Javier merangkul Claire dan membawanya ke ruang kerja. Usai menutup pintu, dia berujar, "Sudah ada titik terang soal latar belakang Sylvie.""Benarkah?" tanya Claire setelah tertegun sejenak.Javier mengeluarkan sebuah dokumen dari laci dan menaruhnya di atas meja sambil berkata, "Ini berkat Jody."Mata Claire mengambil dokumen itu dan terkejut saat membaca hasil laporan tes DNA di dalamnya. Tingkat kecocokan gen Sylvie dan Rosy mencapai 95%."Mereka kakak beradik?" tanya Claire tidak percaya."Saudara tiri," sahut Javier dengan datar.Claire tiba-tiba teringat bagaimana Sylvie mendeskripsikan ibunya di telepon tadi. Ternyata ibu Sylvie dan Rosy adalah wanita Ronan!"Sylvie juga mengetahui hal ini," ujar Claire setelah menarik napas dalam-dalam. Sylvie tahu bahwa Rosy adalah saudara satu ayahnya.Javier melonggarkan dasinya dan berujar lagi, "Coba lihat tanggal laporannya."Claire membaca tanggal yang tertera di dokumen itu. Hasil tes DNA ini dilakukan beberapa tahun yang lalu, tepat k
Wajah Lisa memucat. Kaki dan tangannya terasa sangat dingin. Wanita itu menyuruhnya mengajak Jessie bertemu. Namun, apa dia sanggup mengkhianati Jessie? Jessie itu temannya!Melihat kebimbangan di wajah Lisa, Sylvie pun melepaskannya. Kemudian, dia menegakkan tubuh dan berujar dingin, "Kalau kamu menolak, apa kamu mau mati menggantikannya?"Lisa yang ketakutan berkata dengan terisak-isak, "Ta ... tapi aku ....""Tapi apa? Pertemanan itu sesuatu yang sangat rapuh. Dia putri Keluarga Fernando, nyawanya lebih berharga darimu. Apa kamu pikir mati demi dia itu sepadan?" sela Sylvie.Sylvie berlutut, lalu membelai rambut Lisa dan melanjutkan, "Demi bertahan hidup, ada kalanya kita harus rela mengorbankan semuanya, termasuk teman.""Kalau kamu nggak tega mengorbankan temanmu, kamulah yang harus mati. Kamu mau hidup atau mati? Katakan!" bentak Sylvie sambil tiba-tiba menjambak rambut Lisa.Lisa kesakitan karena dijambak, tetapi dia tidak berani menangis dengan keras. Dia berkata, "Aku ... aku
Mendengar ucapan Jessie, air mata Lisa akhirnya mengalir. Namun, sebelum dia bisa berkata lebih banyak, Sylvie langsung memutuskan panggilan.Sylvie menyerahkan ponsel Lisa pada pria yang duduk di kursi penumpang. Kemudian, dia menatap Lisa yang menangis sedih dan menepuk-nepuk pundaknya. Dia mengulum senyum dan berkata, "Nggak usah takut. Kalian teman, bukan? Biarpun kamu mengkhianatinya, dia pasti memaafkanmu."Tak lama kemudian, Jessie menerima telepon dari Lisa. Katanya, temannya itu sudah berada di area parkir luar sekolah.Ketika Jessie berlari menuju gerbang sekolah, dia tiba-tiba dihentikan oleh pengawalnya dan ditanya, "Nona mau ke mana?""Aku mau jemput temanku," ujar Jessie sambil mendorong pengawal itu.Namun, pengawal itu bersikeras menghalangi jalannya dan berkata, "Nona tidak boleh keluar. Tuan Javier bilang, Nona dan Tuan Muda tidak boleh keluar tanpa izin sebelum jam pulang sekolah.""Apa maksudnya? Aku cuma mau keluar sebentar buat jemput temanku. Dia terlambat dan ta
Claire berdiri dan berujar pada polisi itu, "Terima kasih atas kerja keras kalian.""Sama-sama. Justru Bu Claire yang berjasa dalam membujuk pelaku untuk menyerahkan diri," sahut si polisi.Claire tersenyum. Daripada disebut membujuk pria itu menyerahkan diri, sebenarnya lebih tepat jika disebut mengancam. Pria ini sangat setia pada Sylvie. Dia bahkan memilih untuk menanggung semua tuduhan daripada harus melibatkan Sylvie.Setelah meninggalkan kantor polisi, Claire mengirim pesan pada Riandy. Bagaimanapun, dia sudah berjanji pada pamannya untuk menyampaikan hasilnya padanya. Di dalam mobil, ponsel Claire berdering. Sorot matanya berubah kelam saat melihat identitas penelepon. Dia menekan tombol jawab, tetapi tidak mengatakan apa-apa.Sylvie berkata sambil mengulum senyum, "Claire, kamu pasti senang karena anak-anakmu baik-baik saja.""Sebenarnya apa yang kamu inginkan?" tanya Claire dengan tenang."Jangan kira karena aku nggak bisa minggat, kalian bisa memaksaku untuk menyerah. Claire,
Begitu melihat kondisi mengenaskan Lisa, Claire langsung berseru dengan ekspresi muram, "Apa yang sudah kamu lakukan pada anak ini!"Pakaian Lisa dipenuhi noda darah. Wajahnya penuh bekas pukulan yang membengkak parah dan ada bekas darah di sudut mulutnya. Lisa yang tampak disiksa habis-habisan telah kehilangan sinar di matanya. Saat salah satu anak buah Sylvie mendorongnya, dia bahkan langsung terhuyung jatuh.Melihat ini, Claire sontak menggertakkan gigi dan melempar tatapan tajam pada Sylvie. Anak adalah permata di hati orang tua. Melihat Lisa disiksa sedemikian kejam, ibu mana pun akan meledak marah. Meskipun gadis itu bukan putrinya, Claire juga adalah seorang ibu. Dia tidak mungkin bisa bersikap tenang-tenang saja.Tatapan tajam Claire yang seperti ingin sekali mencabik-cabiknya malah membuat Sylvie tersenyum senang. Katanya, "Kamu kasihan pada anak ini? Kamu memang harus berterima kasih padanya. Dia sudah menggantikan putrimu disiksa olehku."Kedua tangan Claire yang diikat terk
Ketika Claire menghampirinya, Sylvie tertawa dan melambaikan remot kontrol di tangannya dengan liar. Dia berkata, "Datanglah kalau berani. Kamu akan hancur berkeping-keping."Langkah Claire terhenti. Dia memandang remot kontrol itu dengan raut yang sangat muram."Kamu nggak mengira aku nggak buat persiapan, bukan? Inilah alasannya aku berani membiarkanmu datang. Sebenarnya aku nggak takut apa kamu datang sendiri atau membawa pasukan. Kalaupun kamu memanggil Javier dan polisi, aku tetap nggak akan membiarkan kalian pergi hidup-hidup," ujar Sylvie sambil tertawa puas.Claire menarik napas dalam-dalam. Setelah sedikit tenang, dia berujar, "Kamu mau membunuh kita semua?" Claire menunjuk dua anak buah Sylvie yang terluka dan melanjutkan, "Mereka mempertaruhkan nyawa untukmu, bahkan ada seorang lagi yang menggantikanmu masuk penjara. Apa nyawa orang-orang ini sama sekali nggak penting buatmu?"Sylvie menjawab dengan dingin, "Hidup dan mati mereka nggak ada hubungannya denganku. Mereka bekerj
Setelah berbicara dengan polisi, Javier pun berjalan mendekati Claire dan memeluknya erat-erat. Dia terus mengencangkan pelukannya. Begitu mencium aroma harum di tubuh Javier, Claire berkata sambil tersenyum pelan, "Sudah kuduga, kamu pasti bakal datang tepat waktu."Sementara itu, Javier mencium kepala istrinya dengan sekuat tenaga. Dia tertawa mendengarnya, tetapi tidak lupa menegur, "Kamu selalu saja bertindak sembrono seperti ini. Kalau aku tidak datang tepat waktu, sekarang kamu mungkin sudah kehilangan nyawa."Claire mendongak untuk menatapnya, lalu berkata, "Soalnya aku percaya padamu dan Jerry."Dalam perjalanan untuk mencari Sylvie, Claire menerima telepon dari Javier. Kala itu, Jerry juga berada di samping ayahnya. Mereka berhasil menemukan lokasi terakhir Sylvie dan mengunci wilayah tempat wanita itu berada. Selama ada jangkauan jaringan, posisi dan jalur pelarian mereka bisa dilacak.Berhubung tempat yang dipilih Sylvie tidak memiliki jalur pelarian yang sesuai, itu menunju
Begitu kata-kata ini dipikirkan lagi sekarang, itu sungguh membuat orang merinding.Keesokan harinya, Roger datang ke vila Javier untuk melaporkan sesuatu. Dia mengatakan bahwa Sylvie telah didiagnosis mengalami masalah gangguan mental di Pusat Laboratorium Forensik. Saat ini, wanita itu sedang ditahan untuk sementara.Claire yang mendengar kabar itu pun terdiam. Tak lama kemudian, dia bertanya, "Gangguan mental?"Roger mengangguk sambil menjelaskan, "Mereka bilang itu adalah gangguan eksplosif intermiten, yang juga merupakan gejala skizofrenia."Mendengar ini, Claire mengerucutkan bibirnya tanpa berkata-kata. Javier memegang punggung tangannya, lalu menatap Roger sembari berkata, "Dalam keadaan normal, ketika orang dengan gangguan eksplosif intermiten melakukan kejahatan, mereka tetap harus bertanggung jawab secara pidana seperti orang normal."Javier menambahkan, "Kalau Sylvie berusaha menggunakan gangguan mental sebagai alasan untuk menghindari tanggung jawab pidana, aku bakal menye
“Oh, ya, di mana Kak Ariel?” tanya Bastian.Jodhiva membalas, “Dia lagi temani ayahnya untuk jalan-jalan. Sekarang aku juga mau nyusul ke sana. Aku permisi dulu.”Usai berbicara, Jodhiva meninggalkan tempat.Bastia berdecak sembari menggeleng. “Orang yang sudah punya istri memang berbeda.”“Kamu ngomongnya seolah-olah kamu nggak sama dengan dia.” Yura juga meninggalkan tempat.Bastian meletakkan gelasnya, lalu mengikuti langkah Yura. “Hei, kenapa kamu malah meninggalkanku. Tunggu aku.”Claire berhenti di hadapan Javier. Javier menggandeng tangannya. “Sudah selesai mengenang masa lalu?”“Menurutmu? Bukannya sore nanti, kamu dan Ayah akan pergi ke Kediaman Keluarga Tanaka?”Javier tersenyum. “Aku lagi menunggumu untuk makan di sana.”Roger berjalan di sisi Izza, lalu menatap mereka. “Tuan Javier, Nyonya Claire. Kalau begitu, kamu pergi cari Ayah Angkat dulu.”Javier mengangguk. Dia merangkul pundak Claire, lalu berjalan ke koridor. Cahaya matahari dipantulkan ke sisi jendela. Bayangan d
Jessie tersenyum lebar. “Kalau begitu, aku akan mengenakan mahkota ini saat pernikahanku nanti. Anggap saja sebagai iklan desain ibuku.”Jules memeluk Jessie dari belakang. “Yang penting kamu suka.”…Anggota Keluarga Fernando baru tiba di Negara Hyugana dua hari sebelum resepsi pernikahan. Mereka tinggal di hotel yang dipesan Jules. Seluruh hotel ini telah dipesan oleh anggota keluarga kerajaan untuk menjamu para hadirin.Keluarga Chaniago dan Keluarga Kenata juga telah datang. Tobias juga tidak absen. Bahkan Shinta, Erin, Levin, dan Samuel yang berasal dari dunia hiburan juga telah datang. Tentu saja, Yura dan Bastian juga masuk dalam daftar undangan.Claire tiba di restoran. Pelayan membawanya ke dalam ruangan VIP. Ketika melihat pria yang duduk di dalam sana, dia pun tersenyum. “Ayah Angkat.”Owl memutar tubuhnya dengan perlahan. Sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Owl masih seperti dulu saja, tapi tubuhnya kelihatan lebih kurus dari sebelumnya. Claire langsung maju untuk m
Orang lainnya juga ikut tersenyum.Menjelang malam, seluruh kota diselimuti dengan cahaya lampu neon. Setelah Jessie dan Jules menyelesaikan makan malam, mereka pun kembali ke Kompleks Amara.Jessie baru selesai mandi. Rambutnya pun masih basah. Jules mengambil handuk dari tangan Jessie, lalu membantunya untuk mengeringkan rambut.Saat ini, Jessie duduk di depan meja rias sembari menatap orang di dalam cermin. Senyuman merekah di atas wajahnya. “Kak Jules, aku sangat menantikan resepsi pernikahan kita.”“Oh, ya?” Jules mengusap rambut lembut Jessie. “Aku juga menantikannya.”“Aku merasa hidupku sangat sempurna karena bisa menikah dengan orang yang paling aku cintai, apalagi bisa bersama orang yang aku cintai berjalan ke jenjang berikutnya.”Jules pun tertawa, lalu membungkukkan tubuhnya untuk berbisik di samping telinga Jessie. “Apa kamu tahu, keinginan dalam hidupku juga sudah terwujud.”Jessie menoleh untuk menatapnya. “Keinginan apa?”Jules berbisik di samping telinga Jessie, “Menik
Hiro mengiakan.“Setelah di luar beberapa saat, kamu menjadi semakin dewasa saja.” Naomi menepuk-nepuk pundaknya. “Semoga kamu bisa semakin baik lagi.”Hiro hanya tersenyum dan tidak berbicara.…Dalam sekejap mata, akhirnya telah sampai ke akhir bulan. Liburan Jessie dan yang lain sudah berakhir. Mereka pun kembali ke ibu kota.Claire dan Javier berdiri di depan halaman untuk menunggu mereka. Setelah mereka menuruni mobil, Jessie langsung berlari ke sisi mereka. “Ayah, Ibu!” Dia langsung memeluk kedua orang tuanya.Javier mengusap kepala Jessie dengan tidak berdaya. “Padahal kamu sudah dewasa, masih saja minta dipeluk.”Senyuman di wajah Jessie semakin lebar lagi. “Tapi, di mata kalian, selamanya aku itu anak kecil!”Claire tersenyum tipis. Dia menatap beberapa orang yang berjalan kemari. “Baguslah kalau kalian bermain dengan gembira. Ayo, kita ke dalam dulu. Nanti malam kita makan bersama.”Setelah Dacia dan Ariel memasuki rumah, mereka duluan naik ke lantai atas untuk melihat anak.
Jules menatap mereka. “Kebetulan sekali kalian juga ada di sini.”Yura membalas, “Aku dan Bastian memang ada di sini. Setelah lihat unggahan Jessie, aku baru tahu ternyata kalian juga di sini.”Jessie membawanya ke tempat duduk. “Kalau begitu, kita tinggal beberapa hari bersama.”Setelah Bastian duduk, Jodhiva memperkenalkannya kepada Dacia dan Jessie. “Ini adik iparku, Dacia, dan adikku, Jessie.”“Aku pernah bertemu mereka di pernikahanmu.” Bastian masih mengingatnya. Dia pun berkata, “Adikmu itu satu sekolah dengan istriku. Istriku sering mengungkitnya.”Yura menatapnya. “Istrimu? Belum pasti aku akan menjadi istrimu.”Kening Bastian berkerut. “Kita saja sudah tunangan. Apa kamu masih bisa menikah sama orang lain?”Semua orang pun tertawa. Hanya Jessie saja yang terbengong. “Tunangan apaan? Yura, kamu sudah tunangan?”Yura berdeham ringan. “Aku lupa beri tahu kamu.”“Kamu nggak setia kawan banget, sih. Malah nggak beri tahu aku. “Jessie mencemberutkan bibirnya. Dia benar-benar tidak
Bos pemilik permainan berkata, “Dua puluh ribu diberi tiga kesempatan.”“Mahal sekali? Dua puluh ribu hanya diberi tiga kali kesempatan saja?” Dacia merasa sangat tidak menguntungkan.Bos mengangkat kepalanya. “Ini sudah paling murah. Tempat lain malah tiga puluh ribu.”Jessie menarik Dacia. “Dua puluh ribu juga nggak masalah. Nggak gampang bagi mereka untuk berbisnis. Kita juga cuma main-main saja.”Seusai berbicara, Jessie mengeluarkan uang tunai sebesar empat puluh ribu kepada bos. “Berarti enam kali kesempatan, ya.”Bos menyerahkan enam gelang kepada Jessie. Jessie menyukai sebuah gelang. Dia tahu gelang itu hanya barang KW, tapi kelihatannya sangat cantik. Jessie melempar ke sana, tetapi dia tidak berhasil mendapatkannya.Setelah melempar dua kali lagi, Jessie masih saja tidak berhasil mendapatkan targetnya. Sekarang hanya tersisa tiga kali kesempatan.Ketika melihat Jessie putus asa, Ariel pun mengambil sisa gelang dari tangan Jessie. “Coba lihat aku.”Ariel melirik tepat ke sisi
Larut malam, kota kuno ini terasa sunyi dan hening, hanya suara serangga yang bergema di antara rerumputan.Sebuah lampu menerangi rerumputan di luar tenda, menambah suasana menjadi semakin hening dan tenang.Jessie membalikkan tubuhnya masih belum tertidur. Saat sebuah tangan panjang merangkul pinggangnya, lalu memasukkan Jessie ke dalam pelukannya. “Tidak bisa tidur?”“Emm.” Jessie bersandar di dalam pelukannya. “Kak Jules, aku ingin ke toilet, tapi aku nggak berani.”Jules mencium kening Jessie. “Biar aku temani.”Mereka berdua berjalan keluar tenda. Jules mengeluarkan senter, lalu berjalan bersama Jessie. Saat mereka tiba di depan pepohonan, Jessie membalikkan tubuhnya untuk menatap Jules. “Tunggu aku di sini.”Jules mengangguk. “Panggil aku kalau ada apa-apa.”Jessie berjalan ke dalam pepohonan, tetapi dia juga tidak berani berjalan terlalu jauh.Setelah buang air, Jessie segera keluar dan memeluk lengannya. “Selesai.”Jules mengulurkan tangan untuk merangkul Jessie.Setelah kemba
Jodhiva juga tersenyum. “Cepat juga, tapi masih tergolong pagi.”Jessie menyandarkan kepalanya di atas paha Jules sembari memandang langit. Beberapa saat kemudian, dia bertanya, “Kenapa rasanya bakal turun hujan?”Orang-orang langsung melihat ke sisi Jessie.Jerremy menarik napas dalam-dalam. “Kamu jangan sembarangan bicara.”Dacia memandang ke atas langit. Langit memang kelihatan cerah, tetapi malah kelihatan mendung di bagian atas gunung. “Mungkin cuma mendung saja?”Sudah jam segini, tapi matahari masih belum menampakkan diri. Seharusnya hanya mendung, tidak sampai tahap turun hujan.Ariel berkata, “Ramalan cuaca hari ini tidak mengatakan akan turun hujan hari ini. Aku merasa seharusnya tidak akan turun hujan.”Kecuali, ramalan cuaca tidak akurat!Beberapa orang tinggal sejenak. Jules merasa ada tetesan air di wajahnya. Dia mengusap sejenak. “Eh, turun hujan, deh.”Ariel duduk di tempat. “Apa?”Jessie menunjukkan senyuman canggung di wajahnya. “Firasatku mengatakan bakal turun hujan
Yang lain juga sudah setuju.Setelah masakan disajikan, Jessie melihat makanan berwarna putih dengan berbentuk seperti kipas. Dia bertanya pada bos, “Apa ini?”Bos memperkenalkan dengan tersenyum, “Ini namanya ‘milk fan’, terbuat dari susu. Karena warnanya putih dan agak transparan, ditambah bentuknya seperti kipas, makanan ini pun diberi nama ‘milk fan’.”Ariel mencicipinya. “Emm, rasanya enak juga.”Dacia dan Jerremy juga telah mencicipinya. Rasanya memang cukup enak.Setelah masakan selesai dimasak, Bos pun menyajikan ke atas meja. “Ini adalah mie beras dengan ditaburi ayam dingin dan berbagai bahan tambahan. Ayam dimasak dengan bumbu khas, lalu disiram dengan saus buatan sendiri, minyak cabai, minyak lada hitam, dan ditambahkan kenari panggang. Ini adalah salah satu makanan khas daerah kami. Biasanya para wisatawan juga sangat menyukainya.”Jessie mencicipi sesuap. Ariel pun bertanya, “Gimana rasanya?”Jessie mengangguk, lalu menyantapnya dengan suapan besar.Yang lain juga ikut me