejahatan terdakwa. Mana mungkin seorang penderita gangguan mental bisa merencanakan kasus demi kasus dengan begitu jelas dalam keadaan tidak sadar atau tidak mampu mengendalikan perilakunya?"Kemudian, pengacara itu melanjutkan, "Saat penderita gangguan mental melakukan kejahatan tanpa bisa mengendalikan perilaku mereka, tidak peduli siapa pun korbannya, dia tetap tidak bisa menghindari tanggung jawab hukum. Perilaku yang direncanakan dengan sengaja bahkan lebih tidak bisa dianggap sebagai tindakan yang kehilangan kendali."Hakim melihat ke arah pihak te
Begitu mendengar kata-kata Javier, para pendengar sontak gempar.Hakim memukul palu sambil berkata, "Harap tenang." Kemudian, dia melihat pihak penggugat dan bertanya karena bingung, "Meniru perilaku kepribadian kedua?"Saat ini, Javier melihat ke arah pengacara. Orang itu mengangguk, lalu membuka dokumen yang baru saja didapatkannya dan menjelaskan, "Dilihat dari kasus ini, karena pelaku melakukan aksi pembunuhan berencana di bawah kendali dari kepribadian keduanya, dia sebenarnya bisa dibebaskan dari tanggung jawab pidana.""Tapi, pada dasarnya, itu cuma berlaku ketika kondisi terdakwa sepenuhnya tidak sadar dan digantikan oleh kepribadian keduanya. Itu karena dirinya digantikan oleh kepribadian kedua sehingga kesadarannya tidak bisa dikontrol. Hanya dalam situasi ketidakmampuan untuk mengenali atau membedakan, terdakwa baru bisa dibebaskan dari tanggung jawab pidana," lanjut si pengacara.Pengacara penggugat melihat Sylvie, lalu menambahkan, "Tapi, terdakwa jelas menyadari keberadaa
Ketika hakim bertanya kepada pengacara terdakwa, pengacara tersebut langsung menyerah dalam pembelaannya. Saat Sylvie mendengar putusan di ruang sidang, dia merasa dunianya seolah-olah runtuh. Bahkan, ketika dibawa pergi, langkahnya juga tidak stabil.Claire dan Javier keluar dari pengadilan. Wanita itu bertanya, "Gimana kamu bisa menemukan begitu banyak bukti?" Bahkan, dia sendiri pun terkejut.Javier mengangkat tangan untuk menyentuh hidung istrinya, lalu menjawab, "Ini semua berkat putramu."Jody menemukan buktinya di rumah Sylvie, yaitu sebuah jam saku. Dalam jam tersebut, terdapat foto Ronan dengan seorang wanita, yang tidak lain adalah ibu kandung Sofie dan Sylvie. Hal ini juga memastikan alasan Ronan meninggalkan Keluarga Sinaga beberapa tahun yang lalu.Selama perjalanan pulang, Claire mampu menebak alasan di baliknya. Itu karena Ronan bertemu dengan ibu dari kedua wanita itu dan jatuh cinta padanya. Mereka saling mencintai, tetapi tak bisa bersama karena Ronan sudah menikah. M
Beberapa hari setelahnya, persidangan Sylvie telah berakhir. Dia dijatuhkan hukuman mati sebagai hasilnya.Claire datang ke lapas demi melihatnya untuk kali terakhir. Polisi membawa Sylvie ke ruang besuk tahanan. Wajah wanita itu tetap tenang dan tak berekspresi, seolah-olah tidak menganggap dirinya sebagai narapidana yang akan dihukum mati. Dia duduk, lalu mengangkat telepon di depannya.Sylvie berbicara sambil tersenyum samar. "Ini benar-benar lucu. Nggak disangka, orang yang datang melihatku untuk kali terakhir adalah kamu."Claire menatapnya, lalu bertanya, "Kamu benar-benar nggak menyesal?"Sylvie tertawa mendengarnya. Namun, dia menjawab dengan tatapan dingin, "Menyesal? Apa yang perlu kusesali? Memangnya aku salah? Ini semua terjadi gara-gara dunia ini nggak adil."Claire memicingkan mata sambil berkata, "Kamu memang kasihan, tapi itu nggak bisa dijadikan alasan untuk membunuh dan membalas dendam.""Kamu tahu apa? Memangnya kamu pernah mengalami itu semua?" tanya Sylvie.Wanita
Claire naik ke mobil, lalu berkata, "Aku sudah selesai mengobrol dengannya."Tangan Javier bersandar di belakang kursinya. Dia mencondongkan tubuh ke arah istrinya sambil bertanya, "Claire, kamu kenapa?"Claire menjawab sambil mengernyit, "Nggak disangka, dia akan segila ini."Javier pun memeluknya. Pria itu berkata, "Dia sudah mendapat akibat dari perbuatannya sendiri."Claire tampak menunduk. Dia mengurungkan niatnya untuk melontarkan sesuatu. Javier menyadari hal tersebut. Itu sebabnya, dia mengangkat wajah Claire sambil bertanya, "Kamu mau bilang apa?""Sekarang, aku masih bingung dengan satu hal. Gimana Sylvie bisa menemukan informasi tentang kita?" tanya Claire sambil melihatnya. Sylvie tidak mengenal mereka, jadi kenapa dia begitu mengenal tentang dirinya. Bahkan, dia tahu jelas tentang konfliknya dengan Noni.Javier menempatkan dagunya di atas rambut Claire yang tebal, lalu berkata, "Dia itu terlalu mendalami perannya sehingga sulit untuk melepaskan diri. Jadi, wajar saja kalau
"Ya, Tante. Namaku Jessie," balas Jessie dengan sopan.Stella berjalan ke sisi ranjang, lalu berkata pada Lisa, "Kenapa kamu nggak pernah membawa temanmu pulang untuk dikenalkan kepada Ayah dan Ibu? Ibu bahkan mengira kamu nggak punya teman di sekolah."Lisa tetap diam. Sementara itu, Jessie berkata sambil tersenyum, "Kalau gitu, lain kali aku akan berkunjung ke rumah Lisa."Mendengar ini, Stella tampak tersenyum lebar. Dia berkata, "Boleh. Tante akan sangat menyambutmu. Aduh, prestasi Lisa di sekolah nggak begitu bagus. Ke depannya, tolong bantu dia, ya.""Baik, pasti kubantu," janji Jessie sambil mengangguk.Lisa tampak menggigit bibirnya. Dia berbalik untuk berbaring, lalu berkata, "Aku sudah lelah, mau tidur dulu."Melihat sikap putrinya, Stella sangat kesal. Dia segera memarahi, "Dasar kamu ini! Kami sengaja datang ke rumah sakit untuk menjengukmu, tapi kamu malah marah-marah. Karena ada temanmu di sini, kamu takut Ayah dan Ibu bikin kamu malu, ya?""Stella, putrimu sudah begini.