"Me ... melahirkan anaknya?"Hana terkejut oleh perkataan ibunya. "Ibu, apa maksudmu? Ba ... bagaimana bisa aku melahirkan anaknya? Sekarang dia bahkan nggak mau melihatku lagi. Apa Ibu tahu ... hari ini tatapannya bagaikan mau balas dendam padaku."Tesa melihat putrinya dengan kesal."Kenapa kamu panik? Bukankah kamu putri Keluarga Adelia? Apa kamu takut dengan hal sepele seperti ini?""Tapi ....""Bagaimanapun juga, kamulah penyelamat nyawanya. Hal itu nggak akan pernah berubah. Lihat, bahkan setelah semuanya jadi seperti ini, dia masih nggak bisa berbuat apa-apa padamu. Aku nggak menyangka moral Rizki sekuat itu, kalau aku sih ...."Sampai di sini, Tesa berhenti sejenak dan tidak melanjutkan pembicaraan itu lagi. Sebaliknya, dia kembali membicarakan masalah Hana."Satu-satunya perbedaan antara kamu dan Alya adalah, dia punya anak, sementara kamu nggak. Itulah kenapa Rizki tanpa ragu memilihnya. Tapi bagaimana kalau kamu punya anak juga? Ditambah dengan utang nyawanya, kamu pikir sia
"Tapi, sekarang dia mungkin nggak mau melihatku lagi ....""Ibu akan memberimu kesempatan, kamu hanya perlu mengikuti apa kata Ibu."Melihat ibunya, Hana akhirnya mengangguk....Malam sudah larut.Namun, lampu di ruang kerja Rizki masih menyala.Dia membungkuk di mejanya sambil memegang pulpen. Tumpukan kertas di depannya penuh dengan tulisan dan beberapa sketsa struktur.Meja yang biasanya rapi itu sekarang berantakan, tetapi Rizki sama sekali tidak peduli dan terus mengerjakan desainnya.Ketika sedang fokus bekerja, waktu selalu berlalu dengan cepat.Begitu Rizki selesai menuliskan semua yang dipikirkannya, langit di luar sudah mulai terang. Di matanya juga terdapat garis-garis kemerahan.Meskipun habis bergadang semalaman, dia masih berenergi dan sama sekali tidak lelah.Dia melirik jam, saat ini Alya dan anak-anak seharusnya masih tidur.Rizki dengan hati-hati menyimpan desain kasar yang buru-buru dia buat semalam, lalu dia berdiri dan menutup jendela untuk mencegah angin meniup r
Akan tetapi, Alya hanya bisa mengingat adegan kecil itu. Setiap dia mencoba memikirkannya lebih dalam, kepalanya akan terasa pusing dan dia pun tidak bisa mengingat apa pun.Dia duduk di ujung tempat tidur dan melamun untuk waktu yang lama, tetapi yang dapat dia ingat hanyalah gambaran tadi.Melihat bahwa langit di luar sudah terang, Alya pun terpaksa bangun.Begitu keluar kamar, dia kebetulan bertemu dengan kedua anaknya yang sudah berpakaian rapi dan juga keluar dari kamar.Kebiasaan baik harus dikembangkan sejak dini. Alya mengajari mereka untuk menyiapkan baju yang akan dikenakan keesokan paginya dari malam. Kemudian keesokan harinya, setelah bangun mereka harus langsung ganti baju, tidak boleh menunda-nunda supaya mereka tidak kedinginan.Awalnya kedua anak itu masih kagok, tetapi begitu terbiasa, mereka bisa melakukannya dengan lancar.Akan tetapi, Alya masih agak khawatir. Dia pun menghampiri dan mengecek baju mereka. Sekarang suhu di sini sangat rendah. Jika mereka berpakaian t
Alya mengangkat dagunya dan membalas, "Memangnya kenapa kalau aku mengabaikanmu? Kamu kira kamu siapa? Kamu pikir kamu sepenting itu? Apa aku harus menjawabmu hanya karena kamu panggil?"Alya dengan marah mendorongnya, tetapi sebelum dia bisa berjalan jauh, pergelangan tangannya sudah ditarik kembali oleh pria itu."Kamu mau ke mana? Ayo kita bicarakan dulu."Kalau tidak bisa mencegatnya di sekolah, Rizki akan langsung mencarinya di rumah.Karena mereka adalah teman sejak kecil yang telah tumbuh bersama, meskipun Alya terus memberi tahu Kakek Kepala Pelayan untuk tidak membiarkan Rizki masuk, para pelayan di rumah tentu saja akan tersenyum dan membuka pintu ketika melihat Rizki.Kepala pelayan tua itu hanya akan tertawa dan berkata, "Nona, apa kamu bertengkar dengan Tuan Rizki lagi? Anak-anak biasanya akan berbaikan nggak lama setelah bertengkar.""Mimpi! Aku nggak mau berbaikan dengannya lagi! Kakek, kamu nggak boleh membiarkannya masuk, kalau nggak, aku akan marah.""Kakek, biarkan a
Melihat kertas yang terisi penuh itu, Alya hanya bisa syok.Tidak diragukan lagi, ini adalah tulisan tangan Rizki.Hanya dalam satu malam ....Mengingat lirikan mereka barusan, Alya menyadari bahwa lingkaran hitam di bawah mata Rizki memang lebih buruk darinya meskipun penampilan pria itu masih tampak sangat rapi.Setelah melihat halaman-halaman desain itu dengan cepat, Alya menutup tumpukan desain tersebut dan mengembalikannya pada Rizki.Rizki agak terkejut."Kamu ... sudah selesai melihatnya?"Alya mengangguk dengan ekspresi tak acuh.Melihat ini, Rizki pun tampak ragu. Dia tidak langsung mengambil desainnya kembali dan berkata, "Cepat sekali, kamu sudah melihat semuanya?"Nada bicara Alya masih tetap tak acuh. "Sudah."Rizki meliriknya.Meskipun Alya bilang sudah lihat, sikap dan nada bicaranya yang tak acuh jelas menunjukkan bahwa dia tidak melihat desain-desain ini dengan serius.Rizki merapatkan bibirnya, dia merasa agak kesal. Akan tetapi, dia masih berkata, "Apa desain ini ngg
Di mana ada penjual, di situ ada pembeli. Kebanyakan orang datang ke area ini di pagi hari seperti sekarang. Membawa mobil masuk ke sana bukanlah masalah, tetapi mengeluarkannya nanti akan memakan waktu.Jika hari ini mereka hanya sarapan tanpa perlu buru-buru ke sekolah, mereka bisa saja membawa mobil masuk.Hanya saja ....Alya hendak berbicara ketika mendengar Rizki yang lebih dulu berkata, "Kita turun saja lalu jalan."Kata-kata Alya telah direbut olehnya.Alya melirik belakang kepala Rizki dengan kesal."Ayo." Rizki menaruh tas sekolah anak-anak, lalu membawa kedua anak itu turun dari mobil.Sang sopir segera berkata, "Pak Rizki, aku akan menunggu kalian di mobil."Rizki mengangguk.Melihat ini, Alya pun terpaksa ikut turun dari mobil.Setelah turun, dia melirik pakaian Rizki. "Kamu yakin mau makan jajanan pinggir jalan bersama kami dengan jas mahal itu?"Rizki menatapnya balik."Apa ada masalah? Kamu sendiri juga berpakaian mencolok."Mendengar ini, Alya refleks menunduk untuk me
Informasi ini terlalu besar untuk dicerna sang penjual. Dia sangat terkejut dan menatap Rizki dengan aneh dan penuh makna.Rizki terdiam.Dia melirik Alya dengan tak berdaya.Apa Alya menikmati permainan semacam ini? Atau hanya ingin ribut dengannya?Setelah membeli makanan, sang penjual menawarkan mereka kursi untuk duduk. Namun, karena berada di pinggir jalan, di situ banyak orang yang berlalu lalang. Selain itu, tempat itu berdebu dan banyak sampah tisu yang ditinggalkan oleh pelanggan sebelumnya. Sulit untuk menemukan tempat yang bersih.Jangankan Rizki, bahkan kedua anak itu kaget dengan kekotoran ini.Terutama Maya yang tadinya bersikeras untuk datang ke sini. Melihat pemandangan ini, dia tidak berani untuk duduk di sana. Dia mendongak menatap ibunya, lalu tanpa daya berkata, "Mama."Melihatnya, Alya merasa ini adalah kesempatan. Dia tersenyum dan berjongkok di depannya."Bukankah Maya bilang mau ke sini untuk makan roti bakar? Di sana ada tempat duduk, ayo kita ke sana dan duduk
Mungkin karena sejak kecil dia kekurangan kasih sayang ibu, Alya ingin memberikan satu anaknya sebuah masa kecil yang lengkap.Namun, ternyata, anaknya tidak hanya berakhir mempunyai orang tua tunggal seperti dirinya, dia juga punya lebih dari satu anak.Meskipun dia sudah mencoba untuk bersikap adil kepada kedua anaknya, jauh di lubuk hatinya, Alya tahu bahwa dirinya tidak bisa benar-benar adil.Satya adalah anak yang pendiam dan pengertian, tidak pernah membuat masalah dan selalu memikirkan mamanya.Akan tetapi, Maya berbeda. Maya adalah anak yang nakal, suka makan dan bermain, juga sangat manja. Maya selalu ingin digendong dan sering mencari perhatiannya.Ketika hari ini dia memberi Maya lebih banyak perhatian, Satya diberinya lebih sedikit.Hari demi hari, seiring berjalannya waktu, perhatian yang diberikannya pada Satya menjadi makin sedikit. Satya pun jadi makin terlalu dewasa untuk anak seumurannya.Di dalam hati, Alya merasa sangat bersalah.Namun, sekarang, ketika melihat Rizk