Rizki meliriknya dengan dingin, lalu kembali menatap Hana."Jelaskan.""A ... aku nggak tahu apa sebenarnya yang kamu ingin aku katakan? Kalau ini tentang pesan teks itu, aku sudah bilang padamu, aku hanya menghapus pesan spam yang nggak penting. Nggak ada yang lain. Mengenai pesan tentang kehamilan yang kamu katakan, aku sama sekali nggak tahu."Penjelasannya hanya mendapatkan sebuah tawa yang samar."Nggak tahu? Ponselku nggak pernah meninggalkanku. Kecuali saat kamu sedang memegangnya, aku nggak menerima pesan apa pun. Ketika sedang kamu pegang, kebetulan masuk sebuah pesan spam. Apa ada kejadian sekebetulan ini di dunia?"Hana sekarang sudah berlinangan air mata."Bagaimana aku bisa tahu? Aku nggak tahu bagaimana aku harus menjelaskannya padamu, tapi aku bersumpah, waktu itu yang kuhapus benar-benar pesan spam. Aku sama sekali nggak tahu mengenai hal yang kamu bicarakan. Rizki, memangnya aku orang macam apa? Kalau aku ingin melukaimu, kenapa waktu itu aku lompat ke sungai untuk men
Setelah Alya dan kedua anak itu masuk ke kamar, Alya tidak memedulikan apa yang terjadi di luar.Bahkan ketika suara perkelahian terdengar dari luar, kedua anak itu menjadi penasaran, tetapi Alya masih sangat tenang."Satya, Maya, jangan pedulikan apa yang terjadi di luar.""Tapi ...." Maya berkata dengan suara kecil, "Paman RezekiMalam sepertinya berkelahi dengan seseorang. Mama, apa kita nggak akan melakukan apa-apa? Bagaimana kalau Paman RezekiMalam terluka ...."Mendengar ini, Alya pun melirik putrinya."Apa kamu sangat mengkhawatirkan Paman RezekiMalam?"Maya memandangnya dengan mata yang jernih dan polos."Paman berjanji akan mentraktir Maya dan Kakak makan. Kalau Paman sampai terluka, bukankah Paman nggak akan bisa mentraktir kami?"Alya tidak bisa berkata-kata.Sebenarnya apa yang dikatakan Rizki kepada kedua anaknya saat dia tertidur?"Maya jangan khawatir. Kalau Paman RezekiMalam sampai terluka parah, Mama yang akan mentraktir kalian."Kemudian, Alya memberikan beberapa eduka
Dari ekspresinya, Rizki tampak tak berdaya."Kenapa kamu berpikir seperti itu? Aku hanya ingin bertanya padamu, waktu itu setelah kamu mengirim pesan tersebut, apa ada seseorang yang datang menemuimu?"Alya tertegun, mengingat bahwa tidak lama setelah dia mengirim pesan itu, Hana datang menemuinya, lalu mengatakan hal-hal itu.Melihat ekspresinya, Rizki menebak bahwa seseorang memang datang menemuinya."Jadi benar-benar ada orang yang menemuimu, siapa?"Alya tidak langsung menjawabnya dan hanya menatapnya."Apa maksudmu mengatakan semua ini sekarang? Kalau aku memberitahumu, memangnya kamu akan percaya?"Tanpa disangka, Rizki menatapnya dengan keseriusan yang sama."Kalau aku nggak memercayaimu, maka siapa lagi yang bisa kupercaya?"Tatapannya sangat tulus, seolah-olah dia akan memercayai apa pun yang Alya katakan. Kepercayaan semacam ini membuat Alya merasa seolah-olah mereka telah kembali ke saat mereka masih kecil.Saat itu, hubungan mereka sangat dekat. Meskipun tidak sampai di tin
"Sekarang, apa pertanyaanmu sudah selesai?"Alya menatapnya dengan tak acuh. "Kalau kamu sudah tahu semua yang ingin kamu ketahui, mulai sekarang bisakah kamu nggak menggangguku lagi?"Mendengar ini, Rizki mendongak dan menatapnya dengan tidak percaya."Meskipun kamu tahu bahwa aku nggak membaca pesanmu dan nggak menyuruhmu aborsi, kamu tetap ingin menjauhiku?"Alya tersenyum tipis, suaranya terdengar sangat ringan."Kalau kamu nggak membaca pesannya, apa itu salahku? Kamu, yang nggak pernah berpisah dengan ponselmu, bisa berkali-kali meminjamkan ponselmu padanya. Meskipun sesuatu terjadi, hasil ini adalah sesuatu yang harus kamu tanggung sendiri. Rizki, seharusnya kamu nggak lupa dengan hari itu, saat hujan turun dengan derasnya. Kalian berada di klub biliar, sementara aku dikerjai dengan dipanggil ke sana untuk membawakanmu payung dan ditertawakan oleh teman-temanmu di bawah."Alya melanjutkan, "Apa kamu tahu? Sebelum pergi ke klub biliar, aku baru saja menerima hasil tes kehamilanku
Memikirkan hal ini, Alya hanya bisa menjawab, "Aku nggak berniat untuk bersama dengan siapa pun, aku hanya ingin sendiri dengan kedua anakku.""Kalau begitu, kenapa nggak membiarkanku membantu mengurus mereka?" Nada bicara Rizki terdengar getir, berbicara pun terasa sangat sulit. "Meskipun ... akulah ayah kandung mereka.""Hanya sedikit hubungan darah nggak berarti apa-apa," jawab Alya dengan tak acuh.Tidak berarti apa-apa ....Tidak berarti apa-apa ....Di telinga Rizki hanya bergema perkataan Alya.Dia menunduk, memandang wanita yang duduk di kursi roda itu untuk waktu yang lama. Kemudian dia menurunkan pandangannya dan tersenyum getir.Benar, meskipun ada hubungan darah, lalu apa? Selama 5 tahun, dia sama sekali tidak memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang ayah.Namun, mendengar bahwa Alya tidak akan bersama dengan pria mana pun membuat Rizki merasa lega.Jika tidak ada siapa pun di sisi Alya, berarti di masa depan dia masih punya kesempatan.Yang paling penting sekarang adalah
Alya terdiam mendengar ucapannya.Rizki melirik Alya yang hanya diam saja. Mungkin karena menyadari ekspresi Alya yang tidak beres, Rizki menjelaskan, "Jangan salah paham, aku nggak bermaksud menyalahkanmu. Aku hanya merasa bahwa anak-anak masih kecil dan harus melakukan lebih banyak kegiatan yang menyenangkan."Alya agak tidak bisa berkata-kata, tetapi dia masih membalas, "Aku mengerti maksudmu, tapi saranmu ini mustahil. Apa kamu kira semua tempat menyenangkan itu bisa dibangun di dalam rumah?"Sesaat kemudian, tanpa diduga Rizki mengangguk."Ya."Alya tercengang.Dia tadinya ingin membantah, kamu kira siapa pun bisa membangunnya begitu saja? Akan tetapi, dia teringat dengan kekayaan Rizki, juga sejumlah besar properti yang pria itu berikan padanya ketika dia baru kembali ke negara ini. Dalam sekejap, Alya pun tidak bisa mengatakan apa pun.Dia yakin bahwa selama dia mengangguk, Rizki akan segera menyuruh orang-orang untuk membangunnya."Bagaimana?" tanya Rizki lagi saat melihat Alya
"Selain itu, kamu memang bisa menolak barang yang kuberikan, tapi apa kamu nggak akan menanyakan anak-anak? Apa mereka juga nggak mau?"Alya berkata dengan dingin, "Mereka anak-anakku, tentu saja mereka akan mendengarkanku."Rizki tidak marah, dia hanya tersenyum dan berkata dengan lembut, "Besok, aku akan mencari seseorang untuk membuat desainnya. Begitu selesai, aku akan menunjukkannya padamu untuk dipertimbangkan. Kalau kamu puas, aku akan memulai pembangunannya. Hari ini kamu istirahat saja dulu, jangan sampai lukamu basah, juga jangan tidur tengkurap. Sebaiknya kamu cuti kerja dulu beberapa hari.""Sudah selesai bicaranya?"Sayangnya, tidak peduli seberapa lembut Rizki berbicara, sikap Alya terhadapnya masih tetap dingin. "Aku berterima kasih padamu karena sudah mengantarku pulang. Kalau kamu sudah selesai bicara, tolong segera pergi."Dihadapi dengan sikap yang dingin ini, Rizki tampak tidak terganggu. Sebaliknya, Rizki hanya mengangguk dengan tenang."Oke, kalau begitu aku pergi
Sepanjang perjalanan, Rizki menyebutkan hampir semua fasilitas yang bisa dia pikirkan.Cahya yang berada di ujung telepon, sama sekali tidak peduli dengan apa yang Rizki katakan. Pokoknya begitu Rizki mulai membicarakan desain rumah, Cahya sudah menyalakan perekam suara sambil mencatat."Kurang lebih begitu. Kalau aku terpikirkan sesuatu, aku akan menambahnya lagi. Mengenai hal lainnya serahkan saja pada arsiteknya.""Baik, Pak Rizki."Cahya ingin mengatakan sesuatu, tetapi teleponnya sudah ditutup oleh atasannya.Butuh beberapa waktu bagi Cahya untuk menyadari apa yang baru terjadi.Barusan, sepertinya Pak Rizki ingin mendesain rumah?Rumah??? Rumah dengan fasilitas sebanyak ini??Setelah menutup telepon, kebetulan mobilnya juga berhenti."Pak Rizki, kita sudah sampai.""Ya."Rizki menyimpan ponselnya dan turun dari mobil.Saat ini, pikirannya dipenuhi dengan berbagai desain rumah. Apa yang kurang? Apa yang nanti perlu ditambahkan? Sebaiknya dia mencatatnya setelah kembali.Saat di te