Share

Desa Karang Bambu

Arya kembali merasakan sakit yang luar biasa diseluruh tubuhnya saat mendapatkaan kembali kesadarannya. Namun berbeda dari sebelumnya yang tidak bisa langsung bergerak karena kehabisan tenaga, kini, dia merasa tubuhnya begitu bugar seolah sudah tertidur cukup lama.

"A ... Aku masih hidup?!" Ucap Arya pelan sambil memeriksa dadanya yang terkena tapak penghancur tulang para pendekar Racun Selatan.

"Oh kau sudah sadar? Kupikir akan butuh waktu beberapa hari untukmu siuman,"

"Beberapa hari?!! Memangnya, sudah berapa lama aku tak sadarkan diri?" Balas Arya pelan sambil menoleh ke arah Sudarta yang duduk tidak jauh darinya.

"Sepertinya empat atau lima jam," Jawab Sudarta cepat.

"Hanya empat jam?!! Tapi bagaimana mungkin, aku bahkan merasa tubuhku begitu bugar dan..."

"Para pendekar yang menyerang kita tadi, adalah anggota Racun Selatan yang mengincarku dan sekarang, kau sudah terlibat dalam masalah ini.. Jika dirimu tidak memiliki tujuan, ikutlah denganku karena mereka pasti akan mengincarmu..." Potong Sudarta, dia berusaha mengalihkan pembicaraan karena tak mungkin menjelaskan ajian Penghancur Sukma penghisap Energi pada anak sekecil Arya.

"Ikut denganmu? Ah maaf kek, bukan aku meremehkan Alang-Alang Kumitir, tapi ada hal pemting yang harus aku lakukan. Terima kasih atas tawaran anda dan..."

"Kau .... Bagaimana kau tahu aku berasal dari Alang-Alang Kumitir," Sudarta tiba-tiba bersikap waspada, dia sangat yakin tidak mengenakan atribut kebesaran perguruannya dan para pendekar Racun Selatan tadipun tak menyebut nama Kumitir.

Sudarta memang berpakaian seperti orang biasa, untuk menyembunyikan identitasnya. Dia bahkan memakai jubah lusuh dan menutup pedangnya dengan kain putih.

Arya yang menyadari kesalahannya langsung menggaruk kepalanya, dia jelas tidak mungkin menceritakan kenyataan tak masuk akal jika ini adalah kehidupan keduanya. Hingga akhirnya, Arya terpaksa mengarang mengetahui identitas Sudarta dari ucapan pendekar yang menyerangnya.

"Pe... Pendekar yang menyerangku tadi sempat mengatakan jika aku adalah murid terbodoh Alang-Alang Kumitir karena tak menguasai ilmu kanuragan. Mungkin dia mengira aku adalah muridmu kek... " Jawab Arya terbata-bata.

Sudarta mengamati Arya dari bawah sampai atas. Sejujurnya, dia sulit percaya pada penjelasan Arya, namun karena hari mulai sore, dia mencoba mempercayainya. Lagi pula, selain Ajian kuno tadi, bocah dihadapannya itu memang tidak menguasai kanuragan sama sekali.

"Baik... aku mempercayaimu kali ini. Sekarang sebaiknya kita segera pergi dari tempat ini karena..."

"Maaf kek, aku benar-benar tidak bisa ikut denganmu karena..."

"Jangan khawatir, aku tidak akan memaksamu ikut ke Kumitir. Namun, kau harus tetap bersamaku sampai kita keluar dari wilayah aliran hitam ini. Setelah itu, kau bisa pergi sesukamu!!" Potong Sudarta cepat.

Arya Wiratama terdiam sesaat sebelum menganggukkan kepala pelan, dia tak punya pilihan lain selain mengikuti Sudarta, karena dengan kemampuannya saat ini, dirinya tidak akan mampu melawan para pendekar Racun Selatan jika bertemu di jalan.

Dikehidupan sebelumnya, Arya mungkin bisa dengan mudah mengalahkan mereka bahkan jika Kartaa Jaya, ketua Racun Selatan ikut menyerangnya. Tapi saat ini kondisinya sangat berbeda karena dia "terjebak" ditubuh masa kecilnya.

"Terima kasih atas kebaikan anda, aku tak akan pernah melupakan ini semua," Arya menundukkan kepalanya sebelum berjalan mengikuti Sudarta.

Dan bersamaan dengan langkah kaki kecilnya, petualangan "baru" Arya Wiratama mengarungi kerasnya dunia Persilatan kembali dimulai.

"Harsa Waseso, Kamandaru... Siapa dia sebenarnya? Apa mungkin mereka saat ini sudah ada disuatu tempat?" Ucap Arya Wiratama dalam hati sambil memperhatikan punggung Sudara.

"Lalu, jika kakek tua ini harusnya tewas dalam penyerangan tadi...apa mungkin, alur kehidupaku juga akan berubah?"

Sepanjang perjalanan, Arya Wiratama terus memikirkan nasibnya kali ini. Dimulai dari alur waktu yang mungkin berubah karena Sudarta selamat dari penyerangan pendekar Racun Selatan, sampai perjalanan hidupnya saat ini yang mungkin akan jauh lebih sulit.

"Ah persetan dengan semua itu! Aku hanya perlu menjalani semua perlahan dan yang pertama harus aku lakukan adalah mempelajari kitab Pusaka Naga Api. Untung saja aku sudah menghafal isinya sebelum menghancurkannya...." Ucap Arya mantap, kini dia bertekad untuk menghentikan semua kekacauan yang akan terjadi tiga puluh tahun lagi dengan bantuan kitab Naga Api.

"Jika aku bisa menemukan Harsa Waseso dan kelompoknya sebelum perguruan Rajawali Kembar berdiri, kematian ratusan pendekar aliran putih tidak akan terjadi," Ucapnya sebelum memeprcepat langkahnya dan berjalan disebelah Sudarta.

"Kakek, aku berubah pikiran. Bisakah anda mengajarkan aku ilmu kanuragan Alang-Alang Kumitir?" Ucap Arya tiba-tiba.

"Berubah pikiran katamu?!" Sudarta menghentikan langkahnya tiba-tiba, dia cukup terkejut karena bocah itu sebelumnya menolak keras mempelajari ilmu kanuragannya.

"Apa yang membuatmu berubah pikiran begitu cepat?"

"Aku tak ingin mati konyol ditangan para pendear Racun Selatan. Bukankah kakek tadi mengatakan jika mereka pasti akan mengincarku lagi?"

Sudarta kembali terdiam, dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Arya sehingga merubah sikapnya tiba-tiba.

"Kau yakin hanya itu?" Kejar Sudarta.

Arya mengangguk cepat, dia kemudian berlutut dihadapan Sudarta layaknya seorang murid baru.

"Mohon terimalah anak tidak berguna ini tetua," Jawab Arya yang kemudian diikuti oleh lawa lantang Sudarta.

"Baik, aku akan menerimamu sebagai murid tapi dengan satu syarat, kau harus menjadi bagian dari perguruan Alang-Alang Kumitir," Balas Sudarta cepat. Apa kau bersedia?"

"Murid bersedia guru!" Sahut Arya.

"Hahahahaha ... Bagus, sekarang, kau adalah bagian dari Kumitir," Sudarta kembali tertawa, dia penepuk pundak Arya Wiratama beberapa saat sebelum mengajaknya melanjutkan perjalanan.

"Kau akan menjadi pendekar terkuat suatu saat nak."

Arya mengangguk penuh semangat, kini dia bisa mempelajari ilmu kanuragan dan kitab Naga Api lebih cepat dari kehidupan sebelumnya sambil mencari rahasia tersembunyi di balik ajaran kitab pusaka itu.

Sudah menjadi rahasia umum di dunia persilatan, jika kitab pusaka Naga Api menyimpan begitu banyak misteri di dalamnya. Namun, karena rumitnya aksara kuno yang digunakan, tak ada satu pun pendekar, termasuk Sudarta yang berhasil memecahkannya. Mereka hanya mampu mempelajari "kulit luar" Dari kitab kuno itu.

"Aku harus bisa memecahkan rahasia tersembunyi dibalik kitab Naga Api untuk mengimbangi Harsa Waseso dan para pendekarnya kelak.. Aku yakin kali ini bisa melakukannya, karena guru masih hidup," Ucap Arya dalam hati.

"Hei nak, kau lihat cahaya terang dikejauhan itu?!! Sepertinya kita sudah melewati perbatasan wilayah aliran hitam," Ucap Sudarta sambil menunjuk cahaya terang dikejauhan.

"Desa Karang Bambu?!! Bukankah jalur ini sedikit memutar jika tujuan kita Kumitir kek?" Jawab Arya bingung.

"Ah, jadi kau juga pintar membaca arah ya?"

"Aku hidup mengemis dari kecil, jadi mana mungkin aku tidak hafal jalanan ini," Jawab Arya cepat.

Sudarta mengangguk pelan, dia kemudian menjelaskan alasannya memilih jalan memutar, melewati wulayah terpencil itu.

"Aku harus bertemu dengan seseorang sebelum kembali ke Kumitir."

"Seseorang di desa Karang Bambu?" Sahut Arya terkejut, dia sedikit bisa menebak siapa orang yang akan ditemui Sudarta itu.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Ocha Lodha
lanjut thor....
goodnovel comment avatar
muson juhri
good job ...
goodnovel comment avatar
Y. Kurniawan
mantap suratap....alur crita yg sangat ciamik thor...lanjut ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status