"Untuk saat ini, tidak ada kegiatan berarti yang sedang aku kerjakan. Tapi aku berencana membuat sesuatu yang mungkin akan mengejutkan Ginovers. Untuk projek dengan Jensen, kami akan bekerja seperti basanya."
"Wah, bolehkah kamu memberitahu kami sedikit informasi tentang rencana tersebut? Apakah itu tur luar negeri atau syuting acara show?" tanya sang pembawa acara dengan nada bercanda. "Aku masih memikirkannya. Kalian semua akan tahu nanti," jawab Gion, melirik kerumunan penggemar sambil terkekeh ringan. Pertanyaan dan pembahasan lainnya terus bergulir, sampai salah satu penggemar yang mendapat kesempatan terdengar bertanya, "Bagaimana cara kamu menanggapi kritik atau kebencian yang muncul di media sosial?" Gion mendengarkan dengan seksama kemudian menghela napas sebelum menjawab, "Kritik adalah bagian dari hidup, terutama bagi seseorang yang berada di dunia hiburan. Aku selalu berusaha untuk menerima kritik yang membangun dan mengabaikan komentar negatif yang tidak berdasar selama tidak mempengaruhi orang-orang di sekitarku. Lebih dari itu, dukungan dari kalian semua adalah yang terpenting bagiku, itu yang membuatku terus semangat sampai detik ini." Penggemar itu cukup puas mendengar jawaban Gion, meskipun sebelumnya ia merasa sedikit gugup saat menanyakan hal itu. "Kami akan selalu mendukungmu!" "Terimakasih banyak," ucap Gion tulus, menampilkan senyuman terbaiknya. Paling tidak, ia sangat beruntung masih memiliki penggemar yang selalu mendukungnya dengan sepenuh hati. Acara dilanjutkan dengan sesi bermain mini game bersama penggemar yang beruntung lalu ditutup dengan Gion membawakan satu lagu terakhir. Menjelang di akhir acara, ia sekali lagi mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua penggemarnya yang telah datang untuk mendukungnya. "Kalian adalah alasan aku berada di sini. Terima kasih atas cinta dan dukungannya. Sampai jumpa lagi di acara berikutnya!" katanya, sambil melambaikan tangan sebelum akhirnya turun dari panggung dengan senyum yang tak luntur di wajah tampannya. Para penggemar pun pulang dengan hati yang bahagia, membawa kenangan indah tak terlupakan. Sementara itu, tagar nama Gion terus menjadi trending, hal itu sekali lagi menunjukkan besarnya pengaruh dan popularitas Gion di dunia hiburan Mokviland. "Kerja bagus, Gion. Namamu menempati tangga pencarian teratas lagi dengan lebih dari 700 ribu postingan!" ujar Karin antusias sambil memperlihatkan layar ponselnya. Gion tersenyum puas melihat itu, kerja kerasnya hari ini tidak sia-sia. "Nah, kemari dan ganti bajumu. Dua jam lagi pihak brand mengundangmu menghadiri acara After Party." Selama waktu rehat, Gion tidak bosan menggulir layar ponselnya hanya untuk memantau perkembangan namanya di tangga pencarian. Rasanya sangat menyenangkan melihat penggemarnya membanggakan dirinya di laman online tersebut. Namun, ketika hendak menutup aplikasi, matanya tak sengaja menangkap satu postingan yang menanggapi postingan lain tentang dirinya. Unggahan itu bertuliskan, "Aku penasaran, berapa lama lagi dia akan bertahan dengan semua itu. Maksudku kalau kalian melihat lebih teliti, dia terlihat berbeda hari ini, caranya menjawab pertanyaan juga sangat berbeda dari sebelumnya. Apa dia sedang mencoba menaikan pamor lagi? Sungguh muka tebal. Aku juga dengar dia membuat masalah sebelum naik ke atas panggung yang menyulitkan staff." Kening Gion berkerut samar dan tertegun sejenak, matanya bergulir mencerna kata-kata dalam postingan itu yang mulai ramai ditanggapi oleh pengguna lain. Ada seseorang dibalik komentar kebencian itu yang harus ia selidiki setelah ini. Dua jam berlalu. Gion berjalan penuh percaya diri menuju pintu yang terlihat dijaga oleh dua orang berbadan tegap. Tepat dibelakangnya, Karin dan Alice berjalan mengikuti. "Selamat datang, Tuan Gionel." Tommy—co founder brand Asottial menyapa Gion dengan ramah. Gion menerima uluran tangan Tommy. "Terima kasih, senang bertemu dengan anda." "Tentu, silakan bergabung bersama yang lain dan nikmati malam ini." Gion mengangguk, mulai menyapa semua orang dengan sopan sebelum menduduki salah satu kursi di meja panjang tersebut yang telah di tandai kartu bertuliskan namanya, sedangkan Karin dan Alice bergabung di meja yang disiapkan untuk mereka. Hal yang cukup jarang dilakukan oleh Gion saat menghadiri acara seperti ini dan kini ia lakukan di sana, yaitu bergabung dalam pembicaraan orang-orang penting itu sambil sesekali ikut menimpali. Pasalnya, jika itu dulu, Gion hanya akan menjawab saat ada yang bertanya. Tak jarang juga ia mempercayakan jawabannya kepada Jensen atau Karin. Hal itu membuat beberapa orang beranggapan tentang dirinya tidak memiliki berkepribadian menyenangkan dan terlalu tertutup hingga tak sedikit orang yang meremehkannya. Sekarang, Gion mengerti betapa pentingnya membangun relasi dan memperluas pengetahuan demi kelangsungan karirnya di industri itu. "Baiklah, hadirin semuanya. Terima kasih untuk kerja keras kalian hari ini! Saya, selaku perwakilan dari Asottial Grup sangat senang dapat bekerja sama dengan anda sekalian. Terutama untuk peluncuran produk baru kami hari ini, saya cukup puas melihat antusiasme para pengunjung maupun pelanggan online terhadap produk kita. Mari kita rayakan hari spesial ini dengan penuh suka cita!" Semua orang bertepuk tangan dengan gembira. Tommy memimpin bersulang minuman lalu mempersilahkan para tamu untuk menikmati hidangan yang tersaji. "Gion, Karin bilang, besok lusa kamu ngga ada jadwal acara apa pun. Rencananya, Aku, Lizzy, dan yang lain akan pergi ke Rushlive untuk merayakan kesuksesan projek ketiga Lizzy. Mereka ingin kamu ikut agar kita bisa bersenang-senang bareng di sana. Kamu bakal ikut, kan?" Gion yang sedang menyesap minuman di gelasnya hampir tersedak mendengar ajakan Alice. Ia ingat, sesuatu terjadi setelah mereka kembali dari tempat itu dan itu bukanlah sesuatu yang bagus."Aku harus memeriksa agenda pribadiku lebih dulu." Gion menjawab sekenanya setelah beberapa saat menimbang keputusan.
Alice mengangkat sebelah alisnya, heran. "Sejak kapan kamu punya daftar agenda pribadi?" Gion menoleh, menatap wajah wanita itu dengan tanpa ekspresi. "Kenapa? Apakah hal aneh kalo aku membuat daftar agenda pribadi? Jadwalku lumayan padat dan aku perlu mengatur waktu untuk semua kegiatanku." "Tapi, Gion--" "Oh, hey! Bro, lama tidak bertemu." Gion mengabaikan Alice, beranjak dari kursinya menghampiri seseorang yang cukup lama tidak ditemuinya. "Gion?" Gion tertawa ringan, memeluk singkat pria itu dengan gestur akrab seolah tidak pernah terjadi apa pun di antara mereka. "Lama sekali tidak bertemu, bagaimana kabarmu, sobat?" Bryan semakin kebingungan dengan sikap Gion. Namun, dengan cepat ia menyadari situasi dan membalas sapaannya ramah, "Seperti yang kamu lihat, Aku baik-baik saja dan sedikit lebih sibuk." "Oh! Benar, bukannya baru-baru ini tim-mu mengadakan peluncuran produk terbaru? Selamat, ya!" Tidak menyangka teman lamanya itu masih mengikuti berita terbaru tentangnya, Bryan cukup merasa senang dan mengangguk sebagai tanggapan. "Ya, beberapa minggu yang lalu. Terima kasih," jawabnya singkat. Tak hanya Alice dan Karin, momen interaksi tiba-tiba itu mengejutkan beberapa pihak yang mengetahui masalah di antara keduanya. Orang-orang di sekitar terus mengamati dalam diam dengan rasa ingin tahu yang besar. Akan menjadi berita yang menghebohkan jika penggemar keduanya mengetahui hal ini, beberapa orang bahkan sengaja merekam momen keakraban tersebut lalu mengunggahnya di akun sosial media masing-masing!Di belakang Gion, Alice yang masih berdiri kaku di tempatnya merasa semakin bingung. Gion biasanya tidak akan menghindar atau terlihat ragu dalam memutuskan sesuatu yang menyangkut teman-temannya. Akan tetapi, hari ini, ada sesuatu yang berbeda darinya dan itu sangat mengganggunya. Karin yang memperhatikan situasi ini juga semakin merasa khawatir. Karena seperti yang publik ketahui, hubungan antara Gion dan Bryan tidak sebaik ini, bahkan sering kali Gion mewanti-wanti agar menolak tawaran yang memungkinkannya bertemu dengan Bryan. Tak ingin membiarkan situasi ini bertahan lebih lama, Karin memutuskan menghampiri mereka, berniat mengalihkan perhatian Gion sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi."Gion, kita harus bicara sebentar," bisik Karin ketika sudah cukup dekat.Gion menoleh dan mengangguk pada Bryan. "Sebenarnya ada banyak hal yang perlu aku bicarakan denganmu, tapi maaf, sekarang aku harus pergi. Mungkin kita bisa bicara lagi nanti?"Bryan tersenyum kecil, matanya menunj
Karin tampak kebingungan dengan reaksi Gion. Akan tetapi, ia tidak mau memikirkan hal lain dulu selain menyelesaikan masalah ini. "Pertama-tama kita harus meluruskan hubunganmu dengan Bryan! Apa kalian benar-benar sudah baikan? Aku tidak tahu dia dan managernya sudah tahu masalah ini atau belum. Aku akan mencari mereka. Kamu tunggu saja di ruangan ini." Karin kemudian menyerahkan sebuah kartu akses salah satu ruangan di hotel itu kepada Gion.Gion menerimanya dan bergegas keluar dari ruang pesta menuju ke kamar yang dimaksud. Karena Tommy dan petinggi brand lainnya telah meninggalkan pesta lebih dulu, mereka tidak perlu khawatir ikut meninggalkan pesta saat itu. Jika berita ini menyebar tanpa penjelasan yang tepat, itu bisa merusak reputasi mereka berdua dan juga proyek yang sedang mereka kerjakan.Sementara itu, Karin dengan hati-hati membawa Bryan dan managernya menjauh dari keramaian pesta, berusaha menghindari sorotan. Ketika mereka sampai di tempat yang lebih sepi, Bryan menatap K
Alice duduk di sudut ruang tamu apartemennya yang luas, menatap keluar jendela dengan pandangan kosong. Kota yang tampak tenang di luar sana seolah tak menyadari badai yang tengah berputar di dalam pikirannya. Dia menyesap anggur dari gelasnya, memikirkan banyak hal. "Bagaimana Dia bisa begitu naif?" gumam Alice pada dirinya sendiri. Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini adalah hal yang benar untuk dilakukan—bahwa Gion pantas menerima semua ini. Namun, rasa takut akan konsekuensi dari tindakannya tak bisa sepenuhnya ia abaikan. Bagaimana jika Gion mengetahui apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana jika pria itu memusuhinya? Bayangan itu membuat hatinya berdebar. Ketika bel pintu apartemennya berbunyi, Alice merasa gugup. Dia berjalan ke pintu dan membukanya, menemui sosok yang sudah ia tunggu-tunggu. "Hey, bukannya kamu ikut menemani Gion hari ini?" tanya orang itu setelah masuk dan menutup pintu dibelakangnya. Alice tampak bingung harus memulai dari mana. Yang kelua
Keesokan paginya. Gion menjalani rutinitas pagi yang sudah jarang ia lakukan, berjoging dan berolahraga ringan di depan rumah. Previta yang baru keluar untuk joging bahkan terheran-heran melihat polah tingkah kakaknya itu. Dia mendekat untuk memastikan, "Kak?" Gion berbalik, memandangnya dan tersenyum dengan peluh menetes di dahinya. "Sudah siap?" "Kakak menungguku?" kata Previta, bingung. "Sudah lama kita nggak joging bareng, ayo!" Tanpa berlama-lama lagi, Gion menarik tangan adiknya itu dan keluar dari rumah untuk joging bersama. Selesai joging di sekitar komplek perumahan selama kurang lebih 1 jam, keduanya kembali ke rumah. Gion harus bersiap untuk pergi ke agensi, sementara Previta ada kelas pagi. Gion selesai bersiap lebih awal. Ia langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan, sekaligus bekal bagi mereka berdua. Perasannya sedang bagus, oleh karenanya ia berinisiatif memasak tiga menu sederhana kesukaan mereka. "Dek, rumah yang pernah kamu tawarkan ke Kakak ha
Usai bertemu Riko, Gion bertolak ke gedung agensi dan langsung menuju lift, menekan tombol lantai 6—di mana ruang rekaman berada.Hanya butuh waktu kurang dari 5 menit untuk sampai, sementara atmosfer di ruangan itu tampak tidak ada yang berubah dari yang diingatnya, selain ini adalah pertama kalinya ia menginjakan kaki di tempat itu lagi setelah 2 tahun.Sambil menunggu artis lain menyelesaikan rekaman, Gion memilih melatih nada dan suaranya terlebih dahulu bersama seorang instruktur profesional. Meskipun suaranya sudah bagus tanpa berlatih sekalipun, ia terkadang tetap tidak percaya diri dengan suaranya.Tak berselang lama, ketukan pintu terdengar, dan manajer rekaman muncul dari balik pintu, memberi isyarat kalau gilirannya sudah tiba. Gion berdiri, merapikan bajunya sedikit, dan mengambil nafas panjang sebelum melangkah masuk ke ruang rekaman.Di dalam booth, suasana terasa lebih sunyi. Hanya ada mikrofon, beberapa alat rekaman, dan kaca besar yang memisahkannya dengan ruangan kon
Malam itu, gemerlap lampu kota Mokviland memantul di salah satu jendela kamar hotel mewah. Seorang pria yang tengah berdiri di depan cermin, merapikan pakaiannya dengan teliti. Dia adalah Gionel Attovhano, seorang aktor papan atas yang namanya selalu berada di puncak popularitas. Gion menatap bayangannya di cermin, menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir keraguan yang sempat hinggap di hatinya. Malam ini, ia diundang ke sebuah acara eksklusif di salah satu klub paling bergengsi di kota. Seharusnya ini hanya sekadar pesta untuk bersenang-senang, tapi entah mengapa ada sesuatu yang mengganjal di benaknya, dan ia tidak tahu apa alasan dibalik keraguan ini. Namun, mengingat jadwal syuting yang padat, Gion memutuskan untuk melupakan firasat buruk itu. Toh, ia sudah terlalu sering menghadiri acara semacam ini. Setibanya di klub, Gion disambut oleh sorak sorai penggemar dan kilatan kamera. Senyumnya mengembang sempurna, menyembunyikan segala kecemasan di balik pesona yang selalu i
"Akh!"Matahari baru saja menampakkan sinarnya ketika Previta terbangun dari tidurnya. Ia merasa ada yang aneh, seperti ada firasat buruk yang mengganggu tidurnya semalaman. Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju kamar Gion, kakaknya, untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Namun, pemandangan yang dilihatnya di dalam kamar Gion membuat jantungnya berhenti sejenak. Pria itu terbaring di ranjang, kejang-kejang dengan keringat dingin mengucur deras di dahinya. "Kakak!" teriak Previta panik, ia segera berlari mendekati. Dengan cepat, gadis itu menghubungi layanan darurat, suaranya bergetar saat melaporkan keadaan kakaknya. "Tolong, kakak saya kejang-kejang! Kami di Jalan Rottan Nomor 12, tolong cepat datang!" serunya dengan panik. Tak berselang lama, suara sirine ambulance terdengar mendekat. Paramedis berderap masuk, kemudian membawa Gion ke rumah sakit terdekat. Sementara Previta, ia mengikuti ambulance dengan penuh kecemasan. Meski hubungan mereka belakangan tidak terlalu baik
"Benar-benar bodoh." Gion mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana tidak! Ia sedang berdiri di depan lemari pakaian di kamarnya, mengamati isi dari lemari besar itu. Baju-baju yang tersimpan rapih di dalam sana memiliki desain serta model yang terlalu feminim untuk dipakai oleh pria dewasa. Gion berpikir, bagaimana bisa saat itu ia tertarik membelinya dan merasa baik-baik saja saat memakainya di hadapan publik? Meskipun baju-baju itu dirancang bisa dipakai oleh pria maupun wanita, tetap saja, bukannya terlihat modis justru akan terlihat sangat aneh. Kebiasaannya memakai semua itu adalah berawal dari rekomendasi salah satu teman wanitanya saat ia terpikirkan untuk mengubah gaya berpakaiannya. Awalnya, teman-teman dan rekan sesama artisnya memujinya cocok saat menambahkan kesan lucu karena dinilai sesuai dengan wajah serta proporsi tubuh mungilnya. Mereka bilang penggemarnya juga menyukainya, sehingga entah bagaimana ia akhirnya menuruti untuk mempertahankan gaya berpakaiannya. Sayan
Usai bertemu Riko, Gion bertolak ke gedung agensi dan langsung menuju lift, menekan tombol lantai 6—di mana ruang rekaman berada.Hanya butuh waktu kurang dari 5 menit untuk sampai, sementara atmosfer di ruangan itu tampak tidak ada yang berubah dari yang diingatnya, selain ini adalah pertama kalinya ia menginjakan kaki di tempat itu lagi setelah 2 tahun.Sambil menunggu artis lain menyelesaikan rekaman, Gion memilih melatih nada dan suaranya terlebih dahulu bersama seorang instruktur profesional. Meskipun suaranya sudah bagus tanpa berlatih sekalipun, ia terkadang tetap tidak percaya diri dengan suaranya.Tak berselang lama, ketukan pintu terdengar, dan manajer rekaman muncul dari balik pintu, memberi isyarat kalau gilirannya sudah tiba. Gion berdiri, merapikan bajunya sedikit, dan mengambil nafas panjang sebelum melangkah masuk ke ruang rekaman.Di dalam booth, suasana terasa lebih sunyi. Hanya ada mikrofon, beberapa alat rekaman, dan kaca besar yang memisahkannya dengan ruangan kon
Keesokan paginya. Gion menjalani rutinitas pagi yang sudah jarang ia lakukan, berjoging dan berolahraga ringan di depan rumah. Previta yang baru keluar untuk joging bahkan terheran-heran melihat polah tingkah kakaknya itu. Dia mendekat untuk memastikan, "Kak?" Gion berbalik, memandangnya dan tersenyum dengan peluh menetes di dahinya. "Sudah siap?" "Kakak menungguku?" kata Previta, bingung. "Sudah lama kita nggak joging bareng, ayo!" Tanpa berlama-lama lagi, Gion menarik tangan adiknya itu dan keluar dari rumah untuk joging bersama. Selesai joging di sekitar komplek perumahan selama kurang lebih 1 jam, keduanya kembali ke rumah. Gion harus bersiap untuk pergi ke agensi, sementara Previta ada kelas pagi. Gion selesai bersiap lebih awal. Ia langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan, sekaligus bekal bagi mereka berdua. Perasannya sedang bagus, oleh karenanya ia berinisiatif memasak tiga menu sederhana kesukaan mereka. "Dek, rumah yang pernah kamu tawarkan ke Kakak ha
Alice duduk di sudut ruang tamu apartemennya yang luas, menatap keluar jendela dengan pandangan kosong. Kota yang tampak tenang di luar sana seolah tak menyadari badai yang tengah berputar di dalam pikirannya. Dia menyesap anggur dari gelasnya, memikirkan banyak hal. "Bagaimana Dia bisa begitu naif?" gumam Alice pada dirinya sendiri. Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini adalah hal yang benar untuk dilakukan—bahwa Gion pantas menerima semua ini. Namun, rasa takut akan konsekuensi dari tindakannya tak bisa sepenuhnya ia abaikan. Bagaimana jika Gion mengetahui apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana jika pria itu memusuhinya? Bayangan itu membuat hatinya berdebar. Ketika bel pintu apartemennya berbunyi, Alice merasa gugup. Dia berjalan ke pintu dan membukanya, menemui sosok yang sudah ia tunggu-tunggu. "Hey, bukannya kamu ikut menemani Gion hari ini?" tanya orang itu setelah masuk dan menutup pintu dibelakangnya. Alice tampak bingung harus memulai dari mana. Yang kelua
Karin tampak kebingungan dengan reaksi Gion. Akan tetapi, ia tidak mau memikirkan hal lain dulu selain menyelesaikan masalah ini. "Pertama-tama kita harus meluruskan hubunganmu dengan Bryan! Apa kalian benar-benar sudah baikan? Aku tidak tahu dia dan managernya sudah tahu masalah ini atau belum. Aku akan mencari mereka. Kamu tunggu saja di ruangan ini." Karin kemudian menyerahkan sebuah kartu akses salah satu ruangan di hotel itu kepada Gion.Gion menerimanya dan bergegas keluar dari ruang pesta menuju ke kamar yang dimaksud. Karena Tommy dan petinggi brand lainnya telah meninggalkan pesta lebih dulu, mereka tidak perlu khawatir ikut meninggalkan pesta saat itu. Jika berita ini menyebar tanpa penjelasan yang tepat, itu bisa merusak reputasi mereka berdua dan juga proyek yang sedang mereka kerjakan.Sementara itu, Karin dengan hati-hati membawa Bryan dan managernya menjauh dari keramaian pesta, berusaha menghindari sorotan. Ketika mereka sampai di tempat yang lebih sepi, Bryan menatap K
Di belakang Gion, Alice yang masih berdiri kaku di tempatnya merasa semakin bingung. Gion biasanya tidak akan menghindar atau terlihat ragu dalam memutuskan sesuatu yang menyangkut teman-temannya. Akan tetapi, hari ini, ada sesuatu yang berbeda darinya dan itu sangat mengganggunya. Karin yang memperhatikan situasi ini juga semakin merasa khawatir. Karena seperti yang publik ketahui, hubungan antara Gion dan Bryan tidak sebaik ini, bahkan sering kali Gion mewanti-wanti agar menolak tawaran yang memungkinkannya bertemu dengan Bryan. Tak ingin membiarkan situasi ini bertahan lebih lama, Karin memutuskan menghampiri mereka, berniat mengalihkan perhatian Gion sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi."Gion, kita harus bicara sebentar," bisik Karin ketika sudah cukup dekat.Gion menoleh dan mengangguk pada Bryan. "Sebenarnya ada banyak hal yang perlu aku bicarakan denganmu, tapi maaf, sekarang aku harus pergi. Mungkin kita bisa bicara lagi nanti?"Bryan tersenyum kecil, matanya menunj
"Untuk saat ini, tidak ada kegiatan berarti yang sedang aku kerjakan. Tapi aku berencana membuat sesuatu yang mungkin akan mengejutkan Ginovers. Untuk projek dengan Jensen, kami akan bekerja seperti basanya.""Wah, bolehkah kamu memberitahu kami sedikit informasi tentang rencana tersebut? Apakah itu tur luar negeri atau syuting acara show?" tanya sang pembawa acara dengan nada bercanda."Aku masih memikirkannya. Kalian semua akan tahu nanti," jawab Gion, melirik kerumunan penggemar sambil terkekeh ringan.Pertanyaan dan pembahasan lainnya terus bergulir, sampai salah satu penggemar yang mendapat kesempatan terdengar bertanya, "Bagaimana cara kamu menanggapi kritik atau kebencian yang muncul di media sosial?"Gion mendengarkan dengan seksama kemudian menghela napas sebelum menjawab, "Kritik adalah bagian dari hidup, terutama bagi seseorang yang berada di dunia hiburan. Aku selalu berusaha untuk menerima kritik yang membangun dan mengabaikan komentar negatif yang tidak berdasar selama t
"Aku tidak suka, dan aku tidak mau memakainya," tukas Gion. Di masa lalu, pakaian itu membuatnya dibicarakan semua orang. Tapi, bukan dalam sudut pandang positif.Di sisi lain, Alice tertegun sejenak, menatap Gion dengan tatapan tidak senang. "Kamu serius? Gion, ini bukan waktunya untuk main-main. Pakaian ini disiapkan oleh pihak brand untuk acara hari ini dan aku sudah menyiapkan riasan yang sesuai. Berhenti bersikap kekanakan, pergi dan ganti bajumu!"Gion berdecak kesal, akhirnya ia membawa setelan itu ke dalam bilik ganti. Dengan terpaksa ia memakai baju itu, namun sebelum keluar dari bilik, ia menghubungi seseorang terlebih dahulu agar membawakan sesuatu untuknya."Lihat, pakaian itu sangat cocok untukmu. Kemari, biar aku sempurnakan dengan keajaiban riasanku," ucap Alice menatap penuh kekaguman pada Gion yang baru saja keluar dari bilik ganti.Sayangnya, tak sampai di sana, Gion kembali menyuarakan ketidakpuasan terhadap komponen make up yang digunakan oleh Alice saat merias wa
"Hari baru, gaya baru." . . Tidak ada lagi reaksi yang berlebihan. Gion sadar bahwa selama ini dirinya sudah terlalu mempermalukan diri sendiri dengan menempeli partnernya itu dan bertingkah seperti jalang murahan. Sungguh menjijikan. Selain itu, Ia masih sangat marah saat mengingat Jensen dengan sengaja menjebaknya malam itu. Hal itu semakin membuka lebar matanya bahwa selama ini keberadaannya sangat mengganggu di sisi pria itu hingga Jensen begitu membencinya. Gerak-geriknya diperhatikan oleh satu orang di ruangan itu tanpa Gion sadari. Entah kenapa, Jensen merasa ada yang salah dari Gion selain penampilannya. Tapi tidak tahu apa itu. Mungkin hanya perasaannya saja, pikirnya. Meeting beragendakan jadwal Gion dan Jenjen selama satu bulan kedepan pun di mulai. Gion memperhatikan dengan santai, ia sudah tahu dan mengerti isi dari pembahasan tersebut. Dan kalau dipikir-pikir sekarang, pekerjaan serta perannya saat ini cukup membosankan, terasa tidak sebanding dengan saat dirin
"Benar-benar bodoh." Gion mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana tidak! Ia sedang berdiri di depan lemari pakaian di kamarnya, mengamati isi dari lemari besar itu. Baju-baju yang tersimpan rapih di dalam sana memiliki desain serta model yang terlalu feminim untuk dipakai oleh pria dewasa. Gion berpikir, bagaimana bisa saat itu ia tertarik membelinya dan merasa baik-baik saja saat memakainya di hadapan publik? Meskipun baju-baju itu dirancang bisa dipakai oleh pria maupun wanita, tetap saja, bukannya terlihat modis justru akan terlihat sangat aneh. Kebiasaannya memakai semua itu adalah berawal dari rekomendasi salah satu teman wanitanya saat ia terpikirkan untuk mengubah gaya berpakaiannya. Awalnya, teman-teman dan rekan sesama artisnya memujinya cocok saat menambahkan kesan lucu karena dinilai sesuai dengan wajah serta proporsi tubuh mungilnya. Mereka bilang penggemarnya juga menyukainya, sehingga entah bagaimana ia akhirnya menuruti untuk mempertahankan gaya berpakaiannya. Sayan