Selain Hiro, Jerry juga merupakan lelaki yang paling disambut hangat di dalam sekolah. Dia memang baru menginjak bangku SMP, tetapi IQ-nya sudah melampaui anak SMP pada umumnya.Yura memalingkan kepala melihat ke sisi Jerry. Dia meletakkan buku pelajaran, lalu berjalan keluar. “Apa kamu datang mencariku?”Jerry memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. “Apa yang kamu katakan kepada adikku semalam? Mengenai masalah Lisa?”Yura merasa syok. Namun, dia berusaha untuk tersenyum. “Mengenai masalah Lisa, ya …. Apa Jessie nggak beri tahu kamu?”Kening Jerry langsung berkerut.Tampak Yura menyerahkan ponsel kepadanya. “Kamu bisa lihat sendiri.”Jerry mengambil ponsel, lalu melihat sejenak. Tidak terlihat ekspresi apa-apa di atas wajahnya. Pada saat ini, Yura menepuk-nepuk pundak Jerry, lalu mendekatinya. “Jangan salahkan aku terlalu kepo. Lebih baik kamu bujuk adikmu itu, jangan sampai tertipu dengan penampilan lugu Lisa.”Di dalam kamar pasien rumah sakit.Lisa berusaha untuk berjalan tan
“Nak, tadi kamu panggil apa?” Noni baru tersadar dari bengongnya. Dia menepuk bokong si anak dengan perlahan. “Kelak jangan sembarangan panggil.”Noni sungguh tidak menyangka si kecil akan memanggil Hans dengan sebutan “Ayah”. Meski sebenarnya … Hans memang adalah ayahnya. Sekarang Noni tidak ingin Hans mengetahui kenyataan ini. Dia sungguh khawatir, entah apa yang akan Hans lakukan jika dia mengetahui anak ini adalah miliknya.Si anak kecil mulai menangis. “Ethan kepengen Ayah.”Noni terbengong di tempat. Tangisan Ethan semakin kencang lagi. Dia seketika merasa tidak berdaya. Setelah dipikir-pikir, Noni memang tidak tergolong ibu yang bertanggung jawab. Setiap kali Ethan menangis, biasanya Elsa yang akan menenangkannya.Saat Noni sedang kehabisan akal, sesosok bayangan mendekati Noni. Dia mengulurkan tangan untuk menggendong anak di dalam pelukannya, lalu tersenyum tipis. “Anak lelaki tidak boleh menangis.”Tangisan Ethan langsung berhenti. Dia menatap Hans dengan mata berlinangkan ai
Perabotan terbuat dari kayu biasa. Jika dibandingkan dengan vila mewah milik Javier, rumah ini boleh dikatakan bukan apa-apa.Stella bersikap sangat ramah. “Jessie, hari ini kamu makan di rumah, ya. Kamu ingin makan apa? Biar Tante beli sayur.”Jessie membalas dengan tersenyum, “Aku nggak pilih makanan, kok!”Stella mengangguk. “Baguslah, kalau begitu, Tante pergi beli sayuran dulu, ya.” Sebelum pergi, tak lupa Stella berpesan kepada Lisa untuk menjamu temannya dengan baik.Lisa membawa Jessie ke kamarnya. Kamarnya sangatlah kecil jika dibandingkan dengan kamar Jessie. Hanya saja, dekorasi kamar tergolong sangat hangat.Anehnya, Lisa tidur di bagian bawah kasur dua tingkat, sedangkan di bagian atas kasur ditempati banyak kardus.Jessie duduk di kursi belajar, lalu bertanya, “Lisa, apa ada yang tidur di atas sana?”Lisa duduk di samping ranjang sembari menunduk. “Dulu ada, tapi sekarang sudah nggak ada lagi.”Jessie merasa penasaran. “Apa kamu punya kakak atau adik?”Lisa mengangguk.Je
Si pemuda menyilangkan kedua kakinya. “Ckck, sepertinya kamu nggak menganggapku sebagai kakakmu.”“Delon, kalau kamu mau makan, makan dengan baik. Kalau kamu tidak ingin makan, keluar saja.” Raut wajah Paul tampak muram. Jika dia tahu dia akan memiliki anak yang tidak berguna ini, dia pasti akan mencekik Delon di kala kecil dulu.Delon pun tersenyum. “Ayah, aku ini anakmu. Apa perlu kamu bersikap sesadis ini?”“Kamu bilang kamu itu anaknya Ayah?” Stella berdiri di belakangnya. “Setiap harinya kerjaan kamu cuma keluyuran saja dan tidak pulang ke rumah. Begitu pulang, kamu selalu minta uang. Sekarang kamu juga tidak muda lagi, apa kamu tidak bisa mencari pekerjaan stabil untuk membiayai uang sekolah adikmu?”Delon langsung tertawa. “Apa dia masih butuh dibiayai aku lagi? Sekarang dia sekolah di sekolah yang sangat bagus. Seharusnya dia kenal dengan banyak orang kaya, ‘kan?”Usai berbicara, Delon melirik jam tangan di pergelangan tangan Lisa. “Eh, harga jam tangan ini puluhan juta. Hebat!
Lisa tertegun di tempat. Pada akhirnya, dia hanya melebarkan matanya melihat Delon mengambil semua pemberian Jessie kepadanya.Setelah kembali ke vila, baru saja Jessie hendak ke lantai atas, tampak Jerry sedang bersandar di dinding sembari melipat kedua tangannya. Keningnya tampak berkerut. “Kak Jerry, kamu sok kalem lagi di sini.”“Kata siapa aku sok kalem.” Jerry memasukkan tangan ke dalam saku celana. “Bukannya kamu makan di rumah Lisa? Kenapa kamu pulangnya secepat ini?”“Sudah selesai makannya.” Jessie berjalan ke depan pintu. Tetiba dia kepikiran sesuatu, lalu menghentikan langkahnya. “Kak Jerry, tiba-tiba aku merasa kamu orangnya baik juga.”Setelah bertemu dengan abangnya Lisa, Jessie baru menyadari ternyata Jody dan Jerry sangatlah baik.Salah satu ujung bibir Jerry berkedut. “Apa kamu salah makan obat?” Jarang-jarang adiknya memuji Jerry. Hal ini boleh dikatakan cukup langka.“Terserah apa yang kamu pikirkan.” Jessie merentangkan kedua tangannya. Pada akhirnya, dia mendorong
Javier tersenyum. “Kamu tahu sendiri aku tidak kenal banyak wanita.”Claire terdiam sejenak. Sebenarnya sejak kenal dengan Javier, Claire memang tidak pernah melihat teman lawan jenis di dekat Javier. Dia lebih banyak bergaul dengan sesama jenis.Claire menopang tangan di atas meja, lalu mencondongkan tubuh untuk mendekatinya. “Javier, seharusnya kamu sangat disambut hangat ketika kuliah dulu? Apa nggak ada cewek yang mengejarmu?”Javier membelai wajah Claire. “Tidak ada.”Sewaktu kuliah, Javier hanya fokus dalam masalah belajar dan mengelola perusahaan. Dia tidak ada waktu dalam hal pacaran.Claire menggenggam punggung tangan Javier dengan tersenyum. “Apa kamu nggak punya nomor telepon teman cewek?”Kening Javier tampak berkerut. Tangan yang menahan belakang leher Claire semakin erat lagi. “Kenapa? Apa kamu berharap aku berhubungan dengan teman-teman cewek?”“Bukan, aku hanya penasaran saja.” Claire menyipitkan matanya. Kemudian, dia membuka bekal bawaannya. “Aku masakin nasi goreng u
Roger berjalan ke dalam ruangan, lalu bergegas ke depan meja. “Tuan Javier, direktur utama Perusahaan Teknologi Sendana datang mencarimu.”Kening Javier berkerut. “Sepertinya perusahaan kita tidak bekerja sama dengan Perusahaan Teknologi Sendana. Untuk apa mereka mencariku?”Roger menggeleng. “Aku juga tidak jelas. Kata resepsionis, mereka sudah menunggu sekitar satu jam. Dengar-dengar Perusahaan Teknologi Sendana akan segera diakuisisi. Mereka sedang menghadapi masa sulit. Bisa jadi mereka datang untuk mengajukan kerja sama?”Javier mengesampingkan dokumen di hadapannya, lalu menyandarkan tubuhnya. “Sebuah perusahaan teknologi yang akan diakuisisi malah ingin bekerja sama dengan kita. Apa mereka kira kita membuka perusahaan amal? Beri tahu resepsionis untuk usir mereka.”Roger menelepon resepsionis menyampaikan apa yang dikatakan Javier. Entah apa yang dikatakan resepsionis, dia spontan melihat ke sisi Javier. “Tuan, putri dari direktur Perusahaan Teknologi Sendana itu teman kuliahmu?
Emir dan putrinya, Melia, semakin canggung lagi.Sepertinya Javier tidak berminat untuk mendengar masalah perkuliahan mereka dulu. Dia langsung berterus terang. “Apa yang ingin Pak Emir katakan? Kamu bisa terus terang saja. Aku tidak berminat untuk mengenang masa lalu juga. Aku juga tidak dekat dan familier dengan dia.”Javier berkata dengan blak-blakan. Maksud ucapan Javier adalah dia mengerti maksud Emir yang berharap bisa memberi sedikit kelonggaran lantaran putrinya adalah teman kuliahnya dulu. Namun sayangnya, Javier tidak peduli dengan hubungan itu. Tentu saja Emir mengerti maksud ucapan Javier. Dia juga tidak berani bersikap lancang lagi. “Begini, sekarang Perusahaan Teknologi Sendana sedang mengalami krisis keuangan. Sebelumnya aku dengar Tuan Javier juga adalah anak IT. Kamu seharusnya sangat paham dalam masalah IT. Jadi, aku ingin minta bantuanmu.”Javier duduk dengan menyilangkan kedua kakinya dan melipat kedua tangannya. “Aku tidak melakukan bisnis yang rugi. Sepertinya ti