Share

Kembalinya Pendekar Tanpa Tanding
Kembalinya Pendekar Tanpa Tanding
Author: Ricky Wicaksono

Kematian Dewa Pedang

Dibawah guyuran hujan dan sambaran petir yang terus menggelegaar, dua pria setengah baya terlihat berdiri tegak, diantara tumpukan mayat yang bergelimpangan sambil saling menatap satu sama lain.

Sekilas tak ada yang aneh dengan mereka, namun jika dilihat lebih dekat, tetesan air yang mengguyur keduanya perlahan berubah memerah, karena bercampur dengan darah segar yang terus keluar dari luka sayatan pedang di tubuh masing-masing.

"Wiratama, aku cukup terkejut dengan ilmu kanuraganmu yang ternyata tidak lebih besar dari namamu! Sepertinya, julukan Dewa Pedang yang disematkan padamu terlalu berlebihan ..." Ucap salah satu pria berbadan besar yang terlihat lebih tua, sambil terkekeh puas.

Pria setengah baya yang dipanggil Arya Wiratama itu tidak langsung menjawab. Dia masih cukup terkejut dengan kekuataan puluhan pendekar misterius yang muncul tiba-tiba di area pertarungan itu.

Bagaimana tidak, hanya dalam waktu tak sampai tiga jam, para pendekar sakti aliran putih yang dipimpinnya tewas mengenaskan, dibunuh puluhan orang yang ilmu pedangnya tak pernah dia lihat sebelumnya.

"Siapa kalian sebenarnya? Aku cukup yakin tak ada satu perguruan pun di Nusantara yang memiliki ilmu pedang seperti kalian..." Balas Arya sambil melempar pandangannya kesekitar dan mengamati wajah-wajah tegas puluhan pendekar yang mengepungnya.

Tubuh Arya kemudian bergetar hebat ketika sekali lagi, melihat ratusan mayat pendekar gabungan aliran putih tergeletak di tanah dengan kondisi mengenaskan. Dia benar-benar tidak menyangka pertempuran melawan para pendekar Rajawali Kembar yang hampir mereka menangkan itu berakhir dengan pembantaian setelah kemunculan orang misterius itu.

"Hahaha, pengamatanmu benar-benar tajam tua bangka," Jawab pendekar misterius itu sambil menyarungkan kembali pedangnya.

"Sayangnya, Pertanyaanmu itu akan terjawab ketika pedangku berhasil memenggal kepalamu!"

Melihat lawannya sudah menyarungkan kembali pedangnya, Arya Wiratama seketika meningkatkan konsentrasi. Dia sadar dalam ilmu pedang serangan yang paling berbahaya adalah ketika pedang itu pertama kali meninggalkan sarungnya.

Tidak mudah menghadapi tipe jurus pedang seperti itu karena tidak ada yang benar-benar tahu ke mana arah dan jenis serangan, sebelum pedang itu tercabut dari sarungnya. Hanya ada beberapa pendekar tingkat tinggi yang mampu membaca arah seranganya, itu pun hanya sebuah perkiraan yang didapat dari pengalaman bertarung.

"Begitu ya ... Sepertinya kalianlah dalang dibalik berdirinya perguruan Rajawali kembar dua puluh tahun yang lalu ... " Arya Wiratama memejamkan matanya, dia kembali teringat pada kejadian dua puluh tahun lalu, yang menjadi awal dari rentetan kekacauan besar di Nusantara.

"Andai saja aku menyadarinya lebih cepat, mungkin saja ..."

"Memghentikan kami?! Sepertinya, kau masih belum sadar perbedaan kekuatan diantara kita?" Potong pria berwajah tegas itu sambil memberi tanda para para pendekarnya, untuk tidak ikut campur pada pertarunganya kali ini.

"Jangan terlalu sombong tuan, walau ilmu pedangmu sangat cepat dan aneh, tapi aku juga tidak selemah yang kau pikirkan ...." Arya Wiratama menarik pedangnya ke depan.

Keduanya tampak terdiam cukup lama dalam posisi siap menyerang sebelum bergerak bersamaan saat suara petir terdengar dari langit.

Ketika keduanya bergerak, bebatuan yang ada disekitar area pertarungan kembali terangkat dan beterbangan ke udara. Gesekan kekuatan besar yang meluap dari tubuh mereka, membuat udara memadat dan mengangkat semua yang ada di sekitarnya.

Pendekar misterius yang lebih unggul dalam hal kecepatan menyerang lebih dulu, memanfaatkan kuda-kuda Arya yang belum terbentuk sempurna, dia menendang batu kecil yang melayang didekatnya sambil mencabut pedangnya.

"Dewa Pedang Terkuat? Menggelikan!"

"Srang!"

"Wuuush!"

Pedang berwarna hitam milik pendekar misterius itu keluar dari sarungnya. Sangat cepat dan tanpa suara, hanya itu yang bisa menggambarkan gerakan pedangnya setelah tercabut.

"Jurus Pedang Matahari gerbang ke empat : Hembusan angin penghancur sukma!"

"Ju... Jurus aneh ini lagi? Tidak, ini jauh lebih cepat..."

Serangan itu datang dengan cepat, dan sesuai dugaan Arya, serangan yang terlihat sederhana tapi sangat mematikan itu tak mampu dihindarinya dengan sempurna walau sudah berusaha membaca kemana arah ayunan pedangnya akan bergerak setelah tercabut dari sarungnya.

Arya Wiratama kemudian mendorong tubuhnya kebelakang untuk mengurangi efek serangan, namun karena pijakan kakinya goyah akibat tekanan tenaga dalam lawan, pertahanannya seketika terbuka lebar.

Melihat pertahanan Arya Wiratama goyah akibat serangan pertamanya, pria itu kembali melepaskan empat serangan yang jauh lebih cepat.

Bukannya gentar dengan serangan bertubi-tubi lawannya, Arya justru terlihat semakin bersemangat walau tubuhnya sudah mencapai batasnya. Dia tampak sudah tidak peduli lagi dengan kemenangan yang sebenarnya sudah sempat ada didepan matanya.

"Akan kubalas kematian mereka puluhan kali lipat!"

Arya secara mengejutkan berhasil menangkis serangan pendekar itu di detik terakhir, namun, ketika dia berusaha menyerang balik, sesuatu yang mengejutkan terjadi.

Ayunan pedang pendekar itu berubah begitu lembut, dia menggeser sedikit pegangan tangan di gagang pedangnya untuk memindahkan beban ke tangan kirinya sebelum melakukan serangan tusukan.

"Jurus pedang Matahari gerbang ke enam : Tusukan penghancur karang!"

Empat tusukan dalam waktu kurang dari satu detik menghunjam tubuh Arya Wiratama tanpa bisa dihindari sama sekali. Pria malang itu seperti merasakan dua putaran waktu berjalan berbeda di sekitarnya.

Tubuhnya terasa melambat, namun di saat yang hampir bersamaan kecepatan lawannya justru meningkat tajam.

"Luar biasa .... Jurus pedang ini seperti melawan semua prinsip ilmu kanuragan ... " tubuh Arya Wiratama langsung terhuyung dan kali ini dia benar-benar telah mencapai batasnya.

Arya Wiratama seketika muntah darah dan dengan lubang besar menganga di perutnya, dia masih memaksa tubuhnya berdiri sambil berusaha mencengkeram leher pendekar misterius itu dengan tangan kirinya.

"Si ....siapa sebenarnya kalian, dan dimana kalian bersembunyi selama ini sampai kami tidak bisa mendeteksi.."

"Namaku adalah Harsa Wiseso, salah satu pendekar penjaga Kamandaru... Ingat lah nama itu baik-baik saat kau berada di neraka!"

"Crash!"

Dengan satu gerakan berputar, pendekar misterius itu menarik pedangnya ke sisi kiri sebelum memeganggal kepala Arya cepat.

Tubuh Arya seketika bergetar hebat sebelum tumbang bersama kepalanya.

"Ka.. Kakang, kau membunuhnya?! Bukankah kita belum mendapatkan kitab pusaka itu?" Ucap temannya terkejut.

"Dia tidak membawa kitab itu, aku sudah memastikannya saat bertarung tadi," Balas Harsa Waseso sebelum memerintahkan beberapa orang untuk memeriksa gua kecil ditengah alas Purwo yang sering digunakan Arya bersemedi.

"Periksa gua itu, aku yakin dia menyembunyikan kitab Naga Api di sana," Lanjut Harsa Waseso tanpa menyadari kemuculan aliran energi aneh muncul di Cakra Mahkota Arya.

Aliran energi misterius berbentuk api merah yang akan merubah takdir Arya Wiratama dengan cara yang tak pernah terbayangkan oleh siapapun itu menyusup ke pusat Cakra Mahkota dan mempertahankan ingatan pria yang dijuluki Dewa Pedang itu.

Comments (16)
goodnovel comment avatar
Edi Susanto
cerita yang mengangkat kearifan lokal, menarik dan membuat penasaran pembaca, lanjutkan
goodnovel comment avatar
reyzz fernando de'pezza
bagus tor... lanjut tor
goodnovel comment avatar
Karin Delon
lanjuutttt
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status