Beberapa hari setelahnya, persidangan Sylvie telah berakhir. Dia dijatuhkan hukuman mati sebagai hasilnya.Claire datang ke lapas demi melihatnya untuk kali terakhir. Polisi membawa Sylvie ke ruang besuk tahanan. Wajah wanita itu tetap tenang dan tak berekspresi, seolah-olah tidak menganggap dirinya sebagai narapidana yang akan dihukum mati. Dia duduk, lalu mengangkat telepon di depannya.Sylvie berbicara sambil tersenyum samar. "Ini benar-benar lucu. Nggak disangka, orang yang datang melihatku untuk kali terakhir adalah kamu."Claire menatapnya, lalu bertanya, "Kamu benar-benar nggak menyesal?"Sylvie tertawa mendengarnya. Namun, dia menjawab dengan tatapan dingin, "Menyesal? Apa yang perlu kusesali? Memangnya aku salah? Ini semua terjadi gara-gara dunia ini nggak adil."Claire memicingkan mata sambil berkata, "Kamu memang kasihan, tapi itu nggak bisa dijadikan alasan untuk membunuh dan membalas dendam.""Kamu tahu apa? Memangnya kamu pernah mengalami itu semua?" tanya Sylvie.Wanita
Claire naik ke mobil, lalu berkata, "Aku sudah selesai mengobrol dengannya."Tangan Javier bersandar di belakang kursinya. Dia mencondongkan tubuh ke arah istrinya sambil bertanya, "Claire, kamu kenapa?"Claire menjawab sambil mengernyit, "Nggak disangka, dia akan segila ini."Javier pun memeluknya. Pria itu berkata, "Dia sudah mendapat akibat dari perbuatannya sendiri."Claire tampak menunduk. Dia mengurungkan niatnya untuk melontarkan sesuatu. Javier menyadari hal tersebut. Itu sebabnya, dia mengangkat wajah Claire sambil bertanya, "Kamu mau bilang apa?""Sekarang, aku masih bingung dengan satu hal. Gimana Sylvie bisa menemukan informasi tentang kita?" tanya Claire sambil melihatnya. Sylvie tidak mengenal mereka, jadi kenapa dia begitu mengenal tentang dirinya. Bahkan, dia tahu jelas tentang konfliknya dengan Noni.Javier menempatkan dagunya di atas rambut Claire yang tebal, lalu berkata, "Dia itu terlalu mendalami perannya sehingga sulit untuk melepaskan diri. Jadi, wajar saja kalau
"Ya, Tante. Namaku Jessie," balas Jessie dengan sopan.Stella berjalan ke sisi ranjang, lalu berkata pada Lisa, "Kenapa kamu nggak pernah membawa temanmu pulang untuk dikenalkan kepada Ayah dan Ibu? Ibu bahkan mengira kamu nggak punya teman di sekolah."Lisa tetap diam. Sementara itu, Jessie berkata sambil tersenyum, "Kalau gitu, lain kali aku akan berkunjung ke rumah Lisa."Mendengar ini, Stella tampak tersenyum lebar. Dia berkata, "Boleh. Tante akan sangat menyambutmu. Aduh, prestasi Lisa di sekolah nggak begitu bagus. Ke depannya, tolong bantu dia, ya.""Baik, pasti kubantu," janji Jessie sambil mengangguk.Lisa tampak menggigit bibirnya. Dia berbalik untuk berbaring, lalu berkata, "Aku sudah lelah, mau tidur dulu."Melihat sikap putrinya, Stella sangat kesal. Dia segera memarahi, "Dasar kamu ini! Kami sengaja datang ke rumah sakit untuk menjengukmu, tapi kamu malah marah-marah. Karena ada temanmu di sini, kamu takut Ayah dan Ibu bikin kamu malu, ya?""Stella, putrimu sudah begini.
Tubuh Noni tertegun di tempat.Hans memeluk Noni dengan erat. Dia menunduk mendekatkan bibirnya di atas kepala Noni, lalu berkata, “Kamu sudah kurusan.”Sebelum mencari Noni, Hans pernah kepikiran gambaran pertemuan mereka. Hans berpikir dirinya akan mengungkapkan betapa rindunya Hans kepadanya, lalu mengikat Noni untuk tidak bisa pergi lagi. Namun ketika bertemu dengan Noni, Hans malah takut. Dia takut ditolak dan dibenci oleh Noni.Noni tertegun di dalam pelukan Hans. Beberapa saat kemudian, Noni menggigit erat bibirnya, lalu mendorong Hans.“Hans.” Noni tidak menatapnya. “Kenapa kamu cari aku lagi? Hubungan kita sudah nggak memungkinkan.”Hati Hans seketika terasa sakit. Dia tertegun di tempat. “Kamu masih membenciku.”“Bukan benci.” Noni memalingkan kepala untuk melihatnya. Dia berlagak tenang. “Aku sudah melepaskan masa lalu.”Hans mendekatinya. “Aku tidak bisa melepaskannya.”Noni terkaku di tempat. Dia berusaha untuk menenangkan emosinya. “Mana mungkin kamu nggak bisa melepaskan
“Hans ….”…Di sekolah swasta ibu kota.Saat Jessie yang sedang memikul ransel hendak memasuki ruang kelas, Yura dan beberapa kakak tingkatan lainnya berjalan kemari. “Jessie,” panggil Yura.Jessie memalingkan kepala untuk melihat sekilas. Keningnya spontan berkerut. “Kenapa kamu lagi?”Berhubung Yura sering menindas Lisa, Jessie sangat tidak menyukainya. Dia juga tidak tahu kenapa Yura bisa menjadi wakil ketua OSIS. Yura melipat kedua tangannya berdiri di hadapan Jessie. “Tentu saja karena ada urusan.”Jessie menatapnya. “Urusan apa?“Tentu saja karena urusan Lisa.”“Kamu nggak usah ngomong masalah Lisa sama aku.” Jessie membalikkan tubuhnya hendak memasuki kelas. Tetiba terdengar suara Yura. “Gimana kalau kamu dibohongi Lisa?”Langkah kaki Jessie langsung berhenti. Dia menoleh untuk melihat Yura. “Apa yang lagi kamu katakan?”Lisa membohongi Jessie? Mana mungkin?Yura tahu Jessie tidak percaya dengan omongannya. Dia mengeluarkan ponsel, lalu masuk ke dalam akun TikTok. “Kalau kamu
Jessie berdiri di tempat sembari menunduk. Dia tidak percaya dengan omongan itu dan sulit mencerna ucapan Yura tadi. Namun, apa benar Lisa adalah wanita yang sombong?Namun, Jessie sudah bertahun-tahun kenal dengan Lisa. Dia sangat paham dengan sosok Lisa. Barang-barang itu diberikan Jessie atas kemauannya sendiri. Lisa tidak pernah meminta sama sekali.Iya! Lisa pasti bukanlah orang yang suka pamer.…Sore hari, di vila Javier.Jessie kelihatan tidak fokus dengan makannya. Claire pun menyadari ada yang menjanggal. Dia menaruh sayuran ke atas piring Jessie. “Jessie, ada apa denganmu?”Javier dan Jerry serempak melihat ke sisi Jessie.Jessie tersadar dari bengongnya, lalu menggeleng. Dia mencari alasan. “Setengah bulan lagi Lisa bisa keluar dari rumah sakit.”Claire tersenyum. “Bukankah kamu seharusnya gembira kalau Lisa bisa keluar dari rumah sakit? Dengan begitu, kamu bisa main bareng sahabatmu lagi.”Saat ini, Jessie tidak berbicara. Dia hanya fokus dalam menyantap makanannya saja.
Selain Hiro, Jerry juga merupakan lelaki yang paling disambut hangat di dalam sekolah. Dia memang baru menginjak bangku SMP, tetapi IQ-nya sudah melampaui anak SMP pada umumnya.Yura memalingkan kepala melihat ke sisi Jerry. Dia meletakkan buku pelajaran, lalu berjalan keluar. “Apa kamu datang mencariku?”Jerry memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. “Apa yang kamu katakan kepada adikku semalam? Mengenai masalah Lisa?”Yura merasa syok. Namun, dia berusaha untuk tersenyum. “Mengenai masalah Lisa, ya …. Apa Jessie nggak beri tahu kamu?”Kening Jerry langsung berkerut.Tampak Yura menyerahkan ponsel kepadanya. “Kamu bisa lihat sendiri.”Jerry mengambil ponsel, lalu melihat sejenak. Tidak terlihat ekspresi apa-apa di atas wajahnya. Pada saat ini, Yura menepuk-nepuk pundak Jerry, lalu mendekatinya. “Jangan salahkan aku terlalu kepo. Lebih baik kamu bujuk adikmu itu, jangan sampai tertipu dengan penampilan lugu Lisa.”Di dalam kamar pasien rumah sakit.Lisa berusaha untuk berjalan tan
“Nak, tadi kamu panggil apa?” Noni baru tersadar dari bengongnya. Dia menepuk bokong si anak dengan perlahan. “Kelak jangan sembarangan panggil.”Noni sungguh tidak menyangka si kecil akan memanggil Hans dengan sebutan “Ayah”. Meski sebenarnya … Hans memang adalah ayahnya. Sekarang Noni tidak ingin Hans mengetahui kenyataan ini. Dia sungguh khawatir, entah apa yang akan Hans lakukan jika dia mengetahui anak ini adalah miliknya.Si anak kecil mulai menangis. “Ethan kepengen Ayah.”Noni terbengong di tempat. Tangisan Ethan semakin kencang lagi. Dia seketika merasa tidak berdaya. Setelah dipikir-pikir, Noni memang tidak tergolong ibu yang bertanggung jawab. Setiap kali Ethan menangis, biasanya Elsa yang akan menenangkannya.Saat Noni sedang kehabisan akal, sesosok bayangan mendekati Noni. Dia mengulurkan tangan untuk menggendong anak di dalam pelukannya, lalu tersenyum tipis. “Anak lelaki tidak boleh menangis.”Tangisan Ethan langsung berhenti. Dia menatap Hans dengan mata berlinangkan ai