Share

Bab 2 : Kembali ke Dua Tahun yang Lalu?

"Akh!"

Matahari baru saja menampakkan sinarnya ketika Previta terbangun dari tidurnya.

Ia merasa ada yang aneh, seperti ada firasat buruk yang mengganggu tidurnya semalaman. Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju kamar Gion, kakaknya, untuk memastikan semuanya baik-baik saja.

Namun, pemandangan yang dilihatnya di dalam kamar Gion membuat jantungnya berhenti sejenak. Pria itu terbaring di ranjang, kejang-kejang dengan keringat dingin mengucur deras di dahinya. "Kakak!" teriak Previta panik, ia segera berlari mendekati.

Dengan cepat, gadis itu menghubungi layanan darurat, suaranya bergetar saat melaporkan keadaan kakaknya. "Tolong, kakak saya kejang-kejang! Kami di Jalan Rottan Nomor 12, tolong cepat datang!" serunya dengan panik.

Tak berselang lama, suara sirine ambulance terdengar mendekat. Paramedis berderap masuk, kemudian membawa Gion ke rumah sakit terdekat. Sementara Previta, ia mengikuti ambulance dengan penuh kecemasan. Meski hubungan mereka belakangan tidak terlalu baik, ia tak henti-hentinya berdoa agar kakaknya baik-baik saja.

Setibanya di rumah sakit, Gion langsung dibawa ke ruang gawat darurat dan Previta hanya bisa menunggu di luar dengan hati yang gelisah. Waktu terasa berjalan sangat lambat, setiap detik yang berlalu semakin menambah beban di hatinya.

Setelah beberapa jam yang mencekam, seorang dokter keluar dari ruang gawat darurat. "Anda keluarga pasien?" tanya dokter itu dengan raut wajah serius.

Previta mengangguk cepat. "Iya, saya adiknya. Bagaimana keadaan kakak saya, Dok?"

"Keadaannya sudah stabil sekarang, tapi kami masih harus memantau keadaannya. Sepertinya dia mengalami serangan kejang yang cukup parah. Anda bisa menunggunya di ruang perawatan, dia akan segera dipindahkan ke sana," jelas dokter itu.

Previta mengembuskan napas lega. Tak ayal masih ada kekhawatiran di hatinya, tetapi ia dengan patuh mengikuti petunjuk dokter menuju ruang perawatan. Tepat setelah ia sampai, Gion dipindahkan ke ruang tersebut, masih dalam keadaan tak sadarkan diri.

"Aku di sini, Kak. Kamu tidak boleh kenapa-kenapa ...," lirih Previta menyatukan kedua tangan mereka penuh harap seraya terus menatap ke arah Gion.

Entah bagaimana, Gion yang terbaring tak berdaya akhirnya mulai sadar.

Ia membuka matanya perlahan, merasakan kepalanya berdenyut hebat. Pandangannya kabur sejenak sebelum akhirnya fokus pada sosok adiknya yang duduk di kursi samping ranjang.

"Previta ...?" Suara Gion serak, mencoba mengumpulkan kekuatannya.

Gadis remaja itu segera berdiri, matanya berkaca-kaca melihat sang kakak mulai sadar. "Syukurlah Kakak sudah bangun! Kamu membuatku sangat khawatir, Kak."

Gion mencoba duduk, meski tubuhnya masih terasa lemah. "Apa yang terjadi? Aku ingat ... aku di kamar, lalu tiba-tiba semuanya gelap."

"Kemarin aku melihat Kakak kejang-kejang saat tidur, lalu aku langsung menghubungi rumah sakit dan mereka membawamu ke sini. Dokter bilang Kakak mengalami serangan kejang yang parah," jelas Previta dengan suara sedikit bergetar.

Gion mengangguk pelan, mencoba mencerna informasi yang diberikan adiknya. Namun sedetik kemudian, ia menyadari ada sesuatu yang aneh, lalu pria itu melihat ke sekeliling ruangan dan merasa ada yang berbeda.

Sejurus kemudian pandangannya tertumbuk pada sebuah kalender meja di nakas di sebelah brankar yang ia tempati. Kedua alisnya bertautan dengan kencang. Ingatan tentang kejadian tragis di klub mulai memenuhi pikirannya. Namun, mengapa seperti ada yang salah di kalender yang ia lihat saat ini?

"Tunggu, tahun berapa sekarang?" tanya Gion tiba-tiba, matanya menatap Previta dengan penuh kebingungan.

"Lah, kok tiba-tiba nanya tahun, kenapa?" jawab Previta dengan alis terangkat.

"Ini kalender kok, tertulis tahun 2022? Kalender lama kenapa masih dipajang ...?" Gion merasa kepalanya berputar. Ia mengingat dengan jelas bahwa seharusnya ia sudah mati. Apa ia sedang bermimpi?

"Ini tahun 2022, Kakak. Memangnya ini tahun berapa?" cetus Previta heran melihat gelagat sang kakak. Apa kakaknya sedang mengigau?

"Tahun 2022? Nggak mungkin ...! Bercanda kamu!" seru Gion, tetapi wajah Previta terlihat serius.

Sang adik mengerutkan kening. Ia kebingungan dengan reaksi kakaknya. "Kak, kamu kenapa? Apa ada yang salah?"

Gion menutup matanya, mencoba menenangkan diri. Apakah mungkin ini kesempatan kedua untuk mengubah nasibnya? Untuk menghindari kematian yang mengerikan itu? Ia harus memastikan bahwa kejadian itu tidak akan terulang lagi.

"Aku baik-baik saja, hanya sedikit bingung," jawab Gion akhirnya, ia berusaha menyembunyikan kegelisahannya. "Terima kasih sudah menyelamatkanku, Vi."

Previta tersenyum ragu. "Tentu saja, bagaimanapun Kakak adalah kakakku."

Gion menyadarinya, ia ingat awal mula pertikaian dirinya dengan sang adik terjadi pada tahun ini, karena kebodohannya yang lebih percaya pada orang lain.

"Maafkan Kakak ...," ucap Gion tiba-tiba.

Previta menaikkan sebelah alisnya heran, menunggu Gion menyelesaikan kalimatnya.

"... Setelah ini Kakak janji akan percaya padamu dan akan selalu ada untukmu. Seperti janjiku pada ibu."

Gion menatap adiknya dengan serius dan penuh ketulusan dalam setiap kata-katanya, sedangkan Previta masih mencerna ucapan kakak satu-satunya itu.

Pada akhirnya, gadis itu hanya mengangguk singkat dan tidak terlalu menganggap serius perkataan Gion. Ia sedang tidak dalam mood yang bagus untuk membahas masalah itu.

"Kakak harus banyak istirahat. Aku belum menghubungi manager-mu, ponselmu juga di rumah, dia pasti mencari Kakak," ujar Previta, sambil membantu Gion berbaring, setelahnya ia berpamitan pergi keluar.

Menghela napas pasrah, Gion memejamkan matanya. Pria itu berusaha untuk tetap tenang dalam situasi yang masih sangat membingungkan baginya.

Yang pasti, ia harus mulai menyesuaikan diri dengan kenyataan baru ini. Bertekad menggunakan kesempatan ini sebaik mungkin dan mencari cara untuk menghindari tragedi yang akan datang dan menyelidiki siapa saja yang sekiranya terlibat pada kejadian tersebut.

Dunia hiburan penuh dengan intrik dan tipu daya, dan Gion tahu ia harus lebih waspada kali ini. Ia tidak boleh membiarkan dirinya terjebak dalam perangkap yang sama.

Kini, misinya hanyalah menjadi seorang aktor hebat sesuai tujuan awalnya dan meninggalkan semua kebodohannya di masa lalu. Ia tidak akan mudah percaya lagi pada orang-orang di sekitarnya dan akan selalu berhati-hati dalam setiap langkah yang diambil beserta konsekuensinya!

"Tunggu pembalasanku...!"

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status