LauraTanganku gemetar ketika aku menekan ubin keramik wastafel. Aku menarik dan membuang nafas dalam-dalam, mencoba mengontrol emosiku. Aku tidak akan membiarkan traumaku mengalahkanku seperti itu, aku akan berjuang.Semua hal di restoran Charme mengingatkanku pada Jason dan bagaimana kisah kami berakhir dengan cara yang sangat buruk. Lima tahun telah berlalu, tapi rasanya seperti pria itu masih bersikeras untuk hadir kembali di benakku untuk menyiksaku.Aku menutup mata dengan rapat, mencoba memusatkan perhatianku kepada putri kecilku, yang merupakan orang paling penting di hidupku dan harta karunku satu-satunya. Aku harus mengontrol emosiku dan kembali menjadi wanita yang mandiri dan bertekad yang sudah mekar dalam diriku setelah tahun-tahun yang sulit itu.Lalu, aku mengangkat kepalaku, melihat pantulanku di cermin di hadapanku, dan mengambil nafas dengan dalam lagi. “Ayolah, Laura, kamu bisa melakukannya,” ucapku pada diri sendiri dengan tegas. Aku merogoh tasku untuk perlengk
“Waktu telah memperlakukanmu dengan baik, Laura. Kamu terlihat cantik,” katanya, masih menatapku. “Astaga, aku masih tidak menyangka akhirnya aku menemukanmu.”Richard yang duduk di sampingku tertawa dan berkomentar, “Itu mengherankan, pertama tempat ini, kemudian kamu. Sepertinya Laura tidak pernah berhenti mengejutkanku.” Yang dia maksud adalah pertemuanku secara kebetulan dengan miliarder Jason Santoso. Aku tidak pernah memberi tahu Richard tentang kisahku dengan Jason. Aku sudah memberitahunya bahwa aku pernah menikah dan segalanya, tapi aku tidak pernah menyebutkan aku menikah dengan siapa.“Siapa kamu?” tanya Jason pada Richard dengan lagak yang tidak tertarik. Jason tidak perlu memaksakan simpati pada Richard karena dia adalah bosnya di sana, tapi berbeda dengannya, Richard harus membuatnya senang jika dia ingin Jason menyetujui proyek kami.“Ah, aku Richard Wijaya, Pak. Aku adalah teman dan rekan Nyonya Tanusaputera,” katanya.“Rekan?”“Iya, dia adalah orang yang mengatur
Laura“Maaf, tapi aku hanya ingin membicarakan tentang proyek kami,” ucapku, terlihat tenang dari luar, tapi dari dalam aku merasa hatiku bergejolak. Aku sudah tahu kalau mantan suamiku gila, tapi tidak segila ini. Maksudku, kenapa dia membeli tempat itu? Tidakkah dia memiliki tempat lain untuk membuang-buang uangnya? Ditambah lagi, kenapa dia berkata kalau dia membeli tempat ini atas namaku sebagai pemiliknya?“Maaf, tapi apa maksudnya kamu membeli restoran ini untuknya, Tuan Santoso?” tanya Richard terlihat kebingungan.“Setelah semua yang kamu lalui di tempat ini, Laura, kamu bisa melakukan apa pun untuk balas dendam,” ucap Jason, masih menatapku, benar-benar mengabaikan keberadaan Richard.“Apa yang kamu bicarakan?” tanyaku keheranan. Kenapa dia melakukan ini?“Pelayan!” panggilnya. Seorang pelayan mendatangi meja kami.“Ya, Tuan Santoso?” tanya pelayan tersebut.“Tolong panggil Mukhlis,” pintanya pada pelayan itu dan mataku terbelalak.Tuan Mukhlis adalah koki restoran ter
LauraPada saat itu, bahkan Richard tidak bisa menghentikanku. Dia melihat ada sesuatu yang salah di sana dan dia bisa melihat bahwa aku merasa tidak nyaman terhadap situasi tersebut. Jadi, walaupun awalnya dia mengira Jason Santoso adalah penyelamatku, sekarang dia tidak berpikir begitu lagi. Aku masih menatap dengan tegas mantan suamiku yang juga sedang menatapku dengan senyuman di wajahnya. Di matanya, ada percikan kegembiraan, seolah-olah untuk pertama kalinya dia baru benar-benar hidup.“Baiklah, mari kita bicarakan pekerjaan,” ucapnya. “Kamu boleh duduk lagi, Laura.”Aku mengangguk dan duduk kembali di kursiku, berusaha sekuat tenaga untuk mengontrol emosiku. Jason masih memandangiku dan aku mengambil segelas anggur dan meminumnya untuk menahan diri tidak mengeluarkan kata-kata yang tersangkut di tenggorokanku. Maksudku, beraninya dia muncul kembali di kehidupanku dan berpikir dia bisa memberikanku keadilan dengan membeli restoran itu dan menawarkannya padaku supaya aku bisa b
JasonSetelah mencari wanita ini sekian lama, di kesempatan pertamaku, aku malah merusak semuanya dan membuatnya pergi.Aku sudah memimpikan momen ketika aku akan bertemu dengannya lagi. Aku sudah berlatih berkali-kali di depan cermin. Aku sudah memilih kata-kata yang tepat supaya aku tidak melukainya. Aku sudah mempersiapkan diriku, tapi ketika aku melihatnya lagi, semua bagian dari diriku kebingungan. Aku tidak bisa melakukannya lagi. Aku tidak bisa menyusun kata-kata yang jelas selain merasakan jantungku berdegup begitu kencang di dalam dadaku. Demikian pula, aku ingin sekali menyebutkan namanya, aku ingin sekali meminta maaf padanya, dan aku ingin sekali mengatakan apa yang aku rasakan padanya. Seharusnya aku lebih baik padanya dan menyayanginya, tapi yang kulakukan hanyalah membuatnya takut. Lagi.Langit pasti sedang menghukumku dengan hukuman paling keji atas semua perbuatan jahatku pada wanita itu. Lima tahun telah berlalu dan aku begitu hancur, sementara Laura membuktikan
JasonAku menjalani hidupku berpikir bahwa hal-hal akan membaik jika aku tetap bersama Kinan dan aku akan menjadi orang yang bahagia. Sejak aku bertemu dengannya lagi di Surabaya dan kami berakhir mengingat-ingat masa ketika kami berpacaran saat masih remaja, aku menjadi gelisah, dan rasa cintaku pada Kinan dulu kembali begitu dahsyat sampai aku tidak menginginkan wanita mana pun selain dia. Bahkan istriku sekalipun.Aku tidak memiliki alasan untuk tetap menikah dengan Laura karena aku tidak mencintainya. Laura memang selalu menjadi temanku dan aku menikahinya karena aku frustrasi dengan Kinan ketika dia memutuskan untuk putus denganku karena dia ingin menjadikan hidupnya sebuah petualangan. Saat itu, Laura sedang kosong dan orang tuaku ingin aku menikah secepatnya untuk alasan hukum, supaya aku bisa mewarisi perusahaan mereka dan semacamnya.Dalam kata lain, aku menikahi Laura dengan alasan yang salah. Aku bukan menikahinya karena cinta. Namun, ketika aku melihat Kinan lagi, rasany
Laura“Aku sudah mengacaukan semuanya, ya?” tanya Richard seraya mengendarai mobil. Aku hanya menghela nafas dalam diam sambil mengelap air mataku dan memperbaiki riasan wajahku. Aku akan segera bertemu anakku dan aku tidak ingin dia melihatku dengan wajah yang sembab dan mata merah karena menangis. Aku tidak ingin anakku tahu aku sehabis menangis.“Sejujurnya, kamu mengacau, Richard,” jawabku dengan pahit. Masih sulit mengingat cara dia memperkenalkanku pada Jason saat makan siang itu yang memalukan.“Begini, aku hanya ingin kamu tahu kalau aku mencoba membantumu. Ya ampun, Laura. Dia adalah Jason Santoso, sang miliarder yang hampir memiliki seluruh Jakarta! Dia bisa membuatmu tidak bisa menapak kota itu lagi hanya dengan rekomendasinya. Aku bahkan akan menjual jiwaku padanya jika itu bisa membantumu. Bagaimana aku bisa tahu kalau dia sebenarnya adalah mantan suamimu?” Dia mencoba menjelaskan dan aku tidak bisa mengelak bahwa dia benar. Richard hanya ingin membantuku.“Tidak apa-a
LauraAku memahami alasan Richard enggan untuk menerima permintaan Nemesis bahwa aku dan timku harus pindah ke Jakarta Selatan selama proyek itu berlangsung. Karena Richard sudah tahu bahwa Jason adalah mantan suamiku, dia takut kalau Jason akan melukaiku entah bagaimana caranya. Aku juga takut akan hal itu, dan bukan hanya itu, berada di dekat Jason akan membuka kembali luka lama yang baru sembuh setelah sekian lama.Aku tahu akan terasa menyakitkan untuk berada di dekat Jason lagi. Ditambah, aku tentu akan menderita karena segalanya tentang dia akan mengingatkanku pada kejadian tidak mengenakkan yaitu perceraian kami, tapi aku harus mempertimbangkan dan memikirkan dengan masak perihal hal itu. Proyek ini bukan hanya tentangku, tapi tentang seluruh tim Hextec. Semuanya sudah bekerja keras untuk menyelesaikan proyek ini, dan sekarang karena kita sudah memenangkan kesempatan ini, tidak peduli seberapa terlibatnya mantan suamiku, itu adalah kesempatan bagus yang sayang sekali untuk dil
JasonSekrup pada botol sampanye mengeluarkan bunyi “pluk” dan kemudian sampanyenya terbuka, membuat tangan Tama sepenuhnya tertutupi oleh busa.“Hore! Itu dia, kawan,” serunya seraya dia mulai menuangkan minumannya ke gelas kami.“Sempurna,” komentarku sambil tertawa.“Luar biasa! Jangan minum terlalu banyak, oke? Kamu tidak boleh mabuk sebelum diperbolehkan. Kamu tidak mau menerima ‘tidak’ sebagai jawaban di altar hanya karena kamu mabuk, ‘kan?” katanya, membuatku dan teman-temanku tertawa.“Jangan membawa sial!” bantahku. Teman-temanku dan aku berada di ruangan privat di gedung perayaan pernikahanku. Kami sedang merayakannya sebelum perayaannya dimulai. Kami bersulang dan minum-minum sambil mereka memelukku dan memberiku selamat.“Aku tidak membawa sial, berhentilah menjadi orang b*rengsek. Laura tidak akan pernah menolakmu. Kamu tahu apa yang kubicarakan, ‘kan?” kata Tama sambil menepuk pundakku. “Wanita itu tergila-gila olehmu!”“Hmpf,” gerutuku setuju. “Aku tahu itu,” jawa
Tiga tahun kemudianLauraAku sedang memandang diriku sendiri di cermin saat aku selesai menambahkan sesuatu pada riasan wajahku, beberapa sentuhan diriku sendiri yang kami selalu berakhir lakukan bahkan setelah penata rias profesional melakukan pekerjaannya di wajah kami.Hari ini adalah hari yang sangat spesial. Itu adalah hari yang mana Jason dan aku akan menikah untuk kedua kalinya. Iya, butuh bertahun-tahun sejak kami kembali menjadi pasangan agar pernikahannya terjadi lagi. Pada awalnya, aku tidak terburu-buru untuk menikahi Jason karena pernikahan kami pada pendeta hanya dilakukan untuk mengonfirmasi cinta kami. Pernikahan kami yang sebenarnya terjadi setiap hari ketika aku terbangun di sampingnya dan kami memiliki pertukaran rasa hormat dan kedekatan pada satu sama lain setiap harinya.Jason telah banyak mengejutkanku selama beberapa tahun belakangan. Dia telah meningkat banyak dari sudut pandangku. Selama bertahun-tahun kami bersama setelah menjadi pasangan lagi, dia telah
Laura“Itu adalah masalahmu, Laura. Kamu berpikir aku bukan orang yang lebih baik, tapi aku tidak masalah dengan diriku yang saat ini, oke? Aku sangat bahagia dengan kehidupan yang kujalani dan keputusan-keputusan yang kubuat,” katanya, ingin bersikap kurang ajar.Apakah dia bahagia dengan keputusan yang dia buat yang membawanya ke dalam penjara?“Kalau begitu, bolehkah aku memberi tahu polisi kalau kamu mengirimkan Lukman untuk membunuh Graham di penjara? Dengan begitu, hukumanmu akan jauh lebih parah dan kamu akan menghabiskan sebagian besar hidupmu di penjara. Kalau begitu, apakah kamu masih bisa mengatakan bahwa kamu senang dengan keputusan yang kamu buat?” tanyaku padanya, melihatnya membelalakkan mata dengan terkejut.“Apa? Apa yang kamu bicarakan?” Dia terlihat terkejut saat dia mengatakan kata-kata itu.“Kamu tahu betul apa yang kubicarakan, Suzy. Jangan berpura-pura bodoh,” jawabku padanya dengan tanpa ampun hari ini. “Kamu menyewa Lukman untuk menyingkirkan Graham ketika
LauraSuzy mengenakan pakaian oranye ketika dia menerima kunjunganku di penjara. Dia terlihat berbeda, dengan beberapa lebam di wajahnya, seakan-akan dia terlibat pertengkaran, sesuatu yang tidak kuragukan karena dia adalah orang yang agresif dan sulit untuk ditangani. Wajar saja dia terus-menerus terlibat dalam pertengkaran dengan orang-orang di satu sel yang sama dengannya.Dia sedang memandangku dengan rendah. Meskipun dia tampak benar-benar kelelahan dalam seragam penjaranya, dia duduk di hadapanku di balik kaca kedap suara yang memisahkan kami.Dia menggenggam interkomnya dan kemudian berkata, “Apa yang kamu lakukan di sini? Apakah barangkali kamu datang kemari untuk memamerkan kebahagiaanmu padaku? Betapa bahagia dan kaya rayanya kamu? Kamu pasti menikmati hal itu, ‘kan? Aku ada di dalam tempat sampah ini dan kamu di luar sana menikmati kehidupanmu yang baik.” Dia tertawa cekikikan dengan aneh.Ada begitu banyak kegetiran dalam kata-katanya hingga itu membuatku takut. Sulit u
LauraSore itu, aku meninggalkan anak-anakku dengan ayah mereka dan pergi ke penjara tempat Suzy ditahan. Aku sudah ingin mengunjunginya dari beberapa waktu lalu. Itu adalah sore yang indah, dedaunan di pohon-pohon mulai berubah menjadi cokelat.Sejujurnya, aku merasa senang dengan kehidupan yang kujalani dalam beberapa bulan belakangan. Jason dan aku lebih memahami satu sama lain dan berusaha membuat cinta kami berhasil setiap harinya. Anak-anak kami pun makin bersinar. Si kembar sudah berusia tiga bulan, tumbuh menjadi makin kuat dan sehat. Bisnis berjalan dengan lancar. Ibuku kian pulih dari traumanya setiap hari tanpa banyak hambatan. Ada malam-malam ketika dia terbangun di pagi buta ketakutan, berteriak, dan memanggil-manggil Ernest karena mimpi buruk yang dia miliki membuatnya menerima masa lalu dengan mengerikan dan menakutkan.Di malam-malam seperti itu, aku berlari ke kamarnya untuk memeluknya dan menenangkannya, memberitahunya bahwa semuanya baik-baik saja dan bahwa monste
LauraAku menggenggam tangannya dan dengan lembut mendekat ke tempat tidur bayi. “Tidak apa-apa, Ma. Kamu tidak perlu takut,” ujarku menyemangatinya.Dia tersenyum padaku dan menatap para bayi dengan senyuman manis di wajahnya, tapi kemudian senyumannya hancur dan ekspresi terkejut terpampang di wajahnya. “Ernest?”Dia menatapku. “Kenapa bayi-bayimu terlihat seperti suamiku?” Dia terlihat tertekan dan bingung.Aku mengedipkan mata, terkejut oleh perkataannya. “Apa maksudmu?”“Aku membicarakan bayi-bayimu. Mereka mirip sekali dengan Ernest. Kamu terus mengatakan kalau kamu adalah putriku. Jadi, itu benar?” tanyanya dengan alis yang berkerut.Aku mengusap tangannya berantisipasi. Apakah dia akan mendapatkan kembali ingatannya sekarang? “Vivian?”“Dia sudah mati, ya? Brian berhasil menjauhkan aku darinya, ya?” tanyanya dengan sedih, mengingat bagaimana Brian Tanusaputera telah berdosa padanya.“Ini semua sudah tidak penting lagi, Ma. Yang penting adalah kamu ada di sini bersamaku
Laura“Bayi-bayinya lahir dengan sehat seperti yang diduga. Perjalanan kita yang panjang berakhir hari ini,” kata Dokter Joanna, memberi selamat pada Jason dan aku yang menghadiri kelahiran mereka.“Kami juga berterima kasih padamu, Joanna, karena telah banyak membantu,” ujar Jason. Dia memelukku dari belakang selagi dia dan aku memandang bayi-bayi kami, sekarang sudah bersih dan diselimuti dengan baik, tertidur di tempat tidur mereka seperti dua malaikat kecil.“Sama-sama, saya hanya melakukan pekerjaan saya,” jawab wanita itu sambil tersenyum.“Mereka mirip sekali,” komentarku, masih terkagum oleh penampilan mereka. Mereka adalah bayi yang baru lahir, tapi aku sudah dapat melihat betapa miripnya mereka dengan satu sama lain.“Yah, kemungkinan besar mereka membawa genom yang sama karena mereka kembar identik,” jelas sang dokter, membuat Jason dan aku mengangguk setuju. “Sekarang, kita hanya perlu mengetahui siapa yang akan menjadi Daniel dan siapa yang akan menjadi Stefan,” katan
Laura“Pembukaannya sudah memungkinkan untuk proses persalinan,” kata Dr. Joanna, “dan dalam beberapa menit kita bisa memulainya. Apakah Anda sudah siap, Mama?” Dia tersenyum padaku dengan penuh harapan.Aku balas tersenyum. “Iya, aku sudah siap. Aku menantikannya, malah. Aku hanya berharap Jason bisa tetap waras untuk menyaksikan momen ini,” kataku sambil memandang Jason yang berada di sampingku dengan sebuah kamera, merekam momen itu. Aku telah memberikannya ide untuk merekamnya karena dengan begitu, dia bisa fokus pada hal lain selain kehilangan akalnya.Dr. Joanna dan aku tertawa ketika kami melihat ekspresi yang Jason buat. “Aku akan ada di sini, sangat waras, dengan mata yang terbuka lebar untuk melihat bagaimana keseluruhan prosesnya berjalan. Percayalah aku, sayang,” katanya sambil menggenggam tanganku.Aku tidak perlu melahirkan di rumah sakit atau sebuah klinik karena itu hanya akan membuatku lebih tidak nyaman, jadi aku lebih memilih untuk melakukannya di rumah, di ruang
LauraHari-hari berlalu dan hal-hal terjadi secara bertahap. Ibuku mulai menunjukkan kemajuan dan perlahan mendapatkan kewarasannya kembali. Ada hari-hari ketika dia akan terbangun dan mengingat hal-hal dari masa lalunya, tapi di hari selanjutnya dia akan merasa kebingungan lagi. Jadi, dia terus-menerus berjuang untuk pulih dari kegilaannya dan tidak memahami dunia saat ini yang sedang dia jalankan, sebab apa yang dia ketahui sebagai kebenarannya sudah berlalu beberapa tahun yang lalu.Hari ini, dia sudah merupakan wanita paruh baya dan putrinya sudah merupakan wanita dewasa. Jadi, setelah hambatan mental yang dia miliki selama ini, kami harus memiliki kesabaran dan kegigihan yang besar dalam pemulihannya karena itu terjadi hari demi hari.Jason telah kembali berkomunikasi dengan ayahnya dengan lebih natural. Dia telah memutuskan untuk meninggalkan semua rasa sakit yang dia terima dari ayahnya dan sekarang menjalankan kehidupan yang baru, pengalaman baru tanpa dendam, hanya menjadi