Pulang. Airin telah diboyong kembali dari rumah sakit. Tentu saja dengan serangkaian pertikaian kecil dan adu argumen dulu, baru akhirnya ia bersedia pulang bersama Bayyu. Tentu saja dengan syarat: ia tak mau sekamar dulu. Ingin menenangkan diri dan perasaannya. Pisah ranjang menjadi pilihannya sebelum akhirnya keputusan itu benar-benar akan ia tunaikan. Berpisah.
"Baiklah. Sampai kapan?" tanya Bayyu setelah menyepakati permintaan Airin untuk berpisah kamar. Airin di kamar utama, dirinya di kamar tamu."Tidak tahu. Sampai aku benar-benar yakin dan mantab untuk berpisah denganmu.""Ai, kenapa mesti pisah, sih? Aku akui aku banyak salah ke kamu. Selalu menyakiti perasaanmu. Tapi, aku nggak pernah melalaikan tanggung jawabku, kan? Kamu hidup berkecukupan secara materi. Aku juga selalu pulang ke kamu. Memperlakukanmu dengan baik ketika di rumah. Artinya, ya aku akan selalu kembali dan menjadi milikmu seutuhnya.""Lantas di luar rumah, kamu bebTidak ada pilihan lain. Selena menghubungi Glenn Bagas untuk meminta tolong membawa Bayyu pulang. Bisa semakin runyam masalahnya kalau ia yang mengantar Bayyu. Bisa jadi perang ketiga dengan Airin."Mas Glenn, maaf banget mengganggu malam-malam. Mas, aku mau minta tolong. Urgen banget ini," buka Selena ketika sambungan teleponnya terjawab.Glenn menjawab malas."Ada apa?""Nanti aku jelasin di sini, Mas. Sekarang tolong Mas ke sini dulu, ya. Mas Bayyu parah ini. Mabuk parah. Aku kirim lokasinya."Tanpa berbasa-basi lagi, Selena menutup teleponnya. Segera mengirimkan titik lokasi keberadaannya kepada Glenn.Meski sangat malas karena sudah berada di atas tempat tidur, Glenn tetap saja berangkat. Tentu saja dengan menggerutu di dalam hati, 'Apa lagi, sih, yang mereka lakukan semalam ini? Selalu saja berujung masalah.'Glenn Bagas tiba dicoffee bar. Matanya celingukan mencari keberadaan Sel
"Nah, jadi itu tadi syarat-syaratnya, ya, Mbak. Lalu alurnya, Mbak nanti mendaftarkan gugatan cerai dulu dan setelah itu membuat surat gugatan. Nah, di surat gugatan itu harus mencantumkan alasan cerai itu karena apa.Alasannya itu harus bisa diterima pengadilan. Misalkan, suami berbuat zina yang tidak dapat disembuhkan, atau terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus serta tidak ada lagi harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Nah, alasan tersebut nantinya disertai bukti-bukti dan saksi yang akan di ajukan di pengadilan."Airin menyimak uraian penjelasan petugas yang didatanginya di kantor pengadilan agama. Ia tengah mencari-cari informasi terkait pengajuan gugatan cerai yang sudah ia mantapkan di kepala."Apakah nantinya saya bisa mewakili diri saya sendiri, Pak, di depan hakim? Atau, harus didampingi advokat?""Bisa saja, Mbak. Tapi, memang kalau mengurus sendiri itu akan sedikit lebih rumit. Tapi, bisa. Sebenarn
Semenjak momen ponsel tertukar itu, Selena dan Adnandito jadi sering bertukar kabar. Entah melalui pesan singkat atau telepon, tidak pernah terlewat setiap harinya.Seperti siang ini. Selena baru saja menyelesaikan laporannya. Bilah notifikasi HP-nya memunculkan pesan Adnandito. Nama itu berhasil mencuri senyumnya.[Hai. Sudah makan siang?][Belum, Mas. Ini kerjaaku baru aja kelar.][Makan siang, yuk?][Hmm, boleh.][Ya, udah. Keluarlah.☺️][Ha?? 🤔][Aku di depan.☺️]Kiriman gambar diterima. Foto depan kantor.Selena tercengang. Tak begitu saja mempercayai kiriman Adnan itu. Bisa saja dia hanya bercanda, pikirnya. Maka, ia memastikan kebenarannya melalui jendela kaca yang dapat mengakses pemandangan lantai bawah, termasuk halaman kantor dan sekitarnya.Benar saja. SUV hitam yang pernah mengantarnya terparkir di sana. Adnandito tidak sedang berkelakar rupany
Uttara Bayyu telah sampai di D'Adn. Ia tidak sedang ingin nongkrong atau melepas penat. Keingintahuannya tentang siapa sosok Adnandito sebenarnya yang membuatnya berbelok ke sana. Prediksi Bayyu, jika Adnan menjemput Selena pulang, harusnya saat itu ia tak berada di kafenya. Momen itu ia gunakan untuk mencari tahu."Silakan, Pak, mau pesan apa?" sapa kasir dari balik meja. Memang letaknya lebih dekat dengan pintu masuk, jadi Bayyu langsung menujunya."Nggak, Mbak. Saya mau ketemu sama Pak Adnandito. Ada?" kilah Bayyu memainkan rencananya."Oh, Pak Adnan lagi keluar, Pak. Nggak ada.""Hmm, kalau istrinya? Ada?" Bayyu asal menanya. Iseng saja dia menanyakan itu. Biodata Adnandito di internet menunjukkan tahun kelahiran lebih tua darinya. Harusnya sudah beristri."Oh, kalau Ibu,sih, sudah lama tidak di sini, Pak. Kan sudah pisah sama Pak Adnan. Makanya sudah tidak lagi ikut mengurus kafe ini."
"Aku tidak serendah itu, Mas! Bercerminlah, siapa yang sesungguhnya telah menodai pernikahan kita? Siapa yang berkhianat? Kamu! Kenapa pula kamu tiba-tiba menuduhku berbuat sekeji itu?"Darah Airin mendidih ketika tetiba saja Bayyu pulang dengan emosi dan melemparkan foto USG yang dikirimnya. Persis di depan mukanya. Rujak mangga muda yang sedang ia nikmati lepas Magrib itu tidak lagi menggugah seleranya. Bayyu tak hanya merusak selera makan Airin, tapi juga membuat hatinya retak tak berbentuk.Bayyu menuduh Airin berbuat serong dengan Glenn. Lebih parah lagi, Bayyu menyangkal jika yang dikandung Airin adalah anaknya. Darah daging mereka."Itu pasti hasil perbuatanmu dengan Glenn. Iya, kan? Kalian kan akhir-akhir ini sangat dekat. Bahkan, waktu di rumah sakit saja aku melihatmu berduaan dengannya."'Plak!' Kemarahan Airin akhirnya membuatnya berani untuk menampar suaminya sendiri. Kata-kata Bayyu sudah sangat keterlaluan dan melukai hatiny
Satu bulan kedekatan Selena dan Adnandito telah mampu mengubah status keduanya menjadi sepasang kekasih. Tidak ada yang terlalu cepat bagi Selena. Adnandito memenuhi segala kriterianya. Tampan dan mapan. Ya, meskipun duda. Tapi, itu sama sekali tak menjadi masalah selama dua poin pertama terpenuhi.Selena membutuhkan orang baru untuk mengalihkan dunianya dari Bayyu. Ia sadar tak ada yang bisa diharapkan dari hubungan semu itu. Ia juga tak mau terus menerus disangkutpautkan dengan segala carut marut rumah tangga Bayyu. Maka, menjalin hubungan dengan orang baru adalah pilihan yang tepat. Ya, meskipun kesannya terlalu cepat."Makasih banyak ya, Mas, udah diajakin belanja-belanja. Aku suka banget jam tangannya."Selena memandangi arloji bermerek yang dibelikan Adnandito. Malam itu mereka baru saja mengunjungi sebuahmallkenamaan. Selena mendapatpreviledgeuntuk membeli semua yang ia inginkan dengan bermodal kartu k
Tiga bulan berlalu semenjak jatuhnya talak satu. Airin menjalani hari-harinya seorang diri dengan usia kehamilannya yang sudah memasuki bulan kelima. Bayyu tak juga memintanya pulang. Menjemput atau sekadar menanyakan kabarnya. Tidak sama sekali.Meski begitu, notifikasi m-bankingnya tak pernah absen setiap akhir bulan. Bayyu masih rutin memberinya nafkah lahir. Nominalnya juga masih sama. Tak berkurang serupiahpun.Airin langsung memindahkan saldonya ke rekening satunya. Dibuat khusus untuk keperluan calon anaknya, termasuk persiapan lahiran. Sementara untuk biaya hidup dirinya sendiri, ia cukupi dari hasil ia bekerja freelance. Menjadi kontributor dan juga penerjemah.Ia tak ingin menjamah uang Bayyu sejak keluar dari rumah itu. Kecuali untuk kebutuhan kehamilan dan persiapan lahiran, ia tak gunakan sepeserpun uang Bayyu.Meski lelaki itu tak mau mengakui anaknya, tapi Bayyu tetap wajib menafkahi dan bertanggung jawab atas darah da
"Aku sudah mempersiapkan pengacara terbaik untuk membantu melancarkan gugatan perceraianmu nanti."Suatu sore Glenn menyempatkan melihat keadaan Airin. Mereka berbincang di ruang tamu. Ia juga telah membelikan Airin kursi roda untuk memudahkan mobilitasnya.Mau tidak mau, Airin menerimanya. Tentu dalam hati ia tetap merasa tidak enak dan tak pantas menerima semua kebaikan Bagas. Airin berjanji akan membalas kebaikan anak Bu Hera yang sudah begitu baik padanya. Meski ia tak tahu harus membalasnya dengan apa.Mengenai rencana gugatan cerai yang akhirnya akan ia layangkan juga, itu sudah ia pikirkan masak-masak. Untuk apa lagi ia mempertahankan pernikahannya yang sudah tidak layak diperjuangkan?Selama ini, ia hanya berjuang sendiri. Sedangkan, sebuah pernikahan itu dijalani berdua. Harus dua orang yang sama-sama saling berjuang. Bukan ia seorang."Tapi, gimana nasib anakku nanti, ya, Mas. Kasihan dia. Sudah harus merasakan pincang