Share

Bab 7 : Awal dan masalah baru

Penulis: Asterlyzii
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Di belakang Gion, Alice yang masih berdiri kaku di tempatnya merasa semakin bingung.

Gion biasanya tidak akan menghindar atau terlihat ragu dalam memutuskan sesuatu yang menyangkut teman-temannya. Akan tetapi, hari ini, ada sesuatu yang berbeda darinya dan itu sangat mengganggunya. Karin yang memperhatikan situasi ini juga semakin merasa khawatir. Karena seperti yang publik ketahui, hubungan antara Gion dan Bryan tidak sebaik ini, bahkan sering kali Gion mewanti-wanti agar menolak tawaran yang memungkinkannya bertemu dengan Bryan. Tak ingin membiarkan situasi ini bertahan lebih lama, Karin memutuskan menghampiri mereka, berniat mengalihkan perhatian Gion sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.



"Gion, kita harus bicara sebentar," bisik Karin ketika sudah cukup dekat.



Gion menoleh dan mengangguk pada Bryan. "Sebenarnya ada banyak hal yang perlu aku bicarakan denganmu, tapi maaf, sekarang aku harus pergi. Mungkin kita bisa bicara lagi nanti?"



Bryan tersenyum kecil, matanya menunjukkan sesuatu yang lebih dalam dan tidak terbaca. "Tentu saja. Sampai bertemu lagi."



Setelah Bryan pergi, Gion menghela napas dalam-dalam, seolah melepaskan beban yang tertahan. Karin menatapnya tajam, mengetahui bahwa sesuatu yang serius sedang terjadi tanpa sepengetahuannya.



"Apa yang barusan kamu lakukan? Semua orang tahu hubungan kalian seperti apa. Tapi, tiba-tiba menemuinya ditengah publik seperti ini bukanlah ide yang bagus! Setidaknya kamu beritahu aku, kalian bisa bertemu setelah acara. Lihatlah, kalian berhasil membuat mereka beropini," omel Karin dengan nada kesal, "setelah ini, siapkan mentalmu untuk berbicara kepada media dan penggemar!" Ia sangat jengkel setiap kali artis asuhannya itu melakukan hal ceroboh sesukanya.



"Maaf, aku terlalu bersemangat melihat teman lamaku tanpa memperhatikan sekitar ...." Gion sedikit menundukkan wajahnya, merasa bersalah.



"Baiklah, lupakan. Lain kali perhatikan sikapmu dan berpikir ulanglah sebelum bertindak jika kamu tidak ingin kehilangan reputasimu."



Gion mengangguk penuh pengertian.



Sepeninggal Karin, Alice kembali mendekatinya. Tatapan wanita itu menelisik dan penuh intimidasi. "Kamu tidak pernah seperti ini sebelumnya. Apa barusan itu kamu sedang mencoba menghindariku? Sebenarnya ada apa denganmu?! Dengar, Gion. Aku tidak mau mengatakan ini, tapi sesekali sepertinya aku perlu mengingatkanmu bahwa tanpa kami, kamu bahkan nggak akan bisa bergerak di industri gila ini!"



Gion menggertakkan giginya menahan amarah yang bisa meledak kapan saja. Jika itu dulu ia tentu akan selalu patuh. Alice tidak salah bahwa selama dalam masa sulitnya, mereka akan ada untuknya. Tetapi begitu mendengar nada peringatan wanita itu barusan, Gion tersadar bahwa mungkin ia telah keliru tentang sesuatu.



"Kamu benar, mungkin aku sudah terlalu bergantung kepada kalian." Gion merasakan dadanya sesak begitu mengingat kembali semua momen di mana ia harus membuat keputusan yang berat dan seringkali tidak sesuai dengan keinginannya, hanya demi menjaga hubungan dengan orang-orang itu. "Yang salah adalah aku selalu merasa tidak bisa membuat keputusan untuk diriku sendiri. Aku tidak bisa terus-menerus hidup dengan perasaan seperti itu, bukan? Sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengakhirinya."



Alice mengernyitkan dahi, garis-garis halus muncul di antara alisnya yang rapi. "Apa maksudmu?"



"Kita bicara lagi nanti. Tidak baik membicarakan masalah pribadi di tengah keramaian pesta." Gion memilih mengakhiri pembicaraannya dengan nada tegas, lalu berbalik dan pergi sebelum Alice sempat merespons.



Meninggalkan Alice di belakangnya, Gion merasa beban di dadanya sedikit berkurang. Mungkin jalannya akan menjadi lebih sulit ke depan, tetapi setidaknya, kali ini ia akan berjalan dengan keyakinan penuh bahwa setiap langkah yang di ambil adalah keputusannya sendiri.

Sepanjang acara, Gion, yang biasanya terlihat tenang dan tertutup, kini tampak lebih terbuka dan bersahabat. Pemandangan ini berhasil membantah anggapan umum bahwa ia adalah aktor yang paling pendiam di industri. Bahkan beberapa orang mulai berbisik-bisik, kagum dengan betapa menariknya ia dalam pergaulan sosial. Di antara keramaian, seorang produser ternama mendekati Gion dengan penuh antusias. Pria paruh baya itu tampak terkesan dengan cara Gion membawa dirinya malam ini.

"Saya tidak menyangka, kamu sangat menyenangkan dan berwawasan luas meskipun tidak melanjutkan studi di perguruan tinggi seperti artis lain ...."

Kata-kata itu membuat Gion sedikit terkejut. Senyum di wajahnya sedikit memudar, meskipun hanya sesaat. Ia telah lama meninggalkan dunia pendidikan formal untuk fokus mengejar kariernya sebagai aktor. Sebuah keputusan yang diambilnya dengan penuh keyakinan untuk tidak melanjutkan kuliah demi mengabdikan diri sepenuhnya pada dunia akting.

Ia ingin membuktikan bahwa dirinya bisa sukses tanpa gelar akademis, bahwa bakat dan kerja kerasnya cukup untuk mencapai impian-impian besarnya. Keputusan itu dipengaruhi oleh keinginannya untuk membuat ibunya bangga, mengingat perjuangan keras ibunya dalam mendukung kariernya sejak awal.

Namun, di balik keyakinannya itu, Gion tidak bisa mengabaikan fakta bahwa pendidikan memberikan banyak keuntungan. Bukan hanya gelar, tetapi juga wawasan dan jaringan yang luas. Seiring berjalannya waktu, ia kadang-kadang merasa kehilangan kesempatan untuk berkembang di luar dunia akting.

Produser itu melanjutkan bicaranya tanpa menyadari perubahan halus dalam ekspresi Gion. "Saya juga telah melihat bakat serta potensimu dalam membintangi serial-serial populer. Jika kamu berkenan, saya memiliki proyek film layar lebar yang telah lama tertunda karena belum menemukan pemain yang tepat untuk menjadi pemeran utamanya. Sepertinya kamu cocok memainkan peran itu."

Gion menimbang-nimbang sejenak, berpikir dengan cepat. Proyek film layar lebar adalah kesempatan besar, sebuah langkah maju yang signifikan dalam kariernya. Namun, ia tetap tidak boleh mengambil jalan yang salah. Bagaimanapun, kehidupannya kini benar-benar berubah dari sebelumnya, jangan sampai terjerumus pada lubang yang sama.

"Terima kasih atas kepercayaan Anda. Tapi saya perlu melihat dan memahami karakternya lebih dulu, barulah saya bisa memberikan jawaban yang pasti," jawab Gion akhirnya setelah penuh pertimbangan. Ia tidak ingin terburu-buru mengambil keputusan, terutama ketika tawaran tersebut bisa menjadi penentu langkah karier selanjutnya.

Produser itu tersenyum puas, tampaknya senang dengan tanggapan Gion. "Tentu saja, saya akan mengirimkan naskah dan detail karakter tersebut kepada manajermu."

Usai membahas hal lain, mereka mengakhiri pembicaraan. Gion berbalik berniat menemui rekan satu profesinya yang lain. Namun, lengannya tiba-tiba ditarik dari belakang yang membuatnya menoleh dengan cepat, terkejut oleh tindakan mendadak Karin.

"Kita punya masalah besar!"

"Masalah besar apa?"

"Cek ponselmu, sekarang!" titah Karin, masih dengan nada panik.

Gion buru-buru merogoh saku jasnya dan mengeluarkan benda pipih tersebut lalu menyalakannya. Segera ia membuka akun pribadinya.

Benar saja, keributan terjadi di sana. Banyak penggemarnya yang memposting ulang sebuah video berdurasi pendek di mana ia sedang berinteraksi dengan Bryan. Gion tidak terkejut dan sudah memperkirakan hal ini. Yang membuatnya terkejut justru masalah tentang kejadian di ruang ganti tampaknya membesar dan semakin menyebar.

"Di mana Alice?"

"Hah? Alice, dia pamit pulang duluan tadi ...."

"Brengsek! Sebenarnya apa mau wanita itu?" Gion mengumpat kesal, sudah pasti yang menyebarkan rumor tersebut adalah Alice. Diam-diam ternyata wanita itu menyimpan dendam terhadapnya.

Bab terkait

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Bab 8 : Pernyataan resmi

    Karin tampak kebingungan dengan reaksi Gion. Akan tetapi, ia tidak mau memikirkan hal lain dulu selain menyelesaikan masalah ini. "Pertama-tama kita harus meluruskan hubunganmu dengan Bryan! Apa kalian benar-benar sudah baikan? Aku tidak tahu dia dan managernya sudah tahu masalah ini atau belum. Aku akan mencari mereka. Kamu tunggu saja di ruangan ini." Karin kemudian menyerahkan sebuah kartu akses salah satu ruangan di hotel itu kepada Gion.Gion menerimanya dan bergegas keluar dari ruang pesta menuju ke kamar yang dimaksud. Karena Tommy dan petinggi brand lainnya telah meninggalkan pesta lebih dulu, mereka tidak perlu khawatir ikut meninggalkan pesta saat itu. Jika berita ini menyebar tanpa penjelasan yang tepat, itu bisa merusak reputasi mereka berdua dan juga proyek yang sedang mereka kerjakan.Sementara itu, Karin dengan hati-hati membawa Bryan dan managernya menjauh dari keramaian pesta, berusaha menghindari sorotan. Ketika mereka sampai di tempat yang lebih sepi, Bryan menatap K

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Pantang Mundur

    Alice duduk di sudut ruang tamu apartemennya yang luas, menatap keluar jendela dengan pandangan kosong. Kota yang tampak tenang di luar sana seolah tak menyadari badai yang tengah berputar di dalam pikirannya. Dia menyesap anggur dari gelasnya, memikirkan banyak hal. "Bagaimana Dia bisa begitu naif?" gumam Alice pada dirinya sendiri. Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini adalah hal yang benar untuk dilakukan—bahwa Gion pantas menerima semua ini. Namun, rasa takut akan konsekuensi dari tindakannya tak bisa sepenuhnya ia abaikan. Bagaimana jika Gion mengetahui apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana jika pria itu memusuhinya? Bayangan itu membuat hatinya berdebar. Ketika bel pintu apartemennya berbunyi, Alice merasa gugup. Dia berjalan ke pintu dan membukanya, menemui sosok yang sudah ia tunggu-tunggu. "Hey, bukannya kamu ikut menemani Gion hari ini?" tanya orang itu setelah masuk dan menutup pintu dibelakangnya. Alice tampak bingung harus memulai dari mana. Yang kelua

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Bab 10 : Detektif Investigasi Bayangan

    Keesokan paginya. Gion menjalani rutinitas pagi yang sudah jarang ia lakukan, berjoging dan berolahraga ringan di depan rumah. Previta yang baru keluar untuk joging bahkan terheran-heran melihat polah tingkah kakaknya itu. Dia mendekat untuk memastikan, "Kak?" Gion berbalik, memandangnya dan tersenyum dengan peluh menetes di dahinya. "Sudah siap?" "Kakak menungguku?" kata Previta, bingung. "Sudah lama kita nggak joging bareng, ayo!" Tanpa berlama-lama lagi, Gion menarik tangan adiknya itu dan keluar dari rumah untuk joging bersama. Selesai joging di sekitar komplek perumahan selama kurang lebih 1 jam, keduanya kembali ke rumah. Gion harus bersiap untuk pergi ke agensi, sementara Previta ada kelas pagi. Gion selesai bersiap lebih awal. Ia langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan, sekaligus bekal bagi mereka berdua. Perasannya sedang bagus, oleh karenanya ia berinisiatif memasak tiga menu sederhana kesukaan mereka. "Dek, rumah yang pernah kamu tawarkan ke Kakak ha

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Bab 11 : Peringatan

    Usai bertemu Riko, Gion bertolak ke gedung agensi dan langsung menuju lift, menekan tombol lantai 6—di mana ruang rekaman berada.Hanya butuh waktu kurang dari 5 menit untuk sampai, sementara atmosfer di ruangan itu tampak tidak ada yang berubah dari yang diingatnya, selain ini adalah pertama kalinya ia menginjakan kaki di tempat itu lagi setelah 2 tahun.Sambil menunggu artis lain menyelesaikan rekaman, Gion memilih melatih nada dan suaranya terlebih dahulu bersama seorang instruktur profesional. Meskipun suaranya sudah bagus tanpa berlatih sekalipun, ia terkadang tetap tidak percaya diri dengan suaranya.Tak berselang lama, ketukan pintu terdengar, dan manajer rekaman muncul dari balik pintu, memberi isyarat kalau gilirannya sudah tiba. Gion berdiri, merapikan bajunya sedikit, dan mengambil nafas panjang sebelum melangkah masuk ke ruang rekaman.Di dalam booth, suasana terasa lebih sunyi. Hanya ada mikrofon, beberapa alat rekaman, dan kaca besar yang memisahkannya dengan ruangan kon

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Bab 1 : Berakhir Tragis

    Malam itu, gemerlap lampu kota Mokviland memantul di salah satu jendela kamar hotel mewah. Seorang pria yang tengah berdiri di depan cermin, merapikan pakaiannya dengan teliti. Dia adalah Gionel Attovhano, seorang aktor papan atas yang namanya selalu berada di puncak popularitas. Gion menatap bayangannya di cermin, menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir keraguan yang sempat hinggap di hatinya. Malam ini, ia diundang ke sebuah acara eksklusif di salah satu klub paling bergengsi di kota. Seharusnya ini hanya sekadar pesta untuk bersenang-senang, tapi entah mengapa ada sesuatu yang mengganjal di benaknya, dan ia tidak tahu apa alasan dibalik keraguan ini. Namun, mengingat jadwal syuting yang padat, Gion memutuskan untuk melupakan firasat buruk itu. Toh, ia sudah terlalu sering menghadiri acara semacam ini. Setibanya di klub, Gion disambut oleh sorak sorai penggemar dan kilatan kamera. Senyumnya mengembang sempurna, menyembunyikan segala kecemasan di balik pesona yang selalu i

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Bab 2 : Kembali ke Dua Tahun yang Lalu?

    "Akh!"Matahari baru saja menampakkan sinarnya ketika Previta terbangun dari tidurnya. Ia merasa ada yang aneh, seperti ada firasat buruk yang mengganggu tidurnya semalaman. Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju kamar Gion, kakaknya, untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Namun, pemandangan yang dilihatnya di dalam kamar Gion membuat jantungnya berhenti sejenak. Pria itu terbaring di ranjang, kejang-kejang dengan keringat dingin mengucur deras di dahinya. "Kakak!" teriak Previta panik, ia segera berlari mendekati. Dengan cepat, gadis itu menghubungi layanan darurat, suaranya bergetar saat melaporkan keadaan kakaknya. "Tolong, kakak saya kejang-kejang! Kami di Jalan Rottan Nomor 12, tolong cepat datang!" serunya dengan panik. Tak berselang lama, suara sirine ambulance terdengar mendekat. Paramedis berderap masuk, kemudian membawa Gion ke rumah sakit terdekat. Sementara Previta, ia mengikuti ambulance dengan penuh kecemasan. Meski hubungan mereka belakangan tidak terlalu baik

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Bab 3 : Keputusan

    "Benar-benar bodoh." Gion mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana tidak! Ia sedang berdiri di depan lemari pakaian di kamarnya, mengamati isi dari lemari besar itu. Baju-baju yang tersimpan rapih di dalam sana memiliki desain serta model yang terlalu feminim untuk dipakai oleh pria dewasa. Gion berpikir, bagaimana bisa saat itu ia tertarik membelinya dan merasa baik-baik saja saat memakainya di hadapan publik? Meskipun baju-baju itu dirancang bisa dipakai oleh pria maupun wanita, tetap saja, bukannya terlihat modis justru akan terlihat sangat aneh. Kebiasaannya memakai semua itu adalah berawal dari rekomendasi salah satu teman wanitanya saat ia terpikirkan untuk mengubah gaya berpakaiannya. Awalnya, teman-teman dan rekan sesama artisnya memujinya cocok saat menambahkan kesan lucu karena dinilai sesuai dengan wajah serta proporsi tubuh mungilnya. Mereka bilang penggemarnya juga menyukainya, sehingga entah bagaimana ia akhirnya menuruti untuk mempertahankan gaya berpakaiannya. Sayan

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Bab 4 : Perkembangan

    "Hari baru, gaya baru." . . Tidak ada lagi reaksi yang berlebihan. Gion sadar bahwa selama ini dirinya sudah terlalu mempermalukan diri sendiri dengan menempeli partnernya itu dan bertingkah seperti jalang murahan. Sungguh menjijikan. Selain itu, Ia masih sangat marah saat mengingat Jensen dengan sengaja menjebaknya malam itu. Hal itu semakin membuka lebar matanya bahwa selama ini keberadaannya sangat mengganggu di sisi pria itu hingga Jensen begitu membencinya. Gerak-geriknya diperhatikan oleh satu orang di ruangan itu tanpa Gion sadari. Entah kenapa, Jensen merasa ada yang salah dari Gion selain penampilannya. Tapi tidak tahu apa itu. Mungkin hanya perasaannya saja, pikirnya. Meeting beragendakan jadwal Gion dan Jenjen selama satu bulan kedepan pun di mulai. Gion memperhatikan dengan santai, ia sudah tahu dan mengerti isi dari pembahasan tersebut. Dan kalau dipikir-pikir sekarang, pekerjaan serta perannya saat ini cukup membosankan, terasa tidak sebanding dengan saat dirin

Bab terbaru

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Bab 11 : Peringatan

    Usai bertemu Riko, Gion bertolak ke gedung agensi dan langsung menuju lift, menekan tombol lantai 6—di mana ruang rekaman berada.Hanya butuh waktu kurang dari 5 menit untuk sampai, sementara atmosfer di ruangan itu tampak tidak ada yang berubah dari yang diingatnya, selain ini adalah pertama kalinya ia menginjakan kaki di tempat itu lagi setelah 2 tahun.Sambil menunggu artis lain menyelesaikan rekaman, Gion memilih melatih nada dan suaranya terlebih dahulu bersama seorang instruktur profesional. Meskipun suaranya sudah bagus tanpa berlatih sekalipun, ia terkadang tetap tidak percaya diri dengan suaranya.Tak berselang lama, ketukan pintu terdengar, dan manajer rekaman muncul dari balik pintu, memberi isyarat kalau gilirannya sudah tiba. Gion berdiri, merapikan bajunya sedikit, dan mengambil nafas panjang sebelum melangkah masuk ke ruang rekaman.Di dalam booth, suasana terasa lebih sunyi. Hanya ada mikrofon, beberapa alat rekaman, dan kaca besar yang memisahkannya dengan ruangan kon

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Bab 10 : Detektif Investigasi Bayangan

    Keesokan paginya. Gion menjalani rutinitas pagi yang sudah jarang ia lakukan, berjoging dan berolahraga ringan di depan rumah. Previta yang baru keluar untuk joging bahkan terheran-heran melihat polah tingkah kakaknya itu. Dia mendekat untuk memastikan, "Kak?" Gion berbalik, memandangnya dan tersenyum dengan peluh menetes di dahinya. "Sudah siap?" "Kakak menungguku?" kata Previta, bingung. "Sudah lama kita nggak joging bareng, ayo!" Tanpa berlama-lama lagi, Gion menarik tangan adiknya itu dan keluar dari rumah untuk joging bersama. Selesai joging di sekitar komplek perumahan selama kurang lebih 1 jam, keduanya kembali ke rumah. Gion harus bersiap untuk pergi ke agensi, sementara Previta ada kelas pagi. Gion selesai bersiap lebih awal. Ia langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan, sekaligus bekal bagi mereka berdua. Perasannya sedang bagus, oleh karenanya ia berinisiatif memasak tiga menu sederhana kesukaan mereka. "Dek, rumah yang pernah kamu tawarkan ke Kakak ha

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Pantang Mundur

    Alice duduk di sudut ruang tamu apartemennya yang luas, menatap keluar jendela dengan pandangan kosong. Kota yang tampak tenang di luar sana seolah tak menyadari badai yang tengah berputar di dalam pikirannya. Dia menyesap anggur dari gelasnya, memikirkan banyak hal. "Bagaimana Dia bisa begitu naif?" gumam Alice pada dirinya sendiri. Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini adalah hal yang benar untuk dilakukan—bahwa Gion pantas menerima semua ini. Namun, rasa takut akan konsekuensi dari tindakannya tak bisa sepenuhnya ia abaikan. Bagaimana jika Gion mengetahui apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana jika pria itu memusuhinya? Bayangan itu membuat hatinya berdebar. Ketika bel pintu apartemennya berbunyi, Alice merasa gugup. Dia berjalan ke pintu dan membukanya, menemui sosok yang sudah ia tunggu-tunggu. "Hey, bukannya kamu ikut menemani Gion hari ini?" tanya orang itu setelah masuk dan menutup pintu dibelakangnya. Alice tampak bingung harus memulai dari mana. Yang kelua

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Bab 8 : Pernyataan resmi

    Karin tampak kebingungan dengan reaksi Gion. Akan tetapi, ia tidak mau memikirkan hal lain dulu selain menyelesaikan masalah ini. "Pertama-tama kita harus meluruskan hubunganmu dengan Bryan! Apa kalian benar-benar sudah baikan? Aku tidak tahu dia dan managernya sudah tahu masalah ini atau belum. Aku akan mencari mereka. Kamu tunggu saja di ruangan ini." Karin kemudian menyerahkan sebuah kartu akses salah satu ruangan di hotel itu kepada Gion.Gion menerimanya dan bergegas keluar dari ruang pesta menuju ke kamar yang dimaksud. Karena Tommy dan petinggi brand lainnya telah meninggalkan pesta lebih dulu, mereka tidak perlu khawatir ikut meninggalkan pesta saat itu. Jika berita ini menyebar tanpa penjelasan yang tepat, itu bisa merusak reputasi mereka berdua dan juga proyek yang sedang mereka kerjakan.Sementara itu, Karin dengan hati-hati membawa Bryan dan managernya menjauh dari keramaian pesta, berusaha menghindari sorotan. Ketika mereka sampai di tempat yang lebih sepi, Bryan menatap K

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Bab 7 : Awal dan masalah baru

    Di belakang Gion, Alice yang masih berdiri kaku di tempatnya merasa semakin bingung. Gion biasanya tidak akan menghindar atau terlihat ragu dalam memutuskan sesuatu yang menyangkut teman-temannya. Akan tetapi, hari ini, ada sesuatu yang berbeda darinya dan itu sangat mengganggunya. Karin yang memperhatikan situasi ini juga semakin merasa khawatir. Karena seperti yang publik ketahui, hubungan antara Gion dan Bryan tidak sebaik ini, bahkan sering kali Gion mewanti-wanti agar menolak tawaran yang memungkinkannya bertemu dengan Bryan. Tak ingin membiarkan situasi ini bertahan lebih lama, Karin memutuskan menghampiri mereka, berniat mengalihkan perhatian Gion sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi."Gion, kita harus bicara sebentar," bisik Karin ketika sudah cukup dekat.Gion menoleh dan mengangguk pada Bryan. "Sebenarnya ada banyak hal yang perlu aku bicarakan denganmu, tapi maaf, sekarang aku harus pergi. Mungkin kita bisa bicara lagi nanti?"Bryan tersenyum kecil, matanya menunj

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Bab 6 : Kawan lama?

    "Untuk saat ini, tidak ada kegiatan berarti yang sedang aku kerjakan. Tapi aku berencana membuat sesuatu yang mungkin akan mengejutkan Ginovers. Untuk projek dengan Jensen, kami akan bekerja seperti basanya.""Wah, bolehkah kamu memberitahu kami sedikit informasi tentang rencana tersebut? Apakah itu tur luar negeri atau syuting acara show?" tanya sang pembawa acara dengan nada bercanda."Aku masih memikirkannya. Kalian semua akan tahu nanti," jawab Gion, melirik kerumunan penggemar sambil terkekeh ringan.Pertanyaan dan pembahasan lainnya terus bergulir, sampai salah satu penggemar yang mendapat kesempatan terdengar bertanya, "Bagaimana cara kamu menanggapi kritik atau kebencian yang muncul di media sosial?"Gion mendengarkan dengan seksama kemudian menghela napas sebelum menjawab, "Kritik adalah bagian dari hidup, terutama bagi seseorang yang berada di dunia hiburan. Aku selalu berusaha untuk menerima kritik yang membangun dan mengabaikan komentar negatif yang tidak berdasar selama t

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Bab 5 : Acara peluncuran produk

    "Aku tidak suka, dan aku tidak mau memakainya," tukas Gion. Di masa lalu, pakaian itu membuatnya dibicarakan semua orang. Tapi, bukan dalam sudut pandang positif.Di sisi lain, Alice tertegun sejenak, menatap Gion dengan tatapan tidak senang. "Kamu serius? Gion, ini bukan waktunya untuk main-main. Pakaian ini disiapkan oleh pihak brand untuk acara hari ini dan aku sudah menyiapkan riasan yang sesuai. Berhenti bersikap kekanakan, pergi dan ganti bajumu!"Gion berdecak kesal, akhirnya ia membawa setelan itu ke dalam bilik ganti. Dengan terpaksa ia memakai baju itu, namun sebelum keluar dari bilik, ia menghubungi seseorang terlebih dahulu agar membawakan sesuatu untuknya."Lihat, pakaian itu sangat cocok untukmu. Kemari, biar aku sempurnakan dengan keajaiban riasanku," ucap Alice menatap penuh kekaguman pada Gion yang baru saja keluar dari bilik ganti.Sayangnya, tak sampai di sana, Gion kembali menyuarakan ketidakpuasan terhadap komponen make up yang digunakan oleh Alice saat merias wa

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Bab 4 : Perkembangan

    "Hari baru, gaya baru." . . Tidak ada lagi reaksi yang berlebihan. Gion sadar bahwa selama ini dirinya sudah terlalu mempermalukan diri sendiri dengan menempeli partnernya itu dan bertingkah seperti jalang murahan. Sungguh menjijikan. Selain itu, Ia masih sangat marah saat mengingat Jensen dengan sengaja menjebaknya malam itu. Hal itu semakin membuka lebar matanya bahwa selama ini keberadaannya sangat mengganggu di sisi pria itu hingga Jensen begitu membencinya. Gerak-geriknya diperhatikan oleh satu orang di ruangan itu tanpa Gion sadari. Entah kenapa, Jensen merasa ada yang salah dari Gion selain penampilannya. Tapi tidak tahu apa itu. Mungkin hanya perasaannya saja, pikirnya. Meeting beragendakan jadwal Gion dan Jenjen selama satu bulan kedepan pun di mulai. Gion memperhatikan dengan santai, ia sudah tahu dan mengerti isi dari pembahasan tersebut. Dan kalau dipikir-pikir sekarang, pekerjaan serta perannya saat ini cukup membosankan, terasa tidak sebanding dengan saat dirin

  • Kehidupan Kedua: Kesempatan sang Aktor Terlupakan   Bab 3 : Keputusan

    "Benar-benar bodoh." Gion mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana tidak! Ia sedang berdiri di depan lemari pakaian di kamarnya, mengamati isi dari lemari besar itu. Baju-baju yang tersimpan rapih di dalam sana memiliki desain serta model yang terlalu feminim untuk dipakai oleh pria dewasa. Gion berpikir, bagaimana bisa saat itu ia tertarik membelinya dan merasa baik-baik saja saat memakainya di hadapan publik? Meskipun baju-baju itu dirancang bisa dipakai oleh pria maupun wanita, tetap saja, bukannya terlihat modis justru akan terlihat sangat aneh. Kebiasaannya memakai semua itu adalah berawal dari rekomendasi salah satu teman wanitanya saat ia terpikirkan untuk mengubah gaya berpakaiannya. Awalnya, teman-teman dan rekan sesama artisnya memujinya cocok saat menambahkan kesan lucu karena dinilai sesuai dengan wajah serta proporsi tubuh mungilnya. Mereka bilang penggemarnya juga menyukainya, sehingga entah bagaimana ia akhirnya menuruti untuk mempertahankan gaya berpakaiannya. Sayan

DMCA.com Protection Status