Share

Kembalinya Istri Tuan CEO
Kembalinya Istri Tuan CEO
Penulis: Azitung

KITC-01

Veny meronta, tali yang mengikat pergelangan tangannya terasa semakin menjerat kulitnya. Napasnya pendek-pendek, dadanya naik turun di tengah udara lembap dan pengap dari gudang tua itu. Bau anyir darah yang menempel di bajunya bercampur dengan bau lembap kayu yang lapuk. Matanya mencari Samy, mencari sedikit saja belas kasih, namun yang ditemuinya hanyalah tatapan dingin yang menusuk.

"Samy... kumohon... lepaskan aku..." suaranya hampir tak terdengar, serak oleh keputusasaan.

Namun Samy tetap berdiri kaku, tangannya mengepal, wajahnya menyiratkan kemarahan yang tak terkendali. "Aku membencimu, Veny. Kalau bukan karena dijebak... aku tak akan pernah menikahimu seumur hidupku." Kalimat itu keluar dari bibirnya dengan penuh racun.

Veny tersentak, tubuhnya gemetar. Kata-kata Samy menghancurkan hatinya, lebih menyakitkan daripada luka apa pun yang mungkin ditinggalkan oleh tali di pergelangannya. Dijebak? pikirnya. Apakah dia selalu berpikir begitu?

Kilas balik melintas di kepalanya. Hari ketika mereka pertama kali bertemu. Samy adalah pria yang hangat, tersenyum penuh cinta saat mereka berbicara untuk pertama kalinya. Mereka menikah dengan impian besar, atau begitulah yang dipikirkan Veny. Tapi sekarang, semua itu tampak seperti kebohongan. Kepulangan Moza kekasih masa kecil Samy menghapus sosok Veny di mata Samy, lelaki itu bahkan tak pernah menganggap Veny sebagai istrinya. Baginya Veny adalah kesialan dalam hidupnya.

Suaranya patah saat ia kembali berkata, "Aku tidak meracuni Moza... aku tidak bersalah."

Namun Samy tidak mendengarkan. Dia menatap Veny dengan kebencian yang begitu mendalam, seolah-olah setiap kata yang keluar dari mulutnya hanyalah omong kosong.

Di tengah rasa sakit dan keputusasaan itu, sesuatu berubah dalam diri Veny. Sebuah kesadaran baru mulai tumbuh, bahwa cinta yang diidamkannya tidak akan pernah ia dapatkan. Tidak dari Samy.

Aku harus pergi dari sini, pikir Veny. Aku tidak bisa terus berharap pada sesuatu yang sudah mati.

Veny menatap Samy dengan mata yang penuh luka. "Kalau kamu memang tidak menginginkanku... lebih baik lepaskan saja aku," suaranya bergetar, tapi ada keteguhan yang merasuk dalam nadanya. Dia sudah lelah memohon, lelah berharap.

Samy terdiam sejenak kemudian tertawa. Tawa yang konyol, dingin dan tanpa rasa. "Dia berjalan mendekati Veny, tatapannya liar penuh dengan kebencian yang tak terungkapkan.

"Melepaskanmu?" gumamnya sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Veny. "Kamu pikir semudah itu?" Dengan gerakan cepat Samy mencengkeram dagu Veny dengan kasar, mencubit kulit halusnya sampai terasa sakit. Jari-jarinya begitu kuat hingga membuat kepala Veny terpaksa menoleh ke atas, memaksanya menatap mata Samy yang menyala dengan kemarahan.

"Jangan mimpi!" bisiknya dengan nada dingin. "kamu akan tetap di sini sampai aku memutuskan hukuman apa yang akan kuberikan padamu."

Veny meringis, rasa sakit menjalari wajahnya, tapi yang lebih menyakitkan adalah kenyataan pahit bahwa pria yang pernah dia cintai ini telah berubah menjadi musuhnya. Sekarang dia tau di dalam hati Samy tidak akan pernah ada cinta untuknya selain hanya kebencian.

Setelah Samy melepaskan cengkeramannya dengan kasar, dia melangkah mundur menatap Veny dengan kebencian yang seolah tak berujung. "Aku akan meninggalkanmu di sini untuk berpikir," katanya dengan sinis sebelum berbalik dan meninggalkan gudang. Pintu kayu itu berderak keras saat ditutup, suaranya menggema di ruangan sempit itu.

Veny terdiam sejenak, terisak dalam keheningan. Dia merasa tubuhnya lelah dan hancur, tetapi pikirannya mulai bekerja. Aku harus keluar dari sini. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

Matanya mencari-cari sesuatu apa saja yang bisa membantunya keluar dari ikatan ini. Dalam kegelapan gudang, dia melihat sebuah pecahan kaca kecil di lantai, sisa dari botol yang mungkin telah lama pecah. Meski tangannya terasa sakit oleh tali yang begitu ketat, Veny memaksakan diri bergerak, merangkak perlahan ke arah pecahan kaca itu. Setiap gerakan terasa menyakitkan, tetapi tekadnya semakin kuat.

Dengan susah payah, Veny berhasil meraih pecahan kaca tersebut dan mulai menggesekkan ujung tajamnya ke tali di pergelangan tangannya. Keringat mengalir di wajahnya, jantungnya berdetak cepat karena takut Samy akan kembali sebelum dia berhasil.

Butuh beberapa menit, namun tali itu akhirnya mulai mengendur. Dengan sekali tarik, Veny membebaskan tangannya, napasnya terengah-engah. Tanpa membuang waktu, dia melepaskan ikatan di kakinya dan berdiri. Tubuhnya gemetar, tapi dia tahu dia harus bergerak cepat.

Matahari sudah terbenam, dan malam mulai menyelimuti area perumahan. Veny mengintip dari celah pintu gudang, memastikan tidak ada yang berjaga. Saat kesempatan itu datang, dia membuka pintu dengan perlahan dan menyelinap keluar, menyatu dengan bayang-bayang malam.

Dengan pakaian penuh darah dan tubuh yang lemah, Veny melarikan diri dari tempat yang dulu dia sebut rumah menuju ketidakpastian, tetapi dengan satu hal yang pasti di hatinya, dia harus bertahan hidup, dan pergi sejauh mungkin dari kota ini dan tidak akan bertemu lagi dengan Samy.

Veny terus berlari, kakinya yang telanjang menapak keras di atas tanah berbatu. Setiap langkah terasa perih, tetapi ia tak peduli. Rasa sakit itu tidak sebanding dengan kepedihan yang menggerogoti hatinya. Pakaian kotor dan darah yang mengering di tubuhnya membuat orang-orang yang berpapasan dengannya menatap penuh keheranan. Beberapa berbisik sementara yang lain hanya terpaku, tapi Veny tidak memedulikannya.

Satu hal yang memenuhi pikirannya. Pergi, selamatkan diri.

Dia semakin mempercepat langkah sampai tiba-tiba kakinya menyentuh aspal keras. Nafasnya terengah-engah saat dia menyadari bahwa ia sudah sampai di jalan raya. Belum sempat berpikir lebih jauh, lampu terang dari sebuah mobil menyilaukan matanya.

Suara deru mesin mobil Range Rover terdengar kencang, namun segalanya terasa begitu cepat. Dalam sekejab mobil itu menghantam tubuh Veny. Tubuhnya terlempar ke udara sebelum jatuh keras ke atas aspal keras. Rasa sakit yang luar biasa menjalar cepat ke seluruh tubuhnya, namun kesadaran segera memudar sebelum dia sempat merasakan semuanya.

Pengendara mobil seorang pria muda dengan wajah panik segera turun dari kendaraannya. "Tolong! ada yang terluka, panggil ambulan!" teriaknya dengan nada cemas, tangannya gemetar saat dia berlutut di samping tubuh Veny yang tergeletak tak sadarkan diri. Orang-orang yang tadinya hanya menatap kini mulai berkerumun, ponsel mereka sibuk merekam dan beberapa mulai menelpon emergency.

Di tengah keramaian itu hanya satu hal yang tetap sepi, yaitu kesadaran Veny yang perlahan memudar ke dalam kegelapan yang tak terjangkau.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status