"Aku masih sangat mencintaimu. Maukah kau menjadi kekasihku lagi?"
"Ee.. ya, aku mau. Tapi, bagaimana dengan istrimu?""Biarlah itu menjadi urusanku. Tidak terlalu penting untuk dipikirkan.""Mas Bayyuuu! Bisa-bisanya kau bilang seperti itu!"Sebuah tamparan mendarat keras di pipi Bayyu. Tapi, justru Airinlah yang mengaduh kesakitan."Aw," pekik lirih Airin menahan bobot tangan yang mendarat di wajahnya.Ia singkirkan telapak tangan suaminya perlahan-lahan. Rupanya itulah biang kerok yang telah membangunkan ia dari mimpi buruknya. Ya, masa lalu Bayyu dan Selena masih menghantuinya. Bahkan, tidak pernah bisa ia lupakan sama sekali. Sampai-sampai kerap terbawa mimpi. Seperti pagi ini. Rupanya gegera mimpi itu, ia jadi bangun kesiangan. Tapi, untungnya hari Minggu. Ia tidak perlu bergegas menyiapkan sarapan. Masih bisa bersantai sejenak.Ia tengok sosok di sampingnya. Lelaki yang masih tergoleKedatangan Bayyu menjadi pusat perhatian di kantor. Semua pasang mata tertuju padanya penuh selidik. Kasak-kusuk terasa di belakang punggungnya. Jelas membuatnya risih. Tidak nyaman, sekaligus penasaran. Ia perhatikan penampilannya. Dari ujung sepatu hingga rambut, sepertinya tidak ada yang salah.Sampai di ruangan, ia mencari-cari sekretaris kesayangannya, Shinta. Belum datang juga. Selalu begitu. Jika tidak ingat mereka berteman baik, pastilah sudah ia ganti dengan yang lain. Yang lebih muda dan seksi tentunya."Pagi, Bayy. Aku tidak terlambat, lho. Kamu aja yang datangnya kepagian, hehe," sapa Shinta dengan senyum tanpa dosa. Panjang umur benar. Baru saja dicari, sudah menampakkan diri."Kebiasaan, kamu, Shint. Untung aja kita teman baik," gerutu Bayyu."Ya salahin si Bagas aja. Aku telat karenanebengdan nungguin dia. Aku, sih, udahreadydari puagi buanget," bela Shinta sambil menjatuhkan b
Suasana duka menggelantung di atap rumah masa kecil Airin. Ibunya telah berpulang. Nyawanya tak tertolong meski sempat dilarikan ke rumah sakit. Terlambat penanganan. Jantung koroner yang diderita ibunya telah merenggut nyawanya secara mendadak.Itulah alasan sebenarnya mengapa Airin selalu mengiyakan setiap perkataan ibunya. Tidak pernah menolaknya. Selalu berupaya membuatnya senang. Membahagiakannya.Sebab penyakit kronis yang diderita ibunya. Kendati demikian, ibunya juga tak bersedia untuk diboyong ke rumahnya. Tinggal bersamanya dan Bayyu. Menantu pilihannya.Padahal, justru ulah menantu idamannyalah yang membuatnya meregang nyawa. Itu baru diketahuinya ketika seorang tetangga mengabarkan perihal video tamparan yang viral itu."Bu, Bu. Gawat, Bu. Ini, lho, suaminya Mbak Airin menikah lagi." Begitu ucap si tetangga yang melapor.Sontak video toktok berdurasi 15 detik itu membuat ibu Airinshock. Jelas kaget buk
Bayyu tak dapat tidur. Raganya jelas lelah. Tapi masih lebih lelah otak dan hatinya yang memikirkan Airin. Entah mengapa pikirannya tiba-tiba tidak enak. Membuatnya ingin menengok istrinya di kamar utama. Sambil mengambil charger HP-nya yang tertinggal di sana.Bayyu membuka pintu. Meski lampunya mati, tapi ia masih bisa menemukan sosok istrinya di atas kasur. Eh, tunggu. Ada yang aneh dengan posisi tubuh Airin."Aiii...! Astaga, apa yang sudah kamu lakukan, Ai!"Bayyu tergopoh meraih tubuh Airin yang tergolek tak berdaya di atas ranjang. Wajahnya seputih kapas. Pergelangan tangan kirinya terjuntai. Hampir menyentuh bibir lantai. Persis di bawahnya, darah segar menggenang. Airin tak sadarkan diri.Bayyu panik. Ia bingung harus melakukan apa. Ia rengkuh raga istrinya. Menggoyang-goyangkan tubuhnya. Memanggil nama Airin berkali-kali. Nihil tak bersahut.Ia ambil ponselnya. Menekan 118. Nomor layanan ambulance unit gawat daru
Langkah Bayyu mendadak terhenti di depan kamar rawat Airin. Padahal, gagang pintu sudah diraihnya. Tapi, pemandangan yang ia tangkap dari balik ornamen kaca membuat niatnya urung. Ia tidak ingin merusak momen itu. Selama bersamanya, ia tak pernah melihat Airin tertawa selepas itu.Tadinya, ia berniat untuk mengistirahatkan diri. Tidur barang sejenak di rumah. Sekalian memberi waktu untuk Airin menenangkan diri dan menerima maaf darinya. Sesungguhnya, ketika Airin menyuruhnya pergi, ia tak bermaksud benar-benar ingin pergi.Meski sudah di rumah, batinnya tetap gundah. Matanya memejam tapi pikirannya berlarian. Isi kepalanya mengutuki dirinya sendiri. Suami macam apa yang tega membiarkan istrinya terbaring sendirian di rumah sakit? Ya, meskipun kehadirannya tak diinginkan, bukankah seharusnya ia memaksa untuk tetap bertahan? Hatinya berkonflik.Dorongan nurani Bayyulah yang akhirnya menyeretnya kembali ke rumah sakit. Ia sudah mengabark
Pulang. Airin telah diboyong kembali dari rumah sakit. Tentu saja dengan serangkaian pertikaian kecil dan adu argumen dulu, baru akhirnya ia bersedia pulang bersama Bayyu. Tentu saja dengan syarat: ia tak mau sekamar dulu. Ingin menenangkan diri dan perasaannya. Pisah ranjang menjadi pilihannya sebelum akhirnya keputusan itu benar-benar akan ia tunaikan. Berpisah."Baiklah. Sampai kapan?" tanya Bayyu setelah menyepakati permintaan Airin untuk berpisah kamar. Airin di kamar utama, dirinya di kamar tamu."Tidak tahu. Sampai aku benar-benar yakin dan mantab untuk berpisah denganmu.""Ai, kenapa mesti pisah, sih? Aku akui aku banyak salah ke kamu. Selalu menyakiti perasaanmu. Tapi, aku nggak pernah melalaikan tanggung jawabku, kan? Kamu hidup berkecukupan secara materi. Aku juga selalu pulang ke kamu. Memperlakukanmu dengan baik ketika di rumah. Artinya, ya aku akan selalu kembali dan menjadi milikmu seutuhnya.""Lantas di luar rumah, kamu beb
Tidak ada pilihan lain. Selena menghubungi Glenn Bagas untuk meminta tolong membawa Bayyu pulang. Bisa semakin runyam masalahnya kalau ia yang mengantar Bayyu. Bisa jadi perang ketiga dengan Airin."Mas Glenn, maaf banget mengganggu malam-malam. Mas, aku mau minta tolong. Urgen banget ini," buka Selena ketika sambungan teleponnya terjawab.Glenn menjawab malas."Ada apa?""Nanti aku jelasin di sini, Mas. Sekarang tolong Mas ke sini dulu, ya. Mas Bayyu parah ini. Mabuk parah. Aku kirim lokasinya."Tanpa berbasa-basi lagi, Selena menutup teleponnya. Segera mengirimkan titik lokasi keberadaannya kepada Glenn.Meski sangat malas karena sudah berada di atas tempat tidur, Glenn tetap saja berangkat. Tentu saja dengan menggerutu di dalam hati, 'Apa lagi, sih, yang mereka lakukan semalam ini? Selalu saja berujung masalah.'Glenn Bagas tiba dicoffee bar. Matanya celingukan mencari keberadaan Sel
"Nah, jadi itu tadi syarat-syaratnya, ya, Mbak. Lalu alurnya, Mbak nanti mendaftarkan gugatan cerai dulu dan setelah itu membuat surat gugatan. Nah, di surat gugatan itu harus mencantumkan alasan cerai itu karena apa.Alasannya itu harus bisa diterima pengadilan. Misalkan, suami berbuat zina yang tidak dapat disembuhkan, atau terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus serta tidak ada lagi harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Nah, alasan tersebut nantinya disertai bukti-bukti dan saksi yang akan di ajukan di pengadilan."Airin menyimak uraian penjelasan petugas yang didatanginya di kantor pengadilan agama. Ia tengah mencari-cari informasi terkait pengajuan gugatan cerai yang sudah ia mantapkan di kepala."Apakah nantinya saya bisa mewakili diri saya sendiri, Pak, di depan hakim? Atau, harus didampingi advokat?""Bisa saja, Mbak. Tapi, memang kalau mengurus sendiri itu akan sedikit lebih rumit. Tapi, bisa. Sebenarn
Semenjak momen ponsel tertukar itu, Selena dan Adnandito jadi sering bertukar kabar. Entah melalui pesan singkat atau telepon, tidak pernah terlewat setiap harinya.Seperti siang ini. Selena baru saja menyelesaikan laporannya. Bilah notifikasi HP-nya memunculkan pesan Adnandito. Nama itu berhasil mencuri senyumnya.[Hai. Sudah makan siang?][Belum, Mas. Ini kerjaaku baru aja kelar.][Makan siang, yuk?][Hmm, boleh.][Ya, udah. Keluarlah.☺️][Ha?? 🤔][Aku di depan.☺️]Kiriman gambar diterima. Foto depan kantor.Selena tercengang. Tak begitu saja mempercayai kiriman Adnan itu. Bisa saja dia hanya bercanda, pikirnya. Maka, ia memastikan kebenarannya melalui jendela kaca yang dapat mengakses pemandangan lantai bawah, termasuk halaman kantor dan sekitarnya.Benar saja. SUV hitam yang pernah mengantarnya terparkir di sana. Adnandito tidak sedang berkelakar rupany
Beberapa bulan berlaluIntensitas Glenn Bagas bertemu Airin sedikit berkurang. Bukan karena rasa kecewanya. Itu bukan kali pertama ia mendapatkan penolakan Airin. Sudah biasa. Tapi, ia memang sedang disibukkan menyiapkan keberangkatannya ke Negeri Kincir Angin.Sementara itu, Airin sudah memulai aktivitas barunya menjadi dosen Sastra Inggris. Di tengah kesibukannya itu, batinnya masih terus berkonflik. Ada rasa yang hilang di hatinya. Juga rasa bersalah. Airin dilema sendiri menafsiran perasaannya. Beberapa waktu ketika ia benar-benar sendiri, barulah ia merasakan betapa kehadiran Glenn begitu berarti. Tapi, ia juga belum bisa untuk memulai hubungan yang baru. Masih dihantui rasa takut dengan kegagalannya yang dulu.Maka, demi memperoleh kemantapan hatinya untuk melangkah ke depan, ia melakukan salat istikharah. Meminta petunjuk kepada Allah untuk memilih jalan hidupnya.Ia tak ingin salah langkah lagi. Maka, kali ini, ia tak hanya melibatkan Allah, tapi memang sepenuhnya menyerahkan
Selena diam-diam menyelinap ke kamar mandi membawa sepucuk surat titipan dari Bayyu. Shinta yang telah membawakan untukknya. Tak sabar membaca isi tulisan tangan mantan kekasih yang masih disimpannya rapat dalam hati itu.Tentang Tamu Spesial'Surat ini aku tulis tepat sehari sebelum pernikahanmu. Hai, apa kabar? Semoga kamu baik-baik saja dan semestinya memang baik-baik saja. 🙂Oh, ya, selamat atas pernikahamu. Maaf, aku tidak bisa datang. Padahal, dulu, saat aku menikah, kamu berjiwa besar untuk memenuhi undanganku. Tapi, aku sebaliknya.Jujur, aku belum sanggup. Maaf, ya. Semoga melalui surat ini sudah terwakilkan kehadiranku. Semoga kamu tak kecewa.Aku mau jujur dan berterima kasih karena kamu dulu mau datang ke pernikahanku. Aku yakin itu bukan hal yang mudah untukmu. Tapi, terima kasih dan minta maaf, jika ada hal yang kurang berkenan.
Airin menghujani wajah tampan putranya dengan ciuman dan pelukan untuk pertama dan terakhir kalinya. Wajah putihnya tampak seperti bayi yang tengah tertidur pulas. Damai sekali. Sayang sekali, Airin belum sempat melihat putranya membuka mata atau mendengar tangisnya sekalipun.Bayi itu hanya mampu bertahan empat jam saja sejak ia dilahirkan. Memang masih memasuki 8 bulan, belum waktunya lahir. Terlebih, kondisi jantungnya melemah. Sempat masuk ruang NICU, tapi, nyatanya nyawanya tak bisa bertahan lebih lama. Airin saja belum sempat melihat wajahnya apalagi memeluk atau menyusuinya. Ia sudah harus kehilangan bahkan sebelum ia memiliki sepenuhnya. Itu yang sangat-sangat disesalkannya sebagai ibu.Air matanya sudah mulai surut, tapi kesedihan di wajahnya masih menggenang. Berulang kali ia berusaha menyadari kenyataan bahwa kehilangan di hadapannya adalah nyata, berulang kali pula ia harus membuka hatinya lapang-lapang. Ikhlas itu memang berat
"Pergilah. Sekeras apapun usahamu meminta maaf, itu akan sia-sia. Rasa sakitku belum kering. Mustahil aku bisa memaafkanmu sekarang. Pergilah dari hadapanku segera."Airin menolak permintaan maaf Selena. Bukan karena tak punya hati, sebab memang sudah tak ada lagi ruang di hatinya untuk memberi maaf. Baik untuk Selena ataupun Uttara Bayyu. Rasa sakit hati dan kecewanya benar-benar telah menutup pintu maafnya rapat-rapat.Tapi, bukan Selena jika mudah menyerah begitu saja. Terlebih, ketika ia menyadari kehadiran seseorang di balik pintu depan. Sedang mengamati percakapannya dan Airin. Selena buru-buru mengatur strategi untuk mencari muka. Berupaya memperbaiki nama baiknya.Selena segera bangkit dan mendekat ke arah Airin duduk. Menekuk kakinya di depan Airin. Berlutut meminta maaf. Airin terkejut melihat pemandangan tak biasa di depannya. Buru-buru ia berdiri dan menjauh dari Selena. Tapi, tangan Selena menahan Airin. Memaksanya berhenti sejenak."Ak
Pak Bram menugasi Bayyu untuk menggantikan dirinyameetingdengan perusahaan mitra. Ia juga memandatkan Selena mendampingi, sebab Tita yang seharusnya menjalankan itu sedang cuti.Tentu Bayyu tak bisa menolak. Semenjak mendapatkan teguran Pak Bram tempo hari, ia berusaha keras untuk memperbaiki kinerja dan citra dirinya. Khususnya di mata Pak Bram."Siapkan semua berkas untukmeetinghari ini, ya. 10 menit lagi kita berangkat. Aku tunggu di mobil," perintah Bayyu pada Selena melalui telepon. Ia sendiri sudah selesai menyiapkan bahan presentasinya nanti. Bergegaslah mengambil mobil.Sesaat setelah Bayyu berada di balik kemudi, Selena menyusul. Membuka pintu belakang dan duduk di belakang Bayyu. Bayyu melirik daricenter mirror."Aku bukan sopir yang mau mengantar majikan atau penumpangnya, lho, ya," sindir Bayyu."Oh, maaf." Selena langsung paham maksud Bayyu dan ber
Bayyu keluar dari ruangan Pak Bram dengan muka lesu. Ternyata, kejadian tempo hari ia mabuk dan menceracau di bar itu sampai ke telinga Pak Bram. Entah ulah siapa. Yang jelas, berkat kejadian itu, ia mendapatkan teguran keras."Saya dengar tidak hanya sekali ini Pak Bayyu seperti itu. Saya tahu itu sudah di luar jam kantor, tapi apa yang Anda lakukan itu sangat tidak terpuji. Bisa mencederai nama baik tempat Anda bekerja juga nantinya. Apalagi jika itu mempengaruhi kinerja Anda. Maka masa depan Anda di sini juga dipertaruhkan. Anda paham itu, bukan?""Iya, Pak. Saya mohon maaf.""Bukan hanya itu saja, Pak Bayyu. Kinerja Anda akhir-akhir ini juga tampak menurun. Tidak seperti biasanya. Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi pada kehidupan pribadi Anda, tapi, saya harap, itu tidak menjadi alasan penurunan kinerja Anda. Begitu, ya, Pak Bayyu. Semoga bisa dimengerti."Kata-kata Pak Bram masih jelas terngiang-ngiang di kepalanya. Baru sekali ini ia mendapat t
"Menikah? Kamu serius? Apa tidak terlalu cepat?""Sangat serius malah. Bagiku, keseriusan harus disegerakan.""Tapi, Mas..."Selena kehilangan kata-katanya. Perasaannya campur aduk. Bingung, terkejut, sekaligus senang.Ia merasa belum terlalu lama mengenal Adnandito, tapi lelaki itu dengan gagahnya menyodorkan sekotak cincin untuk melamarnya. Selena tak kuasa menolak.Ia biarkan Adnandito memasangkan cincin ke jari manis di tangan kirinya. Lelaki itu meraih punggung tangan kekasihnya. Mendekatkan ke hadapannya. Mengecupnya penuh mesra."Makasih, ya, sudah menerima pinanganku. Untuk resminya di depan orang tuamu, nanti segera kuagendakan."'Dengarkanlah, wanita pujaankuMalam ini akan kusampaikanHasrat suci kepadamu, dewikuDengarkanlah kesungguhan iniAku ingin mempersuntingmu
[Semoga masih ada kesempatan untukku memperbaiki keadaan.I'm terribly sorry,Ai.]Glenn Bagas menyeringai melihat kartu ucapan yang diselipkan di antara 99 tulip yang kini ada di tangannya. Untung saja ia segera mengamankan buket itu sebelum Airin menyadari keberadaannya.Tak ingin membuat hati Airin kembali goyah, Glenn segera memungutnya dari lantai teras. Mengamankan di tempat seharusnya ia berada, bahkan pengirimnya. Tong sampah."Tidak ada kesempatan kesekian untuk seorang b*jing*n macam kau.Sorry to say,tapi kesempatanmu sudah lewat.Bye!"Gleen melemparkan 99 tulip yang terangkai begitu cantik ke dalam tong sampah di pinggir jalan. Sungguh sangat disayangkan.Lemparannya dari balik kaca mobil tepat mengenai sasaran. Puas sekali ia. Tak akan ia biarkan Bayyu kembali mengemis kesempatan dan menggoyahkan hati Airin untuk berpisah darinya. Tidak lagi.
"Aku sudah mempersiapkan pengacara terbaik untuk membantu melancarkan gugatan perceraianmu nanti."Suatu sore Glenn menyempatkan melihat keadaan Airin. Mereka berbincang di ruang tamu. Ia juga telah membelikan Airin kursi roda untuk memudahkan mobilitasnya.Mau tidak mau, Airin menerimanya. Tentu dalam hati ia tetap merasa tidak enak dan tak pantas menerima semua kebaikan Bagas. Airin berjanji akan membalas kebaikan anak Bu Hera yang sudah begitu baik padanya. Meski ia tak tahu harus membalasnya dengan apa.Mengenai rencana gugatan cerai yang akhirnya akan ia layangkan juga, itu sudah ia pikirkan masak-masak. Untuk apa lagi ia mempertahankan pernikahannya yang sudah tidak layak diperjuangkan?Selama ini, ia hanya berjuang sendiri. Sedangkan, sebuah pernikahan itu dijalani berdua. Harus dua orang yang sama-sama saling berjuang. Bukan ia seorang."Tapi, gimana nasib anakku nanti, ya, Mas. Kasihan dia. Sudah harus merasakan pincang