Share

Bab 3 : Keputusan

"Benar-benar bodoh." Gion mengutuk dirinya sendiri.

Bagaimana tidak! Ia sedang berdiri di depan lemari pakaian di kamarnya, mengamati isi dari lemari besar itu. Baju-baju yang tersimpan rapih di dalam sana memiliki desain serta model yang terlalu feminim untuk dipakai oleh pria dewasa.

Gion berpikir, bagaimana bisa saat itu ia tertarik membelinya dan merasa baik-baik saja saat memakainya di hadapan publik? Meskipun baju-baju itu dirancang bisa dipakai oleh pria maupun wanita, tetap saja, bukannya terlihat modis justru akan terlihat sangat aneh.

Kebiasaannya memakai semua itu adalah berawal dari rekomendasi salah satu teman wanitanya saat ia terpikirkan untuk mengubah gaya berpakaiannya. Awalnya, teman-teman dan rekan sesama artisnya memujinya cocok saat menambahkan kesan lucu karena dinilai sesuai dengan wajah serta proporsi tubuh mungilnya. Mereka bilang penggemarnya juga menyukainya, sehingga entah bagaimana ia akhirnya menuruti untuk mempertahankan gaya berpakaiannya.

Sayangnya seiring waktu berjalan, tampaknya orang-orang maupun penggemarnya mulai risih melihat penampilannya. Saat itu, Gion yang begitu keras kepala tidak begitu memperhatikan reaksi mereka. Banyak penggemar yang menyayangkan dan mengeluhkan perubahan gayanya. Kualitas akting yang menurun, serta minimnya bersosialisasi atau melakukan interaksi publik.

Hal itu rupanya berdampak sangat besar pada karir keartisannya dan menyebabkan reputasinya menurun dari hari ke hari. Bodohnya lagi, Gion justru selalu berusaha menutup mata dan telinga karena menganggap hal tersebut hanyalah ulah dari para pembencinya, serta lebih percaya kepada orang-orang yang sejatinya hanya berniat menjatuhkannya.

"Bagus, Gion. Kamu sangat layak mendapatkan piala penghargaan aktor terbodoh!" cibir Gion pada dirinya sendiri saat mengingat hal itu.

Gion menutup pintu lemari dengan kesal, beralih pada lemari lainnya yang dikhususkan untuk menyimpan pakaian lamanya. Masing-masing pakaian itu terlihat sangat modis dan tentunya bernilai fantastis. Dulu, ia sangat suka gaya berpakaian mix and match, memadukan berbagai model dalam sekali pakai sehingga sering kali menjadi pusat perhatian dan fashion icon tahunan.

"Ini tidak akan mudah, tapi aku harus selalu siap. Sang Emas Mokvilland siap bersinar kembali di tempatnya." Gion menatap wajahnya di cermin seraya menyeringai licik. Akan ia tunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya kepada dunia dan kepada musuh-musuhnya.

Selesai berganti pakaian, Gion berderap menuju dapur untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan, ia menemukan Previta sedang menyantap makanan instan di meja makan.

Gadis itu hanya meliriknya sekilas lalu kembali makan dengan santai sambil memainkan ponselnya. Jika itu dulu, Gion tidak akan terlalu peduli pada hal kecil seperti arti tatapan atau tanggapan Previta terhadapnya. Tetapi sekarang, ia menyadari tindakan sekecil apapun dari adiknya itu yang memang telah banyak berubah. Juga, Previta masih belum memaafkannya.

"Kenapa tidak memanggilku?" tanya Gion memulai pembicaraan.

Previta meliriknya dengan acuh tak acuh. "Untuk apa?"

"Aku bisa memasak makan malam untuk kita."

"Aku sudah dewasa, tidak seharusnya merepotkanmu terus-menerus, bukan?" Previta membalas sambil menampilkan senyuman yang sedikit dipaksakan.

Gion menghela napas mendengar balasan gadis itu. Ternyata mereka telah sejauh ini dan dulu ia sama sekali tidak memperhatikannya. Ia selalu terpikirkan untuk melepas tanggung jawab terhadap adiknya itu karena menganggap Previta sudah dewasa dan atas saran teman-temannya bahwa dirinya berhak menikmati hidup dengan bersenang-senang melakukan apapun tanpa terikat dengan tanggung jawab.

Malam itu, hujan rintik-rintik mulai turun, menambah suasana muram di rumah mereka yang sederhana. Gion berdiri di dapur, mulai menyiapkan bahan-bahan untuk memasak makan malam. Ia membuka lemari es dan mengambil beberapa sayuran, sementara pikirannya melayang jauh mengingat masa-masa saat ibu dan neneknya masih ada bersama mereka di rumah itu.

Dari kejauhan, Previta mengamati kakaknya, merasa bersalah telah menyindirnya. Ia tahu betapa keras Gion bekerja demi kesuksesan kariernya sebagai aktor, menjadi tulang punggung keluarga demi kebahagiaannya. Namun, sejak Gion mulai acuh tak acuh kepadanya dan sering menuduhnya, ia tahu bahwa kakaknya itu berniat menjauhinya. Itu sangat membuatnya sakit hati.

"Biarkan aku membantu, Kak," kata Previta, mengambil pisau dan mulai memotong sayuran.

Meskipun hatinya diliputi kemarahan, ia pada akhirnya memutuskan untuk membantu. Lagi pula, seharusnya Gion masih dalam proses pemulihan. "Kakak duduk saja, sana. Biar aku yang memasak makan malam untukmu."

Gion menatap adiknya dengan perasaan bersalah. Ada rasa bangga melihat Previta yang mandiri, tapi juga ada rasa penyesalan akan keegoisannya. "Engga, kamu habiskan saja makananmu. Kakak bisa masak sendiri."

Previta tidak membalas maupun mengindahkan perkataan Gion. Melihat itu, Gion membiarkannya. Mereka berdua bekerja dalam diam, hanya suara pisau yang beradu dengan talenan dan aroma masakan yang menguar memenuhi ruangan.

"Vi, maaf kalau selama ini aku terlalu sibuk," ujar Gion tiba-tiba, memecah kesunyian.

Semuanya adalah salahnya, ia sangat merasa bersalah kala mengingat janji kepada ibunya bahwa dirinya akan selalu menjaga dan membahagiakan Previta sedangkan kenyataannya, karier serta kehidupan pribadinya mengambil alih prioritasnya.

Previta berhenti sejenak dan menjawab tanpa menoleh. "Engga apa-apa, Kak. Kakak juga bekerja keras untuk kita berdua. Lagi, aku memang harus belajar hidup mandiri dan bersikap dewasa. Jangan khawatir, aku tidak pernah menyalahkanmu untuk itu."

Gion mengusap penuh kasih sayang rambut panjang bergelombang milik Previta. "Mulai saat ini, Kakak janji akan lebih sering menghabiskan waktu bersamamu dan tidak akan menyalahkanmu lagi sebelum mendengar semua penjelasanmu, hm?"

"Aku selalu menghargai setiap perhatian yang Kakak berikan untukku. Tapi ingatlah untuk jangan melupakan kesehatanmu sendiri," ucap Previta tulus. Setidaknya, perasaannya terasa jauh lebih baik setelah mendengar perkataan kakaknya itu barusan.

Gion mengangguk tegas. Bagaimanapun, meski karier dan kehidupan sosial penting, keluarga tetaplah yang utama.

...

Merasa tubuhnya telah pulih sepenuhnya, Gion kembali menjalani aktivitasnya sebagai selebriti pada esok harinya. Ia telah bersiap dari mulai dini hari sampai menyiapkan sarapan untuk adiknya sebelum berangkat menuju agensi yang menaunginya.

Perjalanan menuju agensi Golden Star Entertainment memakan maktu kurang dari satu jam menggunakan mobil. Hiruk pikuk kota yang di lalui selama perjalanan membuat semangatnya kian membara untuk menjalani hari ini.

Selesai memarkirkan mobil, Gion turun dari mobil dengan santai sambil menenteng tas selempang berisi barang-barang pribadi yang diperlukan. Terlihat beberapa penggemarnya yang kebetulan sedang mengunjungi agensi menyapa dengan ponsel di tangan mereka terarah kepadanya, sedang merekamnya.

"Kak Gion!"

"Yaampun, Kak Gionel sangat tampan hari ini."

"Wah, outfitmu hari ini sangat bagus. Sangat tampan! aku mencintaimu."

Seperti itulah kira-kira sapaan dan teriakan heboh dari para wanita penggemar itu saat Gion berjalan melewati mereka. Seperti biasa, ia membalas ramah sapaan dari penggemarnya maupun staff yang hanya meliriknya di sana.

Dalam perjalanan naik lift, Gion memeriksa ponselnya untuk memastikan tidak ada pesan penting yang terlewat. Setelah beberapa detik, pintu lift terbuka dengan bunyi "ding" yang khas, menandakan bahwa ia telah sampai di lantai tujuannya—lantai 5. Tempat yang sibuk dan hidup. Penuh dengan aktivitas dari para artis, manajer, serta staff agensi.

Di sudut ruangan, terlihat poster besar dari artis-artis ternama yang bernaung di bawah Golden Star Entertainment. Gion berjalan melewati mereka dengan langkah mantap, menuju ruang meeting di ujung koridor.

"Selamat pagi, Kak Gion!" sapa seorang staff sambil tersenyum ramah.

"Pagi," balas Gion, sedikit menganggukkan kepalanya.

Memasuki ruang meeting, Gion disambut oleh beberapa orang tim termasuk manajernya dan partner kerjanya, Jensen, yang telah menunggu di sana.

Mereka semua menoleh kearahnya lalu menyapanya, kecuali Jensen.

"Tumben sekali kamu datang lebih pagi, gimana keadaanmu sekarang?" tanya Karin—manager Gion.

Gion duduk di kursinya terlebih dahulu sebelum menjawab, "Aku sudah merasa baik-baik saja."

"Aku senang mendengarnya," balas Karin lega.

"Kulihat hari ini kau juga sedikit berbeda..." Jensen tiba-tiba menimpali sambil melirik dan memperhatikan penampilan Gion dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Mendengar itu, Gion tidak menunjukkan reaksi lebih. Ia hanya menjawab secara singkat, "Hari baru, gaya baru."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status