Share

Terlahir Kembali

"Ra.. Rasa sakit ini? Inikah yang dinamakan kematian?!"

Arya Wiratama merasakan sakit yang luar biasa sesaat setelah kepalanya terpenggal oleh pedang Harsa Wiseso. Dia yang menyadari jika waktunya di dunia sudah habis, kemudian mencoba untuk meredam penyesalan dihatinya dan melupakan kejadian tragis yang baru saja dialaminya.

Arya jelas tak ingin mati penasaran serta membawa penyesalannya ke alam kematian. Dia merasa sudah cukup dan ingin mati dengan tenang setelah apa yang dilewatinya semasa hidup.

Namun semakin Arya Wiratama berusaha meredam rasa bersalah itu, hatinya justru semakin sakit, menggantikan rasa sakit ditubuhnya yang perlahan mulai menghilang.

"Dasar bodoh! Apa kau pikir bisa melupakan semua kesalahanmu yang telah mengakibatkan terbunuhnya ratusan pendekar aliran putih?!" Arya Wiratama seketika tersenyum kecut saat mengingat kembali apa yang baru saja terjadi.

Walau kemunculan para pendekar misterius itu bukan sepenuhnya salahnya, tapi penyerangan besar-besaran para pendekar aliran putih ke perguruan Rajawali Kembar hari ini adalah idenya.

Arya bahkan sempat jumawa dan yakin perguruan terkuat aliram hitam itu akan hancur sebelum puluhan pendekar misterius, dengan jurus pedang aneh muncul dan mengacaukan semua rencana yang dia susun selama hampir delapan tahun.

"Siapa para pendekar itu sebenarnya dan bagaimana mungkin mereka tidak terdeteksi sama sekali? Huh! Andai saja aku lebih berhati-hati, mungkin semua ini tak akan terjadi dan ... " Arya Wiratama tiba-tiba menghentikan ucapannya, dia merasa semakin bodoh karena masih memikirkan mereka saat dirinya sedang dalam perjalanan ke alam kematian.

"Semua sudah terlambat, kecuali aku bisa memutar waktu, dan mempelajari dengan serius kitab Naga Api itu..."

Arya kembali memejamkan matanya saat pandangannya perlahan menjadi gelap. Kini dia semakin yakin kematian itu nyata dan sedang menjemputnya.

"Setidaknya, aku telah menghancurkan kitab Naga Api terkutuk yang menjadi sumber dari semua kekacauan itu...." Ketika Arya sudah pasrah dan memilih melepaskan semuanya, seberkas cahaya merah tiba-tiba muncul dihadapannya.

"Cahaya merah? Apa ini pintu menuju alam kematian..." Belum sempat Arya Wiratama mengerti dengan apa yang terjadi, cahaya merah itu mendekat kearahnya dengan sangat cepat, dan menelannya.

"Hei tunggu, setidaknya beri aku penjelasan apa yang...."

"Wuuush!"

"Bluuub!"

Arya Wiratama langsung menjerit kesakitan, saat rasa sakit yang sempat hilang kembali muncul di tubuhnya. Dia berteriak mejerit sejadi-jadinya, sebelum sebuah pukulan menghantamnya.

"Buagh!"

"Hei anak bodoh! Mau sampai kapan kau tertidur seperti itu!" Sebuah suara berat yang menggelegar tiba-tiba terdengar ditelinga Arya dan menyadarkannya.

"Su ... Suara si tua bangka?!!" Mata Arya seketika terbuka saat mengenali suara berat itu.

"Tua bangka?! Berani sekali kau memanggilku seperti itu!!"

Diantara sudut-sudut mata Arya yang belum sepenuhnya bisa melihat dengan jelas, sesosok pria tua melemparkan sepotong ayam yang baru dibakarnya.

"Makanlah! Sepertinya tak sadarkan diri selama tiga hari membuat isi kepalamu terganggu!!" Lanjut pria tua itu ketus.

Arya terdiam sesaat, dia yang mulai bisa melihat dengan jelas tampak tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"A..Apa-apaan ini?" Arya Wiratama langsung memegang kepalanya yang terasa sakit, dia yang sangat yakin telah tewas terpenggal beberapa saat lalu, jelas terkejut saat mendapati terbangun di tempat dan situasi yang sangat diingatnya.

"Bukankah ini pertama kalinya aku bertemu dengan tua bangka brengsek yang memberiku kitab Naga Api? Tidak .... ini tidak mungkin terjadi, aku tidak mungkin kembali ke masa lalu," Arya berteriak keras sambil memukul-mukul kepalanya, tak ada orang waras yang bisa memahami apa yang terjadi padanya.

"Hei apa kau sudah gila? Berhenti berteriak dan makanlah ayam hutan itu dengan tenang! Lagi pula, aku tak akan memaksamu lagi mempelajari ilmu kanuraganku!!" Bentak pria tua itu kesal.

"Me .... Memaksaku mempelajari ilmu kanuragan?" Wajah Arya semakin pucat saat mendengar ucapan kakek tua itu. Kini dia ingat pertemuan pertamanya dengan pria tua itu terjadi ketika dirinya berumur empat belas tahun.

Saat itu, Arya yang masih hidup dijalanan sebagai pengemis tidak sengaja bertemu dengan kakek itu didalam hutan. Dia kemudian dipaksa mempelajari ilmu kanuragan karena dianggap memiliki bakat alami yang sangat besar.

"Tunggu, jika kejadian ini terulang lagi, maka..." Arya langsung melihat tangannya dan betapa terkejutnya dia saat mendapati kedua lengannya yang penuh otot dan dialiri tenaga dalam berubah kurus seperti anak kecil.

"Jika kau memang belum mau makan, istirahatlah dan tenangkan dirimu terlebih dahulu. Terkadang, tidak sadarkan diri selama tiga hari bisa membuat pikiranmu terganggu," Ucap pria tua itu sebelum bangkit dari duduknya dan berjalan kearah utara.

"Aku akan mencari air di sungai yang berada di pinggiran hutan ini!"

"Air? Tunggu, jangan pergi! Kau bisa mati jika tidak segera meninggalkan hutan ini!" Teriak Arya cepat.

"Mati?! Apa kau sekarang seorang peramal?" Ejek pria itu terkekeh sambil melambaikan tangannya.

"Aku tidak sedang bercanda! Cepat tinggalkan hutan ini atau ...."

"Aku juga tidak bercanda! Kau yang akan mati jika aku tidak mengambil air, karena sudah tiga hari dirimu tak sadarkan diri! Jadi berhentilah bicara omong kosong dan makan ayam itu!" Potong pria tua itu cepat.

"Kau..." Arya mengepalkan tangannya kesal, namun beberapa saat kemudian dia tersenyum kecut, dan memutuskan tak melanjutkan ucapanya.

"Benar juga, hanya orang gila yang percaya aku berasal dari masa depan dan masuk ke dalam tubuhku di masa kecil. Aku bahkan masih menganggap diriku sendiri gila," Arya terkekeh sesaat sebelum merebahkan tubuhnya di atas tanah. Dia benar-benar tak tau harus berbuat apa.

"Apa sebenarnya yang sedang terjadi padaku?!!" Saat Arya Wiratama mulai memejamkan mata, bayangan kematian pria tua yang kemudian dikenalinya sebagai Sudarata, ketua perguruan Alang-Alang Kumitir kembali muncul dipikirannya.

Kematian tragis sesaat setelah pria tua itu kembali dari mengambil air di sungai karena melindunginya dari serangan jarum beracun para pendekar Racun Selatan yang muncul tiba-tiba dari dalam hutan sempat membuat Arya merasa bersalah, sebelum memutuskan bergabung dengan perguruan pedang Petir untuk menuntut balas.

"Tidak.. aku tidak boleh diam saja sekarang. Jika kejadian ini adalah kesempatan kedua yang diberikan dewa untuk memperbaiki kesalahan maka aku harus meyelamatkannya.." Arya segera bangkit dari tidurnya dan mengamati sekitarnya, dia berusaha mengingat kejadian berdarah yang secara tidak langsung menyeretnya masuk ke dunia persilatan itu.

"Seingatku para pendekar sialan itu berjumlah delapan orang dan muncul dari dua arah. Kemudian, kakek itu datang dan..."

"Hei, ada apa dengan wajahmu itu?!" Ucap Sudarta lembut sambil berjalan mendekat.

"Kakek, sebaiknya kita..."

"Wuuush!"

Belum selesai Arya bicara, belasan jarum beracun berwarna perak tiba-tiba muncul dan melesat dari dalam hutan, persis seperti kejadian yang diingat Arya.

"Ja... Jarum perak?" Sahut Sudarta terkejut sebelum bergerak mendekat.

Comments (8)
goodnovel comment avatar
Edi Susanto
membawa ke alam imaji yang sangat tinggi, good job
goodnovel comment avatar
Arfandi BM
Mantap Thor
goodnovel comment avatar
Gendhis Sugerto
semangat dan lanjutkan menulisnya Thor. penasaran kelanjutan nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status