JasonSetelah mencari wanita ini sekian lama, di kesempatan pertamaku, aku malah merusak semuanya dan membuatnya pergi.Aku sudah memimpikan momen ketika aku akan bertemu dengannya lagi. Aku sudah berlatih berkali-kali di depan cermin. Aku sudah memilih kata-kata yang tepat supaya aku tidak melukainya. Aku sudah mempersiapkan diriku, tapi ketika aku melihatnya lagi, semua bagian dari diriku kebingungan. Aku tidak bisa melakukannya lagi. Aku tidak bisa menyusun kata-kata yang jelas selain merasakan jantungku berdegup begitu kencang di dalam dadaku. Demikian pula, aku ingin sekali menyebutkan namanya, aku ingin sekali meminta maaf padanya, dan aku ingin sekali mengatakan apa yang aku rasakan padanya. Seharusnya aku lebih baik padanya dan menyayanginya, tapi yang kulakukan hanyalah membuatnya takut. Lagi.Langit pasti sedang menghukumku dengan hukuman paling keji atas semua perbuatan jahatku pada wanita itu. Lima tahun telah berlalu dan aku begitu hancur, sementara Laura membuktikan
JasonAku menjalani hidupku berpikir bahwa hal-hal akan membaik jika aku tetap bersama Kinan dan aku akan menjadi orang yang bahagia. Sejak aku bertemu dengannya lagi di Surabaya dan kami berakhir mengingat-ingat masa ketika kami berpacaran saat masih remaja, aku menjadi gelisah, dan rasa cintaku pada Kinan dulu kembali begitu dahsyat sampai aku tidak menginginkan wanita mana pun selain dia. Bahkan istriku sekalipun.Aku tidak memiliki alasan untuk tetap menikah dengan Laura karena aku tidak mencintainya. Laura memang selalu menjadi temanku dan aku menikahinya karena aku frustrasi dengan Kinan ketika dia memutuskan untuk putus denganku karena dia ingin menjadikan hidupnya sebuah petualangan. Saat itu, Laura sedang kosong dan orang tuaku ingin aku menikah secepatnya untuk alasan hukum, supaya aku bisa mewarisi perusahaan mereka dan semacamnya.Dalam kata lain, aku menikahi Laura dengan alasan yang salah. Aku bukan menikahinya karena cinta. Namun, ketika aku melihat Kinan lagi, rasany
Laura“Aku sudah mengacaukan semuanya, ya?” tanya Richard seraya mengendarai mobil. Aku hanya menghela nafas dalam diam sambil mengelap air mataku dan memperbaiki riasan wajahku. Aku akan segera bertemu anakku dan aku tidak ingin dia melihatku dengan wajah yang sembab dan mata merah karena menangis. Aku tidak ingin anakku tahu aku sehabis menangis.“Sejujurnya, kamu mengacau, Richard,” jawabku dengan pahit. Masih sulit mengingat cara dia memperkenalkanku pada Jason saat makan siang itu yang memalukan.“Begini, aku hanya ingin kamu tahu kalau aku mencoba membantumu. Ya ampun, Laura. Dia adalah Jason Santoso, sang miliarder yang hampir memiliki seluruh Jakarta! Dia bisa membuatmu tidak bisa menapak kota itu lagi hanya dengan rekomendasinya. Aku bahkan akan menjual jiwaku padanya jika itu bisa membantumu. Bagaimana aku bisa tahu kalau dia sebenarnya adalah mantan suamimu?” Dia mencoba menjelaskan dan aku tidak bisa mengelak bahwa dia benar. Richard hanya ingin membantuku.“Tidak apa-a
LauraAku memahami alasan Richard enggan untuk menerima permintaan Nemesis bahwa aku dan timku harus pindah ke Jakarta Selatan selama proyek itu berlangsung. Karena Richard sudah tahu bahwa Jason adalah mantan suamiku, dia takut kalau Jason akan melukaiku entah bagaimana caranya. Aku juga takut akan hal itu, dan bukan hanya itu, berada di dekat Jason akan membuka kembali luka lama yang baru sembuh setelah sekian lama.Aku tahu akan terasa menyakitkan untuk berada di dekat Jason lagi. Ditambah, aku tentu akan menderita karena segalanya tentang dia akan mengingatkanku pada kejadian tidak mengenakkan yaitu perceraian kami, tapi aku harus mempertimbangkan dan memikirkan dengan masak perihal hal itu. Proyek ini bukan hanya tentangku, tapi tentang seluruh tim Hextec. Semuanya sudah bekerja keras untuk menyelesaikan proyek ini, dan sekarang karena kita sudah memenangkan kesempatan ini, tidak peduli seberapa terlibatnya mantan suamiku, itu adalah kesempatan bagus yang sayang sekali untuk dil
“Tidak! Jason tidak mencintaiku. Dia tidak pernah mencintaiku. Dia tidak mampu mencintaiku.”“Namun, dia mencintaimu, terpampang begitu jelas di wajahnya saat makan siang itu.”“Tidak, kamu salah! Jangan tertipu oleh pria itu, dia tidak akan bisa mencintaiku, dan itu tidak akan berubah!” Richard sangat keliru. Dia tidak mengenal Jason Santoso, dia tidak tahu apa-apa. Dia tidak tahu seberapa besar aku telah mengabdi kepada pernikahan kami untuk membuat Jason Santoso mencintaiku, dan pada akhirnya, aku bercerai dan raut wajahnya yang acuh tak acuh menyakitiku. Tidak, Jason Santoso tidak mencintaiku dan tidak akan pernah mencintaiku.Richard mengusap wajahnya yang masih kebingungan. “Aku hanya tidak ingin kehilangan kamu, Laura. Aku ketakutan, aku tidak tahu bagaimana jadinya hidupku jika kamu dan Anna pergi meninggalkan aku.”“Kami tidak akan ke mana-mana, Richard. Kami tidak akan meninggalkan kamu,” ujarku mencoba membuatnya tenang.Dia mengangguk dan menghela nafas pelan, membawa
Laura“Apakah kamu yakin semuanya baik-baik saja?” tanyaku dengan takut pada Richard yang berada di ujung telepon untuk memastikan bahwa Anne baik-baik saja. “Apakah dia baik-baik saja?”“Jangan terlalu khawatir, sayang. Aku sudah mengantarnya ke tempat penitipan anak. Dia baik-baik saja, dia hanya merindukanmu,” katanya mencoba menenangkanku. Aku menghela nafas lega. Aku tidak pernah bermalam tanpa anakku, tapi sekarang proyek ini memaksaku untuk pindah sementara ke Jakarta Selatan. Aku akan berpisah dengannya selama tiga bulan dan walaupun aku akan pulang ke Bogor tiap akhir pekan, aku masih merindukan anakku.“Kalau begitu, jangan sampai terlambat menjemputnya saat dia pulang, oke?”“Oke, Mama.” Dia tertawa padaku dan aku memutar mataku, memasuki lift di gedung ketika aku pergi ke kantor Nemesis. Itu adalah hari pertama aku mulai bekerja sesuai perjanjian, jadi aku akan bertemu dengan para direktur untuk mendiskusikan pekerjaan kami.“Aku hanya khawatir, Richard.”“Tidak ada y
LauraMatanya yang dalam terlihat seperti dua permata cokelat yang menarikku kian dalam ke dalam kilauan permata tersebut. Dia menjebakku dan berhasil membuatku mendengarnya hanya dengan satu tatapan. Semua hal terasa seperti membeku di sekitar kami ketika aku hanya bisa menatap pandangannya yang menawan. Aku bisa merasakan lengannya melingkari pinggangku, tangannya yang besar memegang badanku dan menangkapku, dadanya menekan dadaku sementara wajah kami hanya berjarak beberapa sentimeter, dan aku bisa merasakan nafasnya yang segar.Aku menghela nafas, memaksa diriku untuk sadar, dan menggenggam lengannya, mencoba berdiri. “Hati-hati, untung saja aku berada di belakangmu,” katanya dan aku menelan ludahku, merapikan bajuku.“Em…” Sutradara berdeham sebelum mulai berbicara. “Namanya studio, wajar saja ada banyak barang berceceran di lantai.” Dia tertawa, ikut merasa malu, lalu membungkuk dan mengambil bola benang yang membuatku tersandung dan hampir terjatuh.Semua orang di sana masih
LauraMalam itu, aku berbicara pada putriku melalui telepon video sampai dia tertidur. Aku ingin sekali berada di sampingnya, tapi sekarang aku tidak bisa. Aku menonton sambil tersenyum ketika Richard menggendongnya dan menidurkannya di kasur dengan berhati-hati seolah-olah anakku adalah telur yang berharga. Lalu, dia mencium keningnya dengan hangat dan meninggalkan kamarnya.“Biarkan putri kecil kita tidur,” katanya, dan aku mengangguk setuju. Aku sedang meminum anggur untuk menghilangkan pikiranku yang kalut.“Dia bersikap dengan baik, ‘kan?”“Dia adalah malaikat, kamu tahu itu.” Aku tersenyum mendengarnya dan meneguk anggurku lagu. “Hm, anggurnya terlihat enak. Apakah pekerjaanmu melelahkan hari ini?” Dia ingin tahu sambil membersihkan dapur di layar tablet.“Aku bisa mengatasi apa pun,” jawabku, menyandarkan kepalaku di sofa. Apartemen yang Nemesis bayarkan untukku sangat mahal dan lengkap. Aku yakin Jason ingin menyombongkan kekayaannya padaku.“Apakah kamu bertemu dengannya
Laura“Kamu mau makan apa untuk makan malam hari ini? Fetucini dengan jamur atau tenderloin dengan kentang?” tanya Jason padaku di ujung telepon lainnya. Dia terdengar bersemangat untuk mempersiapkan makan malam untukku dan itu membuatku senang.“Em, aku suka tenderloin, tapi aku juga ingin fetucini. Aduh, ya ampun, aku harus bagaimana sekarang?” Aku menghela napas sambil berbicara padanya di telepon. Aku sedang berada di tempat kerjaku sambil fokus pada pekerjaanku dan, pada saat yang sama, berbicara dengan suamiku di telepon.“Aku bisa buatkan dua-duanya kalau kamu mau,” usul Jason setelah terkekeh.“Aduh, seharusnya aku pilih satu saja,” gumamku. Jason terkekeh lagi.“Ini bukan salahmu, kamu hanya tidak dapat menahan masakanku, jadi sulit untuk memutuskan. Kamu tahu aku mahir dalam segala hal yang kulakukan,” sombongnya, seperti biasa.“Hm, karena kamu bersikeras, aku ingin dua-duanya,” kataku padanya, tersinggung.“Astaga, aku tahu kamu senang menghukumku, ‘kan, wanita? Namu
AnnaMalam itu, Panca dan aku bersenang-senang bersama. Kami menjahili Paman Juan dan tunangannya, hal-hal yang tidak benar-benar menyakiti mereka, tapi itu merenggut kedamaian mereka. Misalnya, menuangkan minyak zaitun ke dalam anggur Paman Juan, menambahkan garam pada potongan kue pernikahannya, meletakkan bantal kentut di tempat duduknya, dan ketika dia duduk, dia membuat suara kentut yang konyol yang membuat semua orang menertawainya, dan hal-hal semacamnya.Itu sangat menyenangkan bagiku. Meskipun itu belum cukup bagi Panca, melihat Paman Juan mengalami semua hal-hal menyebalkan itu sudah membuatnya lebih gembira. Namun, kami tertangkap di penghujung pesta. Karena kami hanyalah dua anak-anak, tidak ada yang menganggapnya serius. Ayahku dan Paman Juan meneriaki kami dan bilang mereka akan menghukum kami, jadi Panca dan aku berlari untuk bersembunyi ketika para orang dewasa sedang mengomel tentang kami.“Itu luar biasa! Gila,” seru Panca sambil tertawa ketika kami berhasil melari
AnnaIni semua dimulai ketika aku berusia 11 tahun dan Panca Mardian ingin membunuh ayah tirinya.“Apakah ayahmu punya pistol?” tanyanya ketika dia dan aku sedang bersembunyi di langit-langit ruang dansa, tempat pernikahan Paman Juan dan ibunya diadakan.“Apa?” Sesaat, kukira aku salah dengar, jadi aku bertanya.Dia menatapku, mata cokelat tuanya mencolok. Dia masih praremaja, tapi dia sudah sangat misterius dan membuatku penasaran. “Aku butuh pistol untuk membunuh ayah baruku,” ungkapnya padaku.“Paman Juan? Kenapa kamu ingin melakukan itu? Dia adalah orang yang baik,” jawabku dengan marah.Dia menggerutu jijik dan kembali melihat ke lantai bawah. Para orang dewasa sedang berbincang dengan satu sama lain, menikmati pesta pernikahannya. “Pria itu mengirimkan ayahku ke penjara,” kata Panca, kata-katanya penuh oleh amarah.“Namun, itu adalah pekerjaan dia. Paman Juan adalah seorang polisi. Dia memasukkan orang-orang jahat ke dalam penjara,” kataku padanya, sedikit takut ketika aku
AnnaSaat guruku pergi setelah kelasnya berakhir, anak-anak di ruang kelas mulai membuat suara gaduh seperti biasa ketika mereka berbincang dengan satu sama lain. Aku masih tidak bisa percaya bahwa anak yang duduk di belakangku benar-benar Panca Mardian, jadi aku berbalik ke arahnya karena aku sudah memiliki sesuatu untuk dibicarakan, yaitu tentang tugas yang telah diberikan oleh guru aljabar kami.“Kamu mau mengerjakan tugas ini bagaimana? Kita bisa bertemu di mana?” tanyaku padanya, tapi dia hanya mengangkat bahunya sambil mencorat-corat buku tulisnya.“Terserah kamu saja. Aku tidak peduli,” jawabnya, tidak menatapku sama sekali. Dia benar-benar tidak mengenaliku dan aku tidak dapat memercayainya.Astaga, dia telah banyak berubah, dia telah bertumbuh begitu besar. Apa yang telah terjadi padanya selama bertahun-tahun kami jauh dari satu sama lain? Apakah dia telah membuat teman-teman baru? Apakah dia bahkan sudah punya pacar sekarang?Namun, aku terkesiap pelan ketika aku melihat
AnnaAku memutuskan untuk mengabaikan segala hal yang sedang kupikirkan dan fokus saja pada jadwalku. Aku sejauh ini adalah siswa terbaik di kelasku. Aku selalu berdedikasi dan bekerja keras. Aku tidak pernah diomeli. Guru-guru menyukaiku karena aku adalah siswa teladan untuk pada siswa lainnya. Itulah sebabnya mereka telah memilihku sebagai perwakilan kelas. Selain itu, akulah yang paling tahu bagaimana caranya memimpin dan bagaimana caranya mewakili kelas, karena itulah mereka sangat memercayaiku.Jadi, hari ini pun tidak ada bedanya. Ketika guru-guru masuk dan mengajar kami, aku selalu melihat diriku sebagai orang pertama untuk mengajukan diri untuk segala hal, selalu menyelesaikan pertanyaan paling sulit dalam matematika dan pelajaran lainnya yang ditakuti dan tidak disukai semua orang. Aku menantang diriku sendiri untuk selalu menjadi yang terbaik. Aku ingin membuat semua orang bangga karena aku akan menggunakan potensiku untuk menjadi lebih baik daripada orang tuaku dan membuat
AnnaKetika aku kembali ke mobil dan melihat kaca spion seraya aku melaju menuju pintu masuk sekolahku, aku bisa melihat Ciko dengan tangan di kepalanya dan pundak yang merosot, terlihat sedih tentang apa yang baru saja terjadi. Aku menghela napas pasrah dan memutuskan untuk melihat ke depan dan melanjutkan hidupku. Itu adalah hal terbaik yang bisa kulakukan.“Hei, Anna,” panggil Abel padaku begitu dia melihatku berjalan memasuki aula sekolah.“Hai, Abel.” Aku tersenyum kepadanya saat aku melihat dia, beranjak untuk memeluknya. Abel adalah anak kandung dari Bibi Fia, sahabat ibuku. Dia dan aku tumbuh besar bersama sebagai teman dan selalu terhubung dengan satu sama lain.“Apa yang terjadi? Kamu sedikit terlambat hari ini,” katanya sambil memandangku.“Em … itu karena aku tadi berbicara dengan Ciko di luar,” kataku padanya sambil menyelipkan rambutku di belakang telingaku, merasa tidak nyaman hanya memikirkan tentang Ciko.“Oh! Ciko ada di luar? Astaga, dia manis sekali! Kamu beru
Anna“Aku ingin putus denganmu, Ciko.”Ketika kata-kata itu akhirnya keluar dari mulutku, aku hampir tidak dapat memercayainya. Aku sudah ingin mengatakannya sejak lama sekali hingga aku berpikir bahwa saat ini aku hanya membayangkan diriku sendiri mengatakannya seperti sebelum-sebelumnya. Namun, kali ini, itu sungguhan. Aku bisa melihat wajah Ciko hancur di hadapanku—wajahnya yang sesaat yang lalu penuh harapan, sekarang terkejut dan bahkan merasa jijik dengan kata-kataku.Dia tersenyum dengan lemah, seakan-akan dia tidak memahami apa pun. “Kamu ingin putus denganku? Apa maksudmu? Apa yang kamu bicarakan?” tanyanya, terlihat benar-benar kebingungan.Aku menghela napas, menyadari bahwa aku seharusnya tidak mengatakan itu padanya tanpa pendahuluan apa-apa. Namun, aku bukannya bersikap tidak sensitif, itu hanyalah cinta monyet dan aku berhak mengakhirinya.“Kurasa sebaiknya kita bicara lagi nanti, Ciko,” kataku dan berbalik untuk pergi, tapi dia tidak membiarkan aku pergi menjauh da
AnnaKarena adik-adikku sudah marah padaku, salah satu dari mereka sudah tidak menanggapi apa yang kukatakan ketika aku berusaha berkomunikasi dengannya, dan yang satunya menendang-nendang kakinya ke belakang tempat dudukku berkali-kali dan membuatku merasa tidak nyaman, menyebutku anak yang terlalu dimanja.“Hentikan, Daniel,” pintaku, tapi anak itu tampaknya tidak mau menurut.“Kamu mengatakan sesuatu? Aku tidak bisa mendengarnya, aku tidak mendengarkan anak-anak perempuan menyebalkan seperti dirimu,” katanya padaku, membuatku makin jengkel.Aku hanya mengesampingkannya dan bersabar hingga aku akhirnya tiba di sekolah mereka. Apa yang bisa kulakukan tentang itu? Itu adalah hubungan asmaraku, oke? Mereka seharusnya tidak terlibat dalam hal ini seperti itu. Itu bukan urusan mereka.“Kamu bisa turun sekarang,” kataku pada mereka begitu aku berhenti di depan sekolah mereka.Mereka pergi tanpa bahkan berpamitan, tapi Stefan berbalik ke arahku dan berkata, “Kuharap harimu buruk hari
AnnaAku sedang berada di depan cermin sambil duduk di meja riasku selagi. Dengan penuh konsentrasi, aku mencoba memakai eyeliner di atas mataku, tapi suara adikku yang menyebalkan mengagetkanku ketika dia tiba-tiba memasuki ruang gantiku, berteriak-teriak dan meminta perhatianku. Aku berakhir memiliki garis hitam di wajahku, menghancurkan seluruh riasan wajahku.“Kenapa kamu berteriak-teriak, sih, Daniel Williams Santoso?” tanyaku dengan mata yang setengah terpejam, hampir mencekik lehernya dan menarik kepalanya.“Ew, menjijikkan! Kamu terlihat mengerikan dengan riasan wajah itu. Apakah kamu tidak tahu cara memakainya dengan benar?” ejeknya padaku dengan raut wajah jijik.Aku tidak dapat memercayai perkataannya. Dialah yang menghancurkan momen damaiku ketika aku sedang memakai riasan wajah di kamarku sendiri! Aku tidak mau mendengar hal itu dari anak ini yang tidak mengenal apa yang dimaksud dengan ruang pribadi.“Omong-omong, apa yang kamu inginkan?” tanyaku seraya aku mengambil